Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Cara Menulis Konten Politik Bagi Bloger di Kompasiana agar Terhindar dari Jerat Hukum

12 Agustus 2023   14:33 Diperbarui: 14 Agustus 2023   20:10 213
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Matriks: Perlindugan wartawan dalam karya jurnalistik (Sumber: Dokumen Pribadi/Syaiful W. Harahap)

Sudah saatnya para bloger diingatkan bahwa tulisan di blog, seperti di Kompasiana.com, merupakan tanggung jawab bloger secara pribadi sehingga Kompasiana sebagai platform blog tidak ikut bertanggung jawab.

Konten yang tayang di Kompasiana sepenuhnya jadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Memang, manajemen redaksi Kompasiana sudah melakukan koreksi tapi tentu saja tetap bisa mendapat penilaian lain dari berbagai pihak yang terkait dengan konten yang ditayangkan.

Menjelang pemilihan umum anggota legislatif (Pileg) untuk DPR, DPRD dan DPD serta pemilihan presiden (Pilpres) jadi 'santapan' bloger untuk menulis artikel opini.

Tapi, perlu diingat konten tentang politik sangat rawan karena sangat mudah terjadi gesekan, apalagi bloger menulis sebagai buzzer (secara umum adalah seseorang yang memanfaat media atau blog untuk mempromosikan produk atau seseorang (dalam hal ini terkait dengan politik yaitu sebagai partai politik/Parpol, caleg atau capres) melalui konten. Buzzer juga membangun jaringan di media sosial.

Risiko penulis oponi di blog sebagai kreator (content creator) terkait dengan politik jadi perhatian Kompasiana yang dilakukan melalaui serangkaian diskusi dengan tujuan menciptakan konten politik yang bebas dari hoaks, fitnah, hujatan, caci-maki dan ujaran kebencian.

Baca juga: Melancarkan Kritik Melalui Tulisan Bukan dengan Mencaci-maki, Mengejek dan Menghina

Untuk edisi perdana dengan topik: "Ayo Ikutan Bilik Cerita Pemilih, Bikin Konten Politik, Hindari Kena Semprit" pada 11 Agustus 2023 di Gedung Kompas Gramedia, Palmerah Selatan, Jakarta Pusat. Diskusi menampilkan ndua narasumber, yaitu: Eddward Kennedy (Pjs Managing Editor Kompas.TV) dan Widha Karina (Content Head Kompasiana).

Dalam setiap artikel yang ditayangkan Kompasiana disebut sebagai "Opini Anda" sehinggga sifatnya pribadi sehingga jika ada klaim maka tanggungjawab sepenuhnya ada pada penulis (bloger). Tapi, hal ini belum sepenuhnya dipahami banyak kalangan karena jika ada complain ternyata ada yang menghubungi redaksi Kompasiana.

Karena bukan merupakan karya jurnalistik, maka artikel di blog tidak dilindungi oleh UU, dalam hal ini UU Pers. Itulah sebabnya bloger, terutama dalam penulisan artikel politik, diminta berhati-hati dan selalu berada di koridor hukum.

Jika keluar dari koridor hukum, maka UU ITE akan dijerat dengan UU ITE yang ancaman hukuman penajaranya di atas lima tahu sehingga dengan alasan objektif dan subjektif bisa ditahan penyidik dan jaksa selama masa penyidikan dan persidangan.

Salah satu cara bloger menulis artikel opini yang lolos dari jerat hukum adalah mengikuti alur Kode Etik Jurnalistik dan UU Pers. Wartawan pun akan kena jerat jika menulis berita yang melawan hukum, sebaliknya jika sesuai dengan Kode Etik Jurnalistik dan UU Pers, maka akan dilindungi oleh UU (Lihat matriks).

Matriks: Perlindugan wartawan dalam karya jurnalistik (Sumber: Dokumen Pribadi/Syaiful W. Harahap)
Matriks: Perlindugan wartawan dalam karya jurnalistik (Sumber: Dokumen Pribadi/Syaiful W. Harahap)

Wartaran pun akan dijerat dengan KUHP terkait dengan pencemaran nama baik dan perbuatan tidak menyenangkan karena hal ini tidak diatur dalam UU Pers.

Secara yuridis UU Pers tidak bisa berdiri sendiri sebagai lex specialis karena harus sepadan yaitu lex specialis derogat lex generalis. Artinya kalau sesuatu diatur oleh beberapa UU, maka dipakai UU yang paling relevan.

Tapi, dalam hal perbuatan yang tidak menyenangkan dan pencemaran nama baik tidak diatur di UU Pers secara eksplisit, maka berlaku UU lain yang mengatus hal tersebut, yaitu KUHP.

Itu artinya wartawan juga akan dijerat dengan pasal pidana jika menyangkut perbuatan yang melawan hukum yang tidak diatur di UU Pers. Sementara untuk bloger akan dijerat dengan pasal-pasal di UU ITE.

Sejatinya bloger juga memakai pola kerja wartawan yaitu menjalankan self censorship yaitu menimbang apa dampak buruk sebuah berita, laporan, artikel atau opini jika diterbitkan di media massa (cetak, disiarkan di televisi dn radio) serta ditayangkan di media online. Selanjutnya jika berita, laporan, artikel dan opini tidak melawan hukum, maka diserahkan ke asisten redaktur yang selanjutnya mengalir ke redatur, dan seterusnya sampai ada izin untuk dipublikasikan dan disikarkan oleh petinggi di media tersebut.

Sementara itu bagi bloger semua keputusan hanya ada di satu jari sehingga tingkat risiko terjerat hukum sangat tinggi. Sebaiknya, bloger juga memakai paradigm wartawan dalam menguji sebuah konten agar selamat dengan terhindar dari jerat hukum.

Baca juga: Disebut Kritis dan Ekpresif Tapi Hanya Bisa Menyerang Pribadi dengan Fitnah dan Caci-maki

Yang perlu diingatkan untuk bloger adalah UU ITE bukan dunia maya, tapi ada di ranah hukum positif. Soalnya, ada saja warga pembuat konten di media sosial yang tidak peduli terhadap risiko dijerat dengan UU ITE.

Setelah ditangkap karena ada pengaduan, barulah mengku khilaf dan minta maaf. Ini sudah terlambat karena proses hukum jalan terus, apalagi yang bukan delik aduan tentulah penyidikan dan penyidakan terus berjalan sampai vonis hakim di sidang pengadilan.

Satu kaki wartawan ada di penjara. Hal yang saya juga terjadi pada bloger sehingga wartawan dan bloger kudu ati-ati menerbitkan atau menayangkan berita dan artikel (opini), terutama jelang Pileg dan Pilpres yang akan berlangsung tahun depan.

Secara hukum wartawan bisa dilindungi oleh UU Pers jika berita dan artikel yang digugat mengacu pada fakta dan data empiris, tetapi kalau tidak berdasarkan data dan fakta maka tidak bisa dilindungi oleh UU Pers. Sementara itu bloger tidak mempunyai perlindungan hukum sehingga ada di bibir jurang yang bisa terjerumus ke bui. *  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun