Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Kasus HIV/AIDS yang Tinggi pada Remaja di Kota Mataram Realistis

8 Juli 2023   10:41 Diperbarui: 10 Juli 2023   08:02 332
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Matriks: Sifat dan kondisi hubungan seksual terkait dengan risiko penularan HIV/AIDS. (Sumber: Dok Pribadi/Syaiful W. Harahap/AIDS Watch Indonesia)

"Tinggi, Kasus HIV-AIDS Remaja di Mataram" Ini judul berita di suarantb.com (6/7-2023).

Judul berita ini menggiring opini bahwa remaja bermsalah dengan HIV/AIDS. Tentu saja hal ini keliru besar karena kasus HIV/AIDS pada remaja merupakan realitas sosial.

Yang jadi persoalan besar adalah kalau kasus HIV/AIDS banyak terdeteksi pada laki-laki beristri atau pada lanjut usia (Lansia).

HIV/AIDS pada laki-laki beristri akan mendorong kasus HIV/AIDS pada ibu-ibu rumah tangga yang selanjutnya menambah jumlah bayi yang lahir dengan HIV/AIDS.

Begitu juga jika kasus HIV/AIDS banyak terdeteksi pada Lansia dengan faktor risiko hubungan seksual, maka hal itu jadi persoalan karena pada Lansia banyak penyakit sehingga infeksi HIV akan meningkatkan kematian pada Lansia.

Sekretaris Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Kota Mataram, NTB, dr Margaretha Chepas, sebut secara kumulatif dari tahun 2001-2022 di kasus HIV/AIDS di Kota Mataram capai 630 terdiri atas 321 HIV dan 309 AIDS dengan 175 kematian.

Tapi, perlu diingat bahwa kasus yang dilaporkan, 630, tidak menggambarkan jumlah kasus yang sebenarnya di masyarakat karena epidemi HIV/AIDS erat kaitannya dengan fenomena gunung es.

Jumlah kasus HIV/AIDS yang terdeteksi (630) digambarkan sebagai puncak gunung es yang muncul ke atas permukaan air laut, sedangkan kasus HIV/AIDS yang tidak terdeteksi di masyarakat digambarkan sebagai bongkahan gunung es di bawah permukaan air laut.

Input Matriks: Fenomena Gunung Es pada epidemi HV/AIDS. (Foto: Dok Pribadi/AIDS Watch Indonesia/Syaiful W. Harahap)
Input Matriks: Fenomena Gunung Es pada epidemi HV/AIDS. (Foto: Dok Pribadi/AIDS Watch Indonesia/Syaiful W. Harahap)

Maka, perlu upaya Pemerintah Kota Mataram untuk mencari warga pengidap HIV/AIDS yang tidak terdeteki. Soalnya, warga pengidap HIV/AIDS yang tidak terdeteksi jadi mata rantai penyebaran HIV/AIDS di masyarakat, terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.

Warga pengidap HIV/AIDS yang tidak terdeteksi tidak menyadari diri mereka mengidap HIV/AIDS karena tidak ada tanda-tanda, ciri-ciri atau gejala-gejala yang khas AIDS pada fisik dan keluhan kesehatan (secara statistik masa AIDS terjadi setelah 5-15 tahun tertular jika tidak menjalani program pengobatan dengan obat antiretroviral/ART).

Disebutkan jumlah kasus HIV/AIDS priode 2020-2022 pada rentang usia 15-24 tahun sebanyak 51. Dengan data ini dr Margaretha mengatakan: .... kita harus fokus pada bagaimana pencegahan HIV-AIDS anak usia remaja ....

Baca juga: AIDS pada Usia Produktif di Yogyakarta bukan Ironis tapi Realistis

Agaknya, dr Margaretha mengabaikan kasus HIV/AIDS pada laki-laki beristri dengan indikator kasus HIV/AIDS pada ibu rumah tangga.

Baca juga: AIDS di Yogyakarta: Yang Bikin Miris Bukan AIDS pada Pelajar dan Mahasiswa, tapi Pada Laki-laki Dewasa

Secara empiris kasus HIV/AIDS pada remaja ada di terminal terakhir epidemi karena mereka tidak mempunyai pasangan tetap (baca: istri atau suami). Sementara itu kasus HIV/AIDS pada suami justru jadi mata rantai penyebaran HIV/AIDS ke istrinya dan pasangan seks lain. Bahkan, ada laki-laki yang mempunyai istri lebih dari satu.

