Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Laki-laki Warga Kabupaten Berau Kaltim yang Pernah Seks dengan Perempuan Pemijat Dianjurkan Tes HIV

3 Oktober 2022   00:07 Diperbarui: 3 Oktober 2022   00:06 625
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. (Sumber: dailymaverick.co)

Dilaporkan dua perempuan pemijat di Kab Berau, Kaltim, idap HIV/AIDS sehingga laki-laki yang pernah atau sering seks dengan pemijat dianjurkan tes HIV

"Masyarakat Kabupaten Berau, Kalimantan Timur diminta mewaspadai penyebaran penyakit HIV/AIDS." Ini ada dalam berita "Duh, Pengidap HIV di Kabupaten Berau Bekerja di Panti Pijat Plus-Plus" di liputan6.com (9/9-2022).

Padahal, seperti disebutkan dalam berita ada pengidap HIV/AIDS yang bekerja di panti pijat.

Dilaporkan oleh Dinkes Berau dari tahun 2020 sampai 2022 sudah banyak 60 warga terdeteksi mengidap HIV/AIDS yang tersebar di berbagai wilayah di Berau.

Namun, perlu diingat bahwa jumlah kasus yang dilaporkan (60) tidak menggambarkan jumlah kasus yang sebenarnya di masyarakat karena karena epidemi HIV/AIDS erat kaitannya dengan fenomena gunung es.

Kasus HIV/AIDS yang dilaporkan atau terdeteksi digambarkan sebagai puncak gunung es yang muncul ke atas permukaan air laut, sedangkan kasus HIV/AIDS yang tidak terdeteksi di masyarakat digambarkan sebagai bongkahan gunung es di bawah permukaan air laut (Lihat gambar).

Gambar: Fenomena Gunung Es pada epidemi HV/AIDS. (Foto: Dok Pribadi/Syaiful W. Harahap)
Gambar: Fenomena Gunung Es pada epidemi HV/AIDS. (Foto: Dok Pribadi/Syaiful W. Harahap)

Maka, jika memakai paradigma berpikir yang jernih bukan meminta mewaspadai penyebaran penyakit HIV/AIDS, tapi menganjurkan agar laki-laki yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual tanpa kondom dengan pemijat supaya segera menjalani tes HIV.

Soalnya, kalau ada di antara laki-laki heteroseksual yang tertular HIV/AIDS dari pemijat, maka mereka jadi mata rantai penyebaran HIV/AIDS di masyarakat.

Yang beristri akan menularkan HIV/AIDS ke istrinya yang selanjutnya menularkan HIV/AIDS kepada bayi yang dikandung istrinya kelak. Bahkan, ada laki-laki yang beristri lebih dari satu sehingga jumlah perempuan yang berisiko tertular HIV/AIDS pun kian banyak.

Dalam berita disebutkan: Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Berau Totoh Hermanto melalui Kabid Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Garna Sudarsono mengatakan, ada beberapa kesulitan pihaknya dalam pengawasan dan penanganan.

Jika yang dimaksud dengan pengawasan adalah mengawasi gerak-gerik atau kehidupan sehari-hari pemijat yang mengidap HIV/AIDS itu merupakan perbuatan yang melawan hukum dan pelanggaran terhadap hak asasi manusia (HAM).

Begitu juga dengan penanganan ketika seseorang menjalani tes HIV yang sesuai dengan standar prosedur operasi tes HIV yang baku, maka yang terdeteksi HIV-positif akan menerima konsleing pasca tes dan pengobatan dengan obat antriretroviral (ART).

Sedangkan yang HIV-negatif akan menerima konseling pasca tes berupa informasi yang akurat berpijak pada fakta medis tentang perilaku berisiko tertular HIV/AIDS agar yang bersangkutan tidak melakukannya.

Letak geografis Kabupaten Berau di Kalimantan Timur. (Sumber: semuatentangprovinsi.blogspot.com)
Letak geografis Kabupaten Berau di Kalimantan Timur. (Sumber: semuatentangprovinsi.blogspot.com)

Disebutkan pula oleh Garna: "Karena saat ini, banyak sebaran panti pijat yang liar dan tidak terjangkau oleh kami. Belum lagi, pengidap yang menyediakan jasa seks komersial melalui media sosial."  

Biarpun ada penyediaan jasa seks komersial melalui media sosial persoalan bukan pada penyedia, tapi laki-laki yang membeli seks. Ini terjadi karena sejak awal epidemi 35 tahun yang lalu sosialisasi tentang HIV/AIDS sudah dilakukan, tapi hasilnya nol besar.

Hal itu terjadi karena selama ini materi komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) tentang HIV/AIDS selalu dibalut dan dibumbui dengan norma, moral dan agama sehingga fakta medis tentang cara-cara penularan dan pencegahan HIV/AIDS sesuai dengan fakta medis hilang. Yang sampai ke masyarakat hanya mitos (anggapan yang salah).

