Mobilitas warga dari pelosok desa ke kota dengan berbagai alasan menimbulkan masalah sosial, seperti risiko tertular HIV/AIDS karena perilaku seksual berisiko
Dikatakan Ati (Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Banten dr Ati Pramudji Hastuti-pen.) temuan kasus HIV/AIDS di Provinsi Banten saat ini sudah sampai ke pelosok desa, bahkan di pegunungan. "Sampai di atas puncak gunung di Lebak pun kita menemukan (kasus HIV/AIDS)," ujar Ati. Ini ada dalam berita "Dinkes: Hingga Maret 2022 Ada 13.670 Kasus HIV/AIDS di Banten" di regional.kompas.com (15/9-2022).
Celakanya, dalam berita tidak ada penjelasan tentang: mengapa dan bagaimana kasus HIV/AIDS terdeteksi di pelosok desa sampai di puncak gunung di Lebak.
Pernyataan itu mengesankan HIV/AIDS yang datang ke pelosok desa dan puncak gunung di Lebak, Banten.
Padahal, HIV/AIDS terdeteksi pada warga di pelosok desa dan di puncak gunung. Tentu saja bukan HIV/AIDS yang datang menginfeksi warga di pelosok desa dan di puncak gunung, tapi warga dari pelosok desa dan di puncak gunung pergi ke kota untuk berbagai keperluan, antara lain bekerja di berbagai sektor formal dan informal.
Nah, di kota mereka melakukan perilaku seksual berisiko yang membuat mereka tertular HIV/AIDS.
Mengapa hal itu terjadi?
Banyak warga di Tanah Air yang pernah atau sering melakukan perilaku bersiko karena selama ini informasi tentang HIV/AIDS yang dikemas dalam komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) selalu dibalut dan dibumbui dengan norma, moral dan agama sehingga fakta medis tentang HIV/AIDS hilang. Yang sampai ke masyarakat hanya mitos (anggapan yang salah) tentang HIV/AIDS.
Misanya, mengait-ngaitka 'seks bebas' dengan penularan HIV/AIDS. Seperti dalam berita ini disebutkan: Namun saat ini, penderita HIV/AIDS kebanyakan disebabkan oleh perilaku seks bebas.