Tapi, pihak-pihak terkait juga harus memberikan informasi yang akurat. Sumber-sumber berita tentang JA juga tidak ada yang mengaitkan kasus HIV/AIDS pada JA dengan penyebaran HIV/AIDS di Kota Medan.
Kalau saja ada sumber berita yang memberikan data tentang jumlah ibu rumah tangga yang mengidap HIV/AIDS di Kota Medan khususnya dan di Sumut umumnya, maka data itu bisa ditarik ke fakta yang melibatkan JA dengan kondisi mengidap HIV/AIDS.
Di satu sisi pemberitaan gencar tentang JA, tapi di sisi lain dikesankan tidak ada dampak buruk kondisi JA ke masyarakat dengan kondisi mengidap HIV/AIDS dan dijadikan kerabatnya sebagai 'budak seks.'
Berdasarkan data yang diolah dari laporan siha.kemkes.go.id posisi Sumut secara nasional dalam jumlah kumulatif kasus HIV/AIDS ada di peringkat ke-7 yaitu sebanyak 27.414 yang terdiri atas 22.886 HIV dan 4.528 AIDS (Lihat tabel 10 provinsi dengan kasus terbanyak).
Yang perlu diingat jumlah kasus yang dilaporkan (27.414) tidak menggambarkan jumlah kasus HIV/AIDS yang sebenarnya di masyarakat karena epidemi HIV/AIDS erat kaitannya dengan fenomena gunung es.
Kasus HIV/AIDS yang dilaporkan atau terdeteksi digambarkan sebagai puncak gunung es yang muncul ke atas permukaan air laut, sedangkan kasus HIV/AIDS yang tidak terdeteksi di masyarakat digambarkan sebagai bongkahan gunung es di bawah permukaan air laut (Lihat gambar).
Kasus yang tidak terdeteksi termasuk laki-laki yang menularkan HIV/AIDS ke JA dan laki-laki yang tertular HIV/AIDS dari JA. Mereka ini jadi mata rantai penyebaran HIV/AIDS di masyarakat, terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah. Antara lain ke istri, pacar, selingkuhan bahkan ke PSK.
Tanpa langkah yang konkret untuk mendeteksi warga Kota Medan khususnya dan Sumut umumnya yang mengidap HIV/AIDS tapi tidak terdeteksi, penyebaran HIV/AIDS bagaikan 'bom waktu' yang kelak bermuara pada 'ledakan AIDS.' *