Jika ibu hamil terdeteksi HIV/AIDS pada kehamilan kedua dan seterusnya secara empiris bisa jadi indikasi bahwa suami tertular HIV/AIDS dalam ikatan pernikahan atau setelah akad nikah.
Kelima, apakah ibu dari 43 Balita yang terdeteksi HIV-positif itu merupakan bagian dari 260 ibu rumah tangga yang terdeteksi HIV-positif?
Kalau tidak tentulah ada lagi 43 ibu rumah tangga dan 43 suami yang mengidap HIV/AIDS.
Keenam, apakah suami dari 260 ibu rumah tangga itu menjalani tes HIV?
Kalau jawabannya TIDAK, maka itu artinya Pemkab Karawang, dalam hal ini Dinkes Karawang, membiarkan suami ibu-ibu rumah tangga itu menyebarkan HIV/AIDS di masyarakat. Artinya, 260 suami itu jadi mata rantai penyebaran HIV/AIDS secara horizontal di masyarakat, terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.
Disebukan dalam berita jumlah kumulatif kasus HIV/AIDS di Kab Karawang, Jabar, sebanyak 2.052. Namun, perlu diingat bahwa jumlah kasus yang dilaporkan tidak menggambarkan kasus AIDS yang sebenarnya di masyarakat karena epidemi HIV/AIDS erat kaitannya dengan fenomena gunung es.
Kasus HIV/AIDS yang dilaporkan atau terdeteksi digambarkan sebagai puncak gunung es yang muncul ke atas permukaan air laut, sedangkan kasus HIV/AIDS yang tidak terdeteksi di masyarakat digambarkan sebagai bongkahan gunung es di bawah permukaan air laut (Lihat gambar).
Maka, Pemkab Karawang perlu membuat regulasi yang tidak melawan hukum dan tidak melanggar hak asasi manusia (HAM) untuk mendeteksi warga Karawang yang mengidap HIV/AIDS yang belum terdeteksi.
Langkah ini salah satu cara untuk memutus mata rantai penyebaran HIV/AIDS karena ketika 1 warga pengidap HIV/AIDS terdeteksi, maka 1 mata rantai penyebaran HIV/AIDS diputus. Begitu seterusnya.
Melalui tes HIV yang sesuai dengan standar prosedur operasi tes HIV yang baku warga yang menjalani tes HIV akan menerima konseling sebelum dan sesudah tes HIV apa pun hasil tesnya.