Dinkes Sumedang, Jabar, lakukan tes HIV terhadap ibu hamil tapi suami ibu-ibu hamil yang positif HIV tidak jalani tes HIV, mereka sebarkan HIV/AIDS
"Pemeriksaan HIV pada ibu hamil ini menjadi prosedur yang tidak dapat dipisahkan. Hal ini, ditujukan untuk mencegah penyebaran HIV/AIDS pada anak dari kasus prenatal yakni kehamilan." Ini ada dalam berita "Dinkes Sumedang Mendapat Temuan Kasus HIV pada 11 Ibu Hamil" di sumedang.suara.com (5/10-2022).
Pertanyaan yang sangat mendasar untuk Dinkes Sumedang (Jawa Barat/Jabar -- pen.): Apakah suami 11 ibu hamil yang terdeteksi mengidap HIV/AIDS itu jalani tes HIV?
Dalam berita tidak ada penjelasan tentang tes HIV bagi suami ibu-ibu hamil yang terdeteksi mengidap HIV/AIDS.
Maka, kalau jawabannya TIDAK, maka malapetakan terkait penyebaran HIV/AIDS akan terjadi di Sumedang.
Memang, tes HIV pada ibu-ibu hamil bisa menyelamatkan bayi yang mereka kandung agar tidak tertular HIV/AIDS, terutama saat persalinan dan menyusui dengan air susu ibu (ASI).
Mencegah penularan HIV/AIDS dari ibu-hamil-ke-bayi yang dikandungnya dikenal sebagai pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak (PPIA) atau Prevention of Mother-to-Child HIV Transmission (PMTCT). Antara lain pemberian obat antiretroviral (ARV) bagi ibu hamil yang positif HIV dan oparas Caesar ketika melahirkan serta memberikan susu formula untuk bayi yang dilahirkan.
Tapi, Dinkes Sumedang tidak memperhitungkan penyebaran HIV/AIDS yang dilakukan oleh suami dari 11 ibu hamil yang terdeteksi positif HIV (Lihat matriks penyebaran HIV/AIDS dari suami ibu hamil di Sumedang).
PSK). Biar pun di Sumedang tidak ada lokalisasi pelacuran, seperti di era Orba, tidak jaminan di Sumedang tidak ada praktek pelacuran.
Suami-suami ibu hamil itu bisa mempunyai istri yang lain atau pasangan seks. Selain itu bisa pula para suami itu merupakan pelanggan pekerja seks komersial (Soalnya, setelah tempat-tempat pelacuran ditutup di awal reformasi dengan pijakan moral, lokalisasi pelacuran pindah ke media sosial. Transaksi seks dilakukan melalui ponsel. Eksekusi seks terjadi sembarang waktu dan di sembarang tempat yang melibatkan PSK langsung dan PSK tidak langsung.
Yang perlu diperhatikan adalah PSK dikenal ada dua tipe, yaitu:
(1). PSK langsung adalah PSK yang kasat mata yaitu PSK yang ada di lokasi atau lokalisasi pelacuran atau di jalanan. Tapi, sekarang mereka pindah ke media sosial.
(2). PSK tidak langsung adalah PSK yang tidak kasat mata yaitu PSK yang menyaru sebagai cewek pemijat, cewek kafe, cewek pub, cewek disko, anak sekolah, ayam kampus, cewek gratifikasi seks (sebagai imbalan untuk rekan bisnis atau pemegang kekuasaan), PSK high class, cewek prostitusi online yang juga memanfaatkan media sosial untuk transaksi seks.
Seperti tergambar di matriks suami-suami dari ibu hamil yang terdeteksi mengidap HIV/AIDS tapi tidak menjalani tes HIV akan jadi mata rantai penyebaran HIV/AIDS di masyarakat, terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.
Padahal, jika suami-suami itu menjalani tes HIV mata rantai penyebaran HIV/AIDS bisa diputus, antara lain dengan meminum obat antiretroviral (ARV) dan konseling pasca tes tentang mencegah penularan HIV/AIDS melalui perilaku berisiko.
Beberapa kasus menunjukkan suami ibu hamil yang terdeteksi positif HIV menolak untuk jalani tes HIV. Di Kabupaten Lebak, Banten, misalnya justru ada suami yang meninggalkan istri dan anak-anaknya ketika diberitahu kalau istrinya yang hamil positif HIV.
Baca juga: AIDS di Lebak, Lagi-lagi Ibu Rumah Tangga yang Jadi Korban
Laporan Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Nasional tahun 2013 menunjukkan sampai akhir tahun 2021 ada 6,7 juta laki-laki di Tanah Air yang jadi pelanggan PSK. Dari jumlah ini 4,9 juta di antaranya mempunyai istri (bali.antaranews.com, 9/4-2013).
Itu artinya ada 4,9 juta istri yang berisiko tertular HIV/AIDS dari suaminya yang merupakan pelanggan PSK.
Karena Dinkes Sumedang tidak melakukan tes terhadap 11 suami itu, maka jumlah perempuan yang berisiko tertular HIV/AIDS di Sumedang khususnya dan di Indonesia umumnya akan terus bertambah.
Sudah saatnya Dinkes Sumedang mengubah paradigma berpikir agar yang dites duluan suami perempuan hamil yang berobat ke fasilitas layanan kesehatan (Fasyaknes) pemerintah sehingga tidak ada alasan lagi bagi suami-suami itu menolak tes HIV. *
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H