Materi KIE tentang HIV/AIDS dibalut dan dibumbui dengan moral sehingga yang sampai ke remaja hanya mitos terkati penularan dan pencegahan HIV/AIDS
"Data IDAI ungkap remaja usia 15-19 tahun jadi kelompok paling rentan terinfeksi HIV." Ini ada dalam berita " Data IDAI: 741 Remaja Tercatat Terinfeksi HIV Sepanjang 2022" di republika.co.id (3/9-2022).
Pertanyaan yang sangat mendasar adalah: Mengapa remaja usia 15-19 tahun jadi kelompok paling rentan terinfeksi HIV?
Jawaban yang konkret dari pertanyaan di atas akan jadi acuan untuk mencegah penularan HIV/AIDS pada kelompok remaja usia 15-19 tahun.
Tapi, dalam berita tidak ada penjelasan yang komprehensif tentang faktor yang membuat kelompok remaja usia 15-19 tahun rentan tertular HIV/AIDS.
Celakanya, dalam berita justru risiko penularan HIV/AIDS pada kelompok remaja usia 15-19 tahun dikaitkan dengan mitos (anggapan yang salah) tentang cara penularan HIV/AIDS.
Disebutkan: Mirisnya, cara penularannya sangat memprihatinkan. Mayoritas, penularan HIV pada remaja bisa disebabkan oleh penggunaan narkoba suntik dan seks bebas, terutama dengan sesama jenis.
Tidak ada kaitan antara sifat hubungan seksual, dalam berita ini seks bebas, dengan penularan HIV/AIDS. Penularan HIV/AIDS melalui hubungan seksual bukan karena sifat hubungan seksual (seks bebas), tapi karena kondisi saat terjadi hubungan seksual yaitu salah satu atau keduanya mengidap HIV/AIDS dan laki-laki tidak memakai kondom (lihat matrisk sifat dan kondisi hubungan seksual).
Kalau benar seks bebas (baca: zina) penyebab penularan HIV/AIDS, maka semua pasangan suami istri yang menikah karena hamil duluan sudah jadi pengidap HIV/AIDS.
Faktanya: Tidak!
Maka, penularan HIV/AIDS melalui hubungan seksual bukan karena (sifat hubunga seksual) seks bebas!
Kalau saja kita berpikir jernih dan tidak membalut lidah dengan moral, maka adalah yang realistis kasus HIV/AIDS banyak terdeteksi pada kelompok usia remaja (15-19 tahun) dan kalangan muda (20-49 tahun).
Justru akan ironis jika kasus HIV/AIDS banyak terdeteksi pada usia di bawah 15 tahun dan di kalangan Lansia dengan faktor risiko seks.
Jika kasus banyak terdeteksi pada kalangan di bawah 15 tahun itu artinya orang tua mereka pengidap HIV/AIDS, terutama ayah.
Sedangkan kasus HIV/AIDS banyak pada Lansia dengan faktor risiko seks tentulah menunjukkan perilaku seksual berisiko pada kalangan itu tinggi.
Kasus HIV/AIDS pada remaja usia 15-19 tahun terjadi karena beberapa faktor, antara lain:
- Libido tinggi
- Butuh penyaluran
- Penyaluran hanya bisa tuntas melalui hubungan seksual penetrasi
- Informasi tentang cara-cara penularan dan pencegahan HIV/AIDS dibalut dan dibumbui dengan norma, Â moral dan agama
- Informasi tentang cara-cara penularan dan pencegahan HIV/AIDS yang akurat tidak pernah sampai ke mereka
- Informasi yang menyesatkan adalah mengaitkan seks bebas dan pergaulan bebas dengan penularan HIV/AIDS.
Padahal, risiko tertular HIV/AIDS melalui hubungan seksual bukan karena sifat hubungan seksual. Lihat matriks sifat dan kondisi hubungan seksual di atas.
Selama materi komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) HIV/AIDS dibalut dan dibumbui dengan norma, agama dan moral, maka selama itu pula yang sampai ke masyarakat hanya mitos (anggapan yang salah) tentang HIV/AIDS.
Makanya, jangan heran kalau insiden infeksi HIV baru di Indonesia terus terjadi.
Indonesia merupakan negara keempat di dunia dengan kecepatan pertambahan kasus di belakang Rusia, India dan China berdasarkan data tahun 2018 (aidsmap.com).
Penyebutan cara penularan HIV/AIDS pada remaja karena 'penggunaan narkoba suntik' juga tidak akurat.
Risiko penularan HIV/AIDS melalui 'penggunaan narkoba suntik' (yang lebih tepat: penyalahgunaan) ada kondisi tertentu yaitu penyalahgunaan Narkoba dilakukan dengan jarum suntik secara bersama-sama dengan bergiliran.
Risiko terjadi karena bisa saja di antara mereka ada yang mengidap HIV/AIDS sehingga darah yang mengandung HIV/AIDS masuk ke jarum dan tabung yang selanjutnya disuntikkan oleh penyalahguna berikutnya ke tubuhnya.
Kalau sendirian melakukan penyalahgunaan Narkoba dengan jarum suntik sampai kiamat pun tidak akan ada risiko penularan HIV/AIDS.
Begitu juga dengan penyebutan 'sesama jenis' risiko penularan bukan karena seks dilakukan oleh sesama jenis, dalam hal ini laki-laki dengan seks anal, tapi karena salah satu atau keduanya mengidap HIV/AIDS dan yang menganal tidak memakai kondom. Ini fakta.
Baca juga: 'Remaja Gay' dan 'Waria Muda' Rentan Tertular HIV
Adalah cara yang arif dan bijaksana jika para orang tua di negeri ini berbagi pengalaman dengan remaja dan pemuda tentang cara mereka menyalurkan libido tanpa harus 'seks bebas' (baca: zina) ketika sebelum menikah dan selama dalam ikatan pernikahan.
Tidak ada jalan lain untuk menanggulangi HIV/AIDS di Indonesia selain dengan menyebarkan informasi yang akurat melalui KIE tentang cara-cara penularan dan pencegahan HIV/AIDS. *
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H