Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Berita tentang Penggerebekan Aborsi di Jakarta Pusat Abaikan Perspektif Gender

29 Juni 2023   21:25 Diperbarui: 2 Juli 2023   05:52 237
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Sumber: Gambar oleh Kleiton Santos dari Pixabay)

Penggerebekan rumah di Kemayoran, Jakarta Pusat, 28 Juni 2023, yang dijadikan sebagai tempat aborsi ilegal jadi santapan media massa dan media online.

Celakanya, berita-berita tersebut mengabaikan perspektif gender sehingga objek berita hanya perempuan, dalam hal ini yang melakukan aborsi dan yang diaborsi.

Padahal, aborsi terjadi karena kehamilan yang tidak diinginkan (KTD), di luar faktor medis, dengan andil laki-laki sebagai pihak yang menghamili dan campur tangan untuk keputusan aborsi. Tanpa ada KTD yang dipicu ulah laki-laki, baik di dalam dan di luar ikatan pernikahan yang sah, tidak akan pernah terjadi aborsi.

Perempuan-perempuan yang sudah melakukan aborsi dan yang tertangkap ketika penggerebekan berada pada posisi sebagai objek dengan kondisi powerless (tidak berdaya) dan voiceless (sumbang), sementara itu polisi dan wartawan berada pada posisi subjek dengan kondisi powerfull (berdaya) dan voicefull (lantang).

Beberapa studi menunjukkan keputusan perempuan untuk melakukan aborsi bukan berdasarkan kehendak perempuan, tapi lebih banyak campur tangan orang lain, misalnya, orang tua, keluarga, pacar dan suami.

Ada juga studi yang menunjukkan perempuan yang melakukan aborsi justru lebih banyak yang terikat dalam pernikahan yang sah.

Penelitian Yayasan Kesehatan Perempuan (YKP) Jakarta pada tahun 2003 di sembilan kota di Indonesia (Medan, Batam, Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Surabaya, Denpasar, Mataram, dan Makassar) dengan responden 1.446 orang menunjukkan hasil yang lain dari 'data' yang diumbar selama ini. Penelitian menunjukkan usia pelaku aborsi justru bukan ada usia remaja.

Baca juga: Aborsi, Hujatan Moral yang Ambiguitas terhadap Remaja Putri

Hasil penelitian itu menunjukkan 48% perempuan yang melakukan aborsi adalah ibu rumah tangga dan 43% karyawan/pegawai. Alasan terbesar yaitu gagal KB dan psikososial.

Dalam berita penggerebekan tersebut sama sekali tidak ada narasi yang menyinggung peran laki-laki dalam kasus aborsi tersebut. Jangan-jangan kita termasuk bangsa misoginis (KBBI: orang yang membenci wanita).

Ketika ada kasus kriminal yang diungkapkan polisi ke publik melalui wartawan selalu saja ada penjelasan tentang motif. Bahkan, wartawan selalu bertanya dan mendesak tentang motif.

Tapi, dalam berita aborsi Kemayoran itu sama sekali tidak muncul penjelasan polisi dan pertanyaan wartaan tentang motif perempuan-perempuan tersebut melakukan aborsi.

Celakanya, Komnas Perempuan sama sekali tidak bersuara tentang muatan berita tentang penggerebekan aborsi yang menyudutkan perempuan dengan mengaikan perspektif gender.

Dari hasil studi dan penelitian menunjukkan aborsi dilakukan perempuan, lajang atau menikah, karena KTD yang terjadi di dalam dan di luar pernikahan.

Aborsi sebagai penghentian kehamilan tidak bisa dilakukan secara legal tanpa alasan yang dibenarkan UU, sehingga perempuan yang mengalamai KTD mencari pelayanan aborsi ilegal setelah cara-cara tradisional yang mereka lakukan tidak berhasil.

Tidak sedikit cerita yang membuat bulu roma berdiri tentang aborsi ilegal. Ada yang diinjak-injak dan ada pula yang ditarik dengan hanger (gantungan baju) yang menyebabkan pendarahan berat, kandungan terpaksa diangkat dan kematian.

Kematian perempuan yang sia-sia pada kasus-kasus aborsi ilegal merupakan penyumbang Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia. Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes) mencatat angka kematian ibu (AKI) pada tahun 2022 berkisar 183 per 100 ribu kelahiran. Kondisi ini jauh berbeda dibandingkan Malaysia dengan AKI 20 per 100 ribu kelahiran (gunungmuda.puskesmas.bangka.go.id, Maret 2023).

Lagi-lagi laki-laki lolos dari jerat hukum terkait dengan aborsi, padahal peranan laki-laki dalam KTD dan keputusan melakukan aborsi sangat besar. Kondisi merupakan diskriminasi dalam aspek hukum.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun