Yang perlu diperhatikan adalah PSK dikenal ada dua tipe, yaitu:
(1). PSK langsung adalah PSK yang kasat mata yaitu PSK yang ada di lokasi atau lokalisasi pelacuran atau di jalanan. Tapi, sekarang mereka pindah ke media sosial.
(2). PSK tidak langsung adalah PSK yang tidak kasat mata yaitu PSK yang menyaru sebagai cewek pemijat, cewek kafe, cewek pub, cewek disko, anak sekolah, ayam kampus, cewek gratifikasi seks (sebagai imbalan untuk rekan bisnis atau pemegang kekuasaan), PSK high class, cewek prostitusi online yang juga memanfaatkan media sosial untuk transaksi seks.
Seperti tergambar di matriks suami-suami dari ibu hamil yang terdeteksi mengidap HIV/AIDS tapi tidak menjalani tes HIV akan jadi mata rantai penyebaran HIV/AIDS di masyarakat, terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.
Padahal, jika suami-suami itu menjalani tes HIV mata rantai penyebaran HIV/AIDS bisa diputus, antara lain dengan meminum obat antiretroviral (ARV) dan konseling pasca tes tentang mencegah penularan HIV/AIDS melalui perilaku berisiko.
Beberapa kasus menunjukkan suami ibu hamil yang terdeteksi positif HIV menolak untuk jalani tes HIV. Di Kabupaten Lebak, Banten, misalnya justru ada suami yang meninggalkan istri dan anak-anaknya ketika diberitahu kalau istrinya yang hamil positif HIV.
Baca juga: AIDS di Lebak, Lagi-lagi Ibu Rumah Tangga yang Jadi Korban
Laporan Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Nasional tahun 2013 menunjukkan sampai akhir tahun 2021 ada 6,7 juta laki-laki di Tanah Air yang jadi pelanggan PSK. Dari jumlah ini 4,9 juta di antaranya mempunyai istri (bali.antaranews.com, 9/4-2013).
Itu artinya ada 4,9 juta istri yang berisiko tertular HIV/AIDS dari suaminya yang merupakan pelanggan PSK.
Karena Dinkes Sumedang tidak melakukan tes terhadap 11 suami itu, maka jumlah perempuan yang berisiko tertular HIV/AIDS di Sumedang khususnya dan di Indonesia umumnya akan terus bertambah.
Sudah saatnya Dinkes Sumedang mengubah paradigma berpikir agar yang dites duluan suami perempuan hamil yang berobat ke fasilitas layanan kesehatan (Fasyaknes) pemerintah sehingga tidak ada alasan lagi bagi suami-suami itu menolak tes HIV. *