Matriks: Risiko penyebaran HIV/AIDS pada remaja dan laki-laki beristri. (Foto: Dok Pribadi/Syaiful W. Harahap)
Matriks: Risiko penyebaran HIV/AIDS pada remaja dan laki-laki beristri. (Foto: Dok Pribadi/Syaiful W. Harahap)

Kasus HIV/AIDS pada remaja dan dewasa muda (15-40 tahun) adalah hal yang realistis karena pada rentang usia ini hasrat seksual sangat tinggi. Libido seks tidak bisa diganti atau disubsitusi dengan kegiatan lain di luar seksual.

Baca juga: Kasus HIV/AIDS pada Remaja Akibat Materi KIE HIV/AIDS yang Hanya Mitos

Celakanya, mereka menyalurkannya dengan pengetahuan yang minim tentang cara-cara penularan dan pencegahan IMS (seperti sifilis, GO, dan lain-lain) dan HIV/AIDS.

Mengapa? Selama ini materi komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) tentang HIV/AIDS selalu dibumbui dengan moral dan agama sehingga fakta medis HIV/AIDS hilang. Yang sampai ke masyarakat hanya mitos (anggapa yang salah).

Misalnya, mengait-ngaitkan seks pranikah, 'seks bebas', selingkuh, melacur dan lain-lain sebagai penyebab HIV/AIDS.

Padahal, faktanya (secara medis) penularan HIV/AIDS melalui hubungan seksual bukan karena sifat hubungan seksual (seks pranikah, 'seks bebas', selingkuh, melacur), tapi karena kondisi saat terjadi hubungan seksual (salah satu atau keduanya mengidap HIV/AIDS dan laki-laki tidak memakai kondom). Ini fakta medis!

Matriks: Sifat dan kondisi hubungan seksual terkait dengan risiko penularan HIV/AIDS. (Sumber: Dok Pribadi/Syaiful W. Harahap/AIDS Watch Indonesia)
Matriks: Sifat dan kondisi hubungan seksual terkait dengan risiko penularan HIV/AIDS. (Sumber: Dok Pribadi/Syaiful W. Harahap/AIDS Watch Indonesia)

Dalam berita dr Margaretha mengobral nasehat orang tua terkait moral, padahal persoalannya adalah bagaiman melindungi diri agar tidak tertular HIV/AIDS ketika menyalurkan libido. Yang paling arif dan bijaksana adalah para orang tua memberikan resep yang mereka pakai sehingga sebelum menikah mereka tidak pernah melakukan hubungan seksual. Begitu juga salama dalam ikatan pernikahan mereka juga tidak pernah melakukan hubungan seksual selain dengan istri.

Penyuluhan tentang HIV/AIDS sudah berlangsung selama epidemi HIV/AIDS di Indonesia yaitu sejak tahun 1987, tapi hasilnya 'big nothing' alias nol besar karena itu tadi materi KIE hanya berisi mitos belaka.

Tidak ada pilihan lain selain menyampaikan informasi yang akurat tentang cara-cara penularan dan pencegahan HIV/AIDS karena mustahil mereka bisa menahan libido sampai menikah pada umur di atas 25 tahun.

Sedangkan penanggulangan HIV/AIDS secara umum adalah menurunkan, sekali lagi hanya bisa menurunkan, insiden infeksi HIV baru pada laki-laki dewasa melalui perilaku seksual berisiko tinggi tertular HIV/AIDS. Ini program di hulu.

Perilaku seksual berisiko tinggi tertular HIV/AIDS, yaitu:

(a) laki-laki dan perempuan dewasa yang melakukan hubungan seksual di dalam dan di luar nikah dengan pasangan yang berganti-ganti, dan

(b) laki-laki dewasa yang melakukan hubungan seksual dengan perempuan yang sering ganti pasangan yakni pekerja seks komersial (PSK).

Apakah Pemkot Mataram mempunyai program yang konkret untuk menjangkau perilaku seksual di atas?

Kalau jawabannya TIDAK, itu artinya insiden infeksi HIV baru akan terus terjadi. Laki-laki dewasa yang tertular HIV/AIDS tapi tidak terdeteksi jadi mata rantai penyebaran HIV/AIDS di masyarakat terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.

Penyebaran HIV/AIDS itu bagaikan 'bom waktu' yang kelak bermuara jadi 'ledakan AIDS' di Kota Mataram. *

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun