Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Hasil Negatif Tes HIV Sebelum Menikah Bukan Vaksin AIDS

18 Oktober 2022   00:07 Diperbarui: 18 Oktober 2022   00:11 362
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. (Sumber: managedhealthcareexecutive.com)

Seorang aktivis di Karawang, Jabar, usulkan tes HIV sebelum menikah, boleh-boleh saja tapi perlu diingat hasil tes HIV yang negatif bukan vaksin AIDS

"Aktivis pencegahan dan perawatan penyakit menular seksual, Iwan Somantri Amintapradja menyatakan sebanyak 260 Ibu Rumah Tangga (IRT) dan 43 Balita di Kabupaten Karawang terdeteksi virus HIV. Hal itu dikarenakan tidak terdeteksinya secara dini terhadap pasangan yang hendak nikah tersebut." Ini ada dalam berita "Dinkes Karawang Bakal Lakukan Tracking Penyebaran HIV/AIDS melalui Transmisi Seksual" di wartakota.tribunnews.com (28/9-2022).

Ada beberapa hal yang patut dipertanyakan terkait dengan pernyataan tersebut, yaitu:

Pertama, apakah semua ibu rumah tangga itu terdeteksi HIV/AIDS ketika hamil pertama?

Kalaupun jawabannya YA, itu tidak berarti salah satu atau keduanya mengidap HIV/AIDS ketika akad nikah karena bisa saja setelah menikah salah satu dari pasangan tersebut, terutama suami, melakukan perilaku seksual atau nonseksual berisiko sehingga tertular HIV/AIDS.

Kedua, apakah bisa dibuktikan secara medis salah satu atau kedua pasangan suami istri tersebut mengidap HIV/AIDS ketika melangsungkan akad nikah?

Tentu saja tidak bisa! Maka, diperlukan konseling pranikah terkait dengan perilaku seksual yang dilakukan oleh konselor yang terlatih agar bisa memperoleh gambaran ril tentang perilaku seksual dan nonseksual mereka terkait dengan risiko tertular HIV/AIDS.

Ketiga, apakah tidak ada kemungkinan salah satu atau kedua pasangan suami-istri tersebut tertular HIV/AIDS setelah menikah?

Tentu saja ada karena biar pun hasil tes HIV negatif saat akad nikah bisa saja salah satu, terutama suami, melakukan perilaku seksual berisiko tertular HIV/AIDS.

Keempat, apakah ada di antara 260 ibu rumah tangga itu yang terdeteksi HIV/AIDS pada hamil yang kedua, ketiga dan seterusnya?

Jika ibu hamil terdeteksi HIV/AIDS pada kehamilan kedua dan seterusnya secara empiris bisa jadi indikasi bahwa suami tertular HIV/AIDS dalam ikatan pernikahan atau setelah akad nikah.

Kelima, apakah ibu dari 43 Balita yang terdeteksi HIV-positif itu merupakan bagian dari 260 ibu rumah tangga yang terdeteksi HIV-positif?

Kalau tidak tentulah ada lagi 43 ibu rumah tangga dan 43 suami yang mengidap HIV/AIDS.

Keenam, apakah suami dari 260 ibu rumah tangga itu menjalani tes HIV?

Kalau jawabannya TIDAK, maka itu artinya Pemkab Karawang, dalam hal ini Dinkes Karawang, membiarkan suami ibu-ibu rumah tangga itu menyebarkan HIV/AIDS di masyarakat. Artinya, 260 suami itu jadi mata rantai penyebaran HIV/AIDS secara horizontal di masyarakat, terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.

Disebukan dalam berita jumlah kumulatif kasus HIV/AIDS di Kab Karawang, Jabar, sebanyak 2.052. Namun, perlu diingat bahwa jumlah kasus yang dilaporkan tidak menggambarkan kasus AIDS yang sebenarnya di masyarakat karena epidemi HIV/AIDS erat kaitannya dengan fenomena gunung es.

Kasus HIV/AIDS yang dilaporkan atau terdeteksi digambarkan sebagai puncak gunung es yang muncul ke atas permukaan air laut, sedangkan kasus HIV/AIDS yang tidak terdeteksi di masyarakat digambarkan sebagai bongkahan gunung es di bawah permukaan air laut (Lihat gambar).

Matriks: Fenomena Gunung Es pada epidemi HV/AIDS. (Foto: Dok Pribadi/Syaiful W. Harahap)
Matriks: Fenomena Gunung Es pada epidemi HV/AIDS. (Foto: Dok Pribadi/Syaiful W. Harahap)

Maka, Pemkab Karawang perlu membuat regulasi yang tidak melawan hukum dan tidak melanggar hak asasi manusia (HAM) untuk mendeteksi warga Karawang yang mengidap HIV/AIDS yang belum terdeteksi.

Langkah ini salah satu cara untuk memutus mata rantai penyebaran HIV/AIDS karena ketika 1 warga pengidap HIV/AIDS terdeteksi, maka 1 mata rantai penyebaran HIV/AIDS diputus. Begitu seterusnya.

Melalui tes HIV yang sesuai dengan standar prosedur operasi tes HIV yang baku warga yang menjalani tes HIV akan menerima konseling sebelum dan sesudah tes HIV apa pun hasil tesnya.

Setelah menerima konseling sebelum pengambilan darah yang akan tes HIV terlebih dahulu menyampaikan ikrar atau janji bahwa jika hasil tes positif HIV, maka mereka akan menghentikan penularan HIV/AIDS mulai dari mereka.

Itu artinya mereka menerima pengobatan dengan obat antiretroviral (ART) atau menerapkan seks aman jika mempunyai istri. Informasi yang komprehensif tentang ART dan seks aman diberikan oleh konselor ketika konseling sesudah tes HIV bagi yang hasil tes positif.

Mencari warga pengidap HIV/AIDS yang belum terdeteksi merupakan langkah di hilir sehingga tidak akan menyelesaikan masalah karena insiden infeksi HIV baru di hulu terus terjadi.

Maka, diperlukan langkah yang konkret di hulu untuk menurunkan insiden infeksi HIV baru, terutama pada laki-laki dewasa melalui hubungan seksual dengan pekerja seks komersial (PSK).

Itu artinya langkah di hilir, mencari warga pengidap HIV/AIDS, dan langkah di hulu, menurunkan insiden infeksi HIV baru, harus simultan yaitu berjalan bersamaan. *

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun