Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Penularan HIV/AIDS Melalui Hubungan Seksual Bukan Karena Sifat Hubungan Seksual

26 September 2022   00:07 Diperbarui: 26 September 2022   00:31 707
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Matriks: Sifat Hubungan Seksual dan Kondisi Saat Hubungan Seksual Terkait dengan Risiko Penularan HIV/AIDS. (Foto: Dok Pribadi/Syaiful W. Harahap)

Pemakaian terminologi 'seks bebas' yang terus terjadi dan kian meluas menyuburkan mitos terkati IMS dan HIV/AIDS serta berbagai aspek la

Berita tentang "Satu Keluarga di Bengkulu Terinfeksi HIV" di kompas.tv (23/9-2022) tetap saja mengedepankan mitos (anggapan yang salah) terkait dengan penularan HIV/AIDS.

Dalam berita disebutkan: Tingginya kasus HIV di Bengkulu dinilai karena pola pergaulan bebas dikalangan anak muda, serta minimnya kesadaran akan bahaya virus HIV.

Pertama, kasus terdeteksi pada keluarga yang terdiri atas ayah, ibu dan anak. Mengapa dikaitkan dengan 'pergaulan bebas dikalangan anak muda'?

Kedua, 'pergaulan bebas dikalangan anak muda' tidak otomatis sebagai media atau faktor risiko penularan HIV/AIDS karena penularan HIV/AIDS melalui hubungan seksual bukan karena sifat hubungan seksual (pergaulan bebas dikalangan anak muda), tapi karena kondisi saat terjadi hubungan seksual (Lihat matriks sifat dan kondisi hubungan seksual).

Matriks: Sifat Hubungan Seksual dan Kondisi Saat Hubungan Seksual Terkait dengan Risiko Penularan HIV/AIDS. (Foto: Dok Pribadi/Syaiful W. Harahap)
Matriks: Sifat Hubungan Seksual dan Kondisi Saat Hubungan Seksual Terkait dengan Risiko Penularan HIV/AIDS. (Foto: Dok Pribadi/Syaiful W. Harahap)

Masalah lain terkait berita tentang HIV/AIDS adalah tidak menyebutkan penyebab kematian pengidap HIV/AIDS sehingga dikesankan kematian pengidap HIV/AIDS karena HIV/AIDS. Ini menyesatkan.

Kematian pengidap HIV/AIDS terjadi karena penyakit-penyakit yang diderita pada masa AIDS (secara statistik antara 5-15 tahun setelah tertular HIV jika tidak meminum obat antiretroviral/ARV) yang disebut sebagai infeksi oportunistik, seperti diare, pneumonia, TB dan lain-lain.

Dalam berita ini disebutkan: Namun sayang, sang anak akhirnya meninggal dunia akibat infeksi virus HIV. Tentu saja pernyataan ini tidak benar.

Dalam berita tidak ada penjelesan tentang penyakit penyebab kematian 'sang anak' dari keluarga yang terdeteksi HIV/AIDS tersebut.

Selain itu dalam berita juga tidak ada keterangan tentang faktor risiko yang menyebabkan keluarga itu tertular HIV/AIDS.

Dalam berita "Apa itu Seks Bebas? Ketahui Penyebab dan Dampak Buruknya" (suara.com, 30/10-2020) disebutkan: Terlepas dari konstruksi sosialnya, seks bebas seringkali mengacu pada seks yang tidak aman, dan akan membawa dampak negatif pada setiap pelakunya.

Pernyataan di atas jelas tidak akurat karena 'seks bebas' tidak sama dengan 'seks yang tidak aman' karena hubungan seksual dalam ikatan pernikahan yang sah secara agama dan negara pun bisa terjadi 'seks yang tidak aman.' (Lihat perilaku seksual berisiko tertular HIV/AIDS di bawah ini):

(1). Laki-laki dewasa heteroseksual yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual penetrasi (seks vaginal, seks anal dan seks oral), di dalam nikah, dengan perempuan yang berganti-ganti yang tidak diketahui status HIV-nya dengan kondisi laki-laki tidak memakai kondom,

(2). Perempuan dewasa heteroseksual yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual penetrasi (seks vaginal, seks anal dan seks oral), di dalam nikah, dengan laki-laki yang berganti-ganti yang tidak diketahui status HIV-nya dengan kondisi laki-laki tidak memakai kondom,

(3). Laki-laki dewasa heteroseksual yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual penetrasi (seks vaginal, seks anal dan seks oral), di luar nikah, dengan perempuan yang berganti-ganti yang tidak diketahui status HIV-nya dengan kondisi laki-laki tidak memakai kondom,

(4). Perempuan dewasa heteroseksual yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual penetrasi (seks vaginal, seks anal dan seks oral), di luar nikah, dengan laki-laki yang berganti-ganti yang tidak diketahui status HIV-nya dengan kondisi laki-laki tidak memakai kondom,

(5). Laki-laki dewasa heteroseksual yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual penetrasi (seks vaginal, seks anal dan seks oral) dengan perempuan yang sering berganti-ganti pasangan, dalam hal ini pekerja seks komersial (PSK) langsung dan PSK tidak langsung, cewek prostitusi online, yang tidak diketahui status HIV-nya dengan kondisi laki-laki tidak memakai kondom, 

(6). Laki-laki dewasa heteroseksual yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual penetrasi (seks anal dan seks oral) dengan waria yang tidak diketahui status HIV-nya. Sebuah studi di Kota Surabaya tahun 1990-an menunjukkan pelanggan waria kebanyak laki-laki beristri. Mereka jadi 'perempuan' ketika seks denga waria (ditempong), sedangkan waria jadi 'laki-laki' (menempong),

(7). Perempuan dewasa heteroseksual yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual penetrasi (seks vaginal, seks anal dan seks oral) dengan waria heteroseksual yang tidak diketahui status HIV-nya dengan kondisi waria tidak memakai kondom,

(8). Perempuan dewasa heteroseksual yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual penetrasi (seks vaginal, seks anal dan seks oral) dengan gigolo yang tidak diketahui status HIV-nya dengan kondisi gigolo tidak memakai kondom,

(9). Laki-laki dewasa homoseksual yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual penetrasi (seks anal dan seks oral) dengan pasangan yang berganti-ganti yang tidak diketahui status HIV-nya dengan kondisi yang menganal tidak memakai kondom, 

(10). Laki-laki dewasa biseksual yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual penetrasi (seks anal, seks vaginal dan seks oral) dengan laki-laki atau perempuan yang berganti-ganti yang tidak diketahui status HIV-nya dengan kondisi tidak memakai kondom. 

Disebutkan pula dalam berita: Sederhananya, pengertian seks bebas yang biasa dikenal di masyarakat Indonesia adalah perilaku seksual yang dilakukan di luar nikah. Dan di dalam praktiknya, hal tersebut bisa terjadi antara satu pasangan atau satu orang dengan berganti-ganti pasangan.

Coba simak perilaku seksual berisiko tertular HIV/AIDS di atas tidak selalu terkait engan hubungan seksual di luar nikah.

Disebutkan pula: Dampak Seks Bebas. Seks bebas sering dikaitkan sebagai perilaku seks yang berisiko tinggi terkena infeksi menular seksual atau IMS. IMS ini ditularkan dari satu orang ke orang lainnya melalui aktivitas seks, baik melalui vaginal, oral, ataupun anal.

IMS adalah infeksi menular seksual yaitu penyakit-penyakit infeksi yang ditularkan melalui hubungan seksual, di dalam dan di luar nikah, antara pengidap IMS ke orang lain dengan kondisi laki-laki tidak memakai kondom, yaitu: kencing nanah (GO), raja singa (sifilis), klamdia, jengger ayam, virus hepatitis B, virus kanker serviks, trikomona, herpes genitalis, dan kutil kelamin.

Lagi-lagi pernyataan di atas ngawur karena risiko penularan IMS bukan karena sifat hubungan seksual (seks bebas), tapi kondisi saat terjadi hubungan seksual, di dalam dan di luar nikah, yaitu salah satu atau keduanya mengidap IMS dan laki-laki tidak memakai kondom.

Ini judul berita di http://kkn.undip.ac.id/?p=319002 (10/8-2022): MILENIAL RAWAN SEX BEBAS! Mahasiswa KKN TIM II UNDIP Selenggarakan Penyuluhan "Bahaya Seks Bebas" kepada Karang Taruna Kelurahan Bugel Salatiga.

Jika 'seks bebas' dalam pernyataan di atas dimaksudkan hubungan seksual di luar nikah, maka pernyataan itu tidak bertumpu pada realitas sosial.

Selain itu tidak ada perbandingan dengan 'seks bebas' di kalangan dewasa yang bisa dilihat dengan indikator kasus HIV/AIDS pada ibu rumah tangga.

Di tempat-tempat pelacuran laki-laki yang paling banyak adalah dari kalangan dewasa dan beistri. Sebuah studi di Surabaya awal tahun 1990-an menunjukkan pelanggan waria umumnya laki-laki beristri.

Yang luput dari pemateri adalah dorongan seks (libido) di masa remaja yang sangat kuat. Penyaluran libido ini hanya bisa dilakukan melalui hubungan seksual penetrasi (seks vaginal) atau 'seks swalayan' (onani pada laki-laki dan masturbasi pada peremuan). Tapi, 'seks swalayan' tidak menuntaskan dorongan libido.

Lagi pula adalah cara yang arif dan bijaksana kalau para mahasiswa membagi pengalaman cara mengatasi libido sehingga tidak disalurkan melalui hubungan seksual di luar nikah. *

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun