Misalnya, mengait-ngaitkan seks pranikah, 'seks bebas', selingkuh, melacur dan lain-lain sebagai penyebab HIV/AIDS.
Padahal, faktanya (secara medis) penularan HIV/AIDS melalui hubungan seksual bukan karena sifat hubungan seksual (seks pranikah, 'seks bebas', selingkuh, melacur), tapi karena kondisi saat terjadi hubungan seksual (salah satu atau keduanya mengidap HIV/AIDS dan laki-laki tidak memakai kondom). Ini fakta medis!
Dalam berita dr Margaretha mengobral nasehat orang tua terkait moral, padahal persoalannya adalah bagaiman melindungi diri agar tidak tertular HIV/AIDS ketika menyalurkan libido. Yang paling arif dan bijaksana adalah para orang tua memberikan resep yang mereka pakai sehingga sebelum menikah mereka tidak pernah melakukan hubungan seksual. Begitu juga salama dalam ikatan pernikahan mereka juga tidak pernah melakukan hubungan seksual selain dengan istri.
Penyuluhan tentang HIV/AIDS sudah berlangsung selama epidemi HIV/AIDS di Indonesia yaitu sejak tahun 1987, tapi hasilnya 'big nothing' alias nol besar karena itu tadi materi KIE hanya berisi mitos belaka.
Tidak ada pilihan lain selain menyampaikan informasi yang akurat tentang cara-cara penularan dan pencegahan HIV/AIDS karena mustahil mereka bisa menahan libido sampai menikah pada umur di atas 25 tahun.
Sedangkan penanggulangan HIV/AIDS secara umum adalah menurunkan, sekali lagi hanya bisa menurunkan, insiden infeksi HIV baru pada laki-laki dewasa melalui perilaku seksual berisiko tinggi tertular HIV/AIDS. Ini program di hulu.
Perilaku seksual berisiko tinggi tertular HIV/AIDS, yaitu:
(a) laki-laki dan perempuan dewasa yang melakukan hubungan seksual di dalam dan di luar nikah dengan pasangan yang berganti-ganti, dan
(b) laki-laki dewasa yang melakukan hubungan seksual dengan perempuan yang sering ganti pasangan yakni pekerja seks komersial (PSK).
Apakah Pemkot Mataram mempunyai program yang konkret untuk menjangkau perilaku seksual di atas?