Ketika ada kasus kriminal yang diungkapkan polisi ke publik melalui wartawan selalu saja ada penjelasan tentang motif. Bahkan, wartawan selalu bertanya dan mendesak tentang motif.
Tapi, dalam berita aborsi Kemayoran itu sama sekali tidak muncul penjelasan polisi dan pertanyaan wartaan tentang motif perempuan-perempuan tersebut melakukan aborsi.
Celakanya, Komnas Perempuan sama sekali tidak bersuara tentang muatan berita tentang penggerebekan aborsi yang menyudutkan perempuan dengan mengaikan perspektif gender.
Dari hasil studi dan penelitian menunjukkan aborsi dilakukan perempuan, lajang atau menikah, karena KTD yang terjadi di dalam dan di luar pernikahan.
Aborsi sebagai penghentian kehamilan tidak bisa dilakukan secara legal tanpa alasan yang dibenarkan UU, sehingga perempuan yang mengalamai KTD mencari pelayanan aborsi ilegal setelah cara-cara tradisional yang mereka lakukan tidak berhasil.
Tidak sedikit cerita yang membuat bulu roma berdiri tentang aborsi ilegal. Ada yang diinjak-injak dan ada pula yang ditarik dengan hanger (gantungan baju) yang menyebabkan pendarahan berat, kandungan terpaksa diangkat dan kematian.
Kematian perempuan yang sia-sia pada kasus-kasus aborsi ilegal merupakan penyumbang Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia. Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes) mencatat angka kematian ibu (AKI) pada tahun 2022 berkisar 183 per 100 ribu kelahiran. Kondisi ini jauh berbeda dibandingkan Malaysia dengan AKI 20 per 100 ribu kelahiran (gunungmuda.puskesmas.bangka.go.id, Maret 2023).
Lagi-lagi laki-laki lolos dari jerat hukum terkait dengan aborsi, padahal peranan laki-laki dalam KTD dan keputusan melakukan aborsi sangat besar. Kondisi merupakan diskriminasi dalam aspek hukum.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H