Terutama risiko bayi dengan penyakit langka yaitu beberapa jenis penyakit yang penderitanya sedikit tapi jadi masalah besar karena membutuhkan biaya dan penanganan. Bahkan, BPJS Kesehatan tidak menanggung sebagian obat yang dibutuhkan penderita penyakit langka.
Baca juga: Anak-anak dengan Penyakit Langka: "Anak Saya Bukan Alien ...."
Dengan cara yang dilakukan Malaysia bisa diketahui penyakit-penyakit, termasuk penyakit langka, pada bayi sehingga jadi data bagi penanganan kesehatan.
Paling tidak Puskesmas bisa mendeteksi penyakit bawaan pada bayi sehingga kelak jadi pegangan orang tua dan Puskesmas dalam menangani anak tersebut sampai dewasa.
Penyakit-penyakit degeneratif bisa ditekan agar tidak muncul di masa remaja dan dewasa. Misalnya, dengan informasi tentang penyakit-penyakit yang diderita orang tua atau keluarga ayah dan ibu.
Laporan DW (Deutsche Welle), 21/7-2023, misalnya, menunjukkan tahun 2020 Indonesia ada di peringkat ke-6 dunia dalam jumlah kasus kanker payudara (65.885) dengan 22.430 kematian.
Sementara itu Indonesia ada di peringkat ke-2 dunia dalam jumlah kasus TBC dengan jumlah 969.000, sedangkan ada 400.000 kasus yang tidak terdeteksi (VOA, 18/7-2023). Penyakit-penyakit lain juga banyak kasusnya di Indonesia. Sebut saja HIV/AIDS, hepatitis B, kanker serviks dan lain-lain.
Tanpa ada pencegahan di hulu, antara lain dengan meningkatkan peran serta masyarakat, maka penyakit-penyakit yang diderita warga akan jadi beban pemerintah dan menurunkan kualitas sumber daya manusia (SDM) negeri ini.
Tentu saja langkah-langkah konkret untuk mengatasi penyakit bisa dilakukan oleh dokter di Puskesmas jika Puskesmas tidak jadi tempat berobat (kuratif). (dari berbagai sumber). *
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H