Misalnya, mengait-ngaitkan penularan HIV/AIDS dengan 'seks bebas,' zina, selingkuh, seks pranikah, melacur dan homseksual. Padahal, penularan HIV/AIDS bukan karena sifat hubungan seksual ('seks bebas,' zina, selingkuh, seks pranikah, melacur dan homseksual), tapi karena kondisi saat terjadi hubungan seksual yaitu salah satu atau keduanya mengidap HIV/AIDS dan laki-laki tidak memakai kondom (Lihat matriks sifat dan kondisi hubungan seksual).

Matriks: Sifat Hubungan Seksual dan Kondisi Saat Terjadi Hubungan Seksual Terkait Risiko Penularan HIV/AIDS. (Foto: Dok Pribadi/Syaiful W. Harahap)
Matriks: Sifat Hubungan Seksual dan Kondisi Saat Terjadi Hubungan Seksual Terkait Risiko Penularan HIV/AIDS. (Foto: Dok Pribadi/Syaiful W. Harahap)

Di bagian lain Garna mengatakan: "Panti pijat yang tidak melaporkan pekerjanya, ini yang dikhawatirkan berpotensi menyebarkan virus HIV di mana-mana."

Pernyataan di atas jelas ngawur karena pemijat pemijat yang mengidap HIV/AIDS tidak ke mana-mana. Mereka justru menunggu laki-laki. Maka, yang menyebarkan HIV/AIDS adalah laki-laki yang tertular HIV/AIDS dari pemijat yang mengidap HIV/AIDS (lihat matriks penyebaran HIV/AIDS di Berau).

Matriks: Penyebaran HIV/AIDS di Kab Berau, Kaltim, Melalui Laki-laki Heteroseksual yang Tertular dari 2 Pemijat Pengidap HIV/AIDS
Matriks: Penyebaran HIV/AIDS di Kab Berau, Kaltim, Melalui Laki-laki Heteroseksual yang Tertular dari 2 Pemijat Pengidap HIV/AIDS

Selain itu ada pula laki-laki pengidap HIV/AIDS, ini bisa warga Berau kalau pemijat tertular HIV/AIDS di Berau, yang menularkan HIV/AIDS ke perempuan pemijat.

Dalam kehidupan sehari-hari laki-laki heteroseksual yang menularkan HIV/AIDS ke perempuan pemijat dan laki-laki heteroseksual yang tertular HIV/AIDS dari perempuan pemijat bisa sebagai seorang suami. Maka, ada risiko penularan HIV/AIDS ke istrinya. Bahkan, ada laki-laki yang beristri lebih dari satu sehingga jumlah perempuan yang berisiko tertular HIV/AIDS kian banyak.

Itu artinya persoalan bukan pada peremua pemijat yang mengidap HIV/AIDS, tapi pada laki-laki heteroseksual yang menularkan HIV/AIDS ke perempuan pemijat dan laki-laki heteroseksual yang tertular HIV/AIDS dari perempuan pemijat.

Maka, yang perlu dilakukan Dinkes Berau adalah menyebarkan informasi yang mengajak laki-laki warga Berau yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual dengan perempuan pemijat agar segera mejalani tes HIV secara sukarela.

Selain itu perlu pula regulasi, misalnya peraturan daerah (Perda), yang mewajibkan suami perempuan hamil untuk menjalani tes HIV. Soalnya, di beberapa daerah suami perempuan hamil yang terdeteksi mengidap HIV/AIDS menolak untuk menjalani tes HIV.

Akibatnya, suami ibu hamil pengidap HIV/AIDS yang tidak mau tes HIV akan jadi mata rantai penyebaran HIV/AIDS di masyarakat terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.

Disebutkan pula: Namun hingga saat ini, pihaknya (Dinkes Berau-pen.) belum kembali melakukan survey dan screening ke sejumlah panti pijat.

Yang perlu diingat adalah kalau ada perempuan pemijat yang terdeteksi mengidap HIV/AIDS, yang jadi masalah besar bukan pemijat itu tapi laki-laki dewasa warga Berau yang menularkan HIV/AIDS ke perempuan pemijat dan yang tertular HIV/AIDS dari perempuan pemijat.

Kalau fokus Dinkes Berau hanya terhadap perempuan pemijat yang mengidap HIV/AIDS, itu sama saja dengan membiarkan penyebaran HIV/AIDS terus terjadi di Berau karena warga Berau yang menularkan HIV/AIDS ke perempuan pemijat dan yang tertular HIV/AIDS dari perempuan pemijat jadi mata rantai penyebaran HIV/AIDS di Berau.

Penyebaran HIV/AIDS oleh warga yang mengidap HIV/AIDS yang tidak terdeteksi tanpa mereka sadari karena tidak ada tanda-tanda, ciri-ciri atau gejala-gejala yang khas HIV/AIDS pada fisik dan keluhan kesehatan sebelum masa AIDS (secara statisti antara 5-15 tahun setelah tertular HIVjika tidak menjalani ART).

Penyebaran HIV/AIDS yang terjadi secara diam-diam itu bak 'bom waktu' yang kelak bermuara sebagai 'ledakan AIDS' di Berau. *

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun