"Hari gini" masih saja ada berita yang menyesatkan yaitu mengait-ngaitkan ciri, tanda atau gejala HIV/AIDS dengan penularan HIV/AIDS
"HIV AIDS Sudah Bersarang di Tubuh Apabila Seseorang Alami 9 Gejala Ini, Cepat Kenali Tanda Awal dan Gejalanya!" Ini judul berita di portalsulut.pikiran-rakyat.com (12/9-2022).
Astaga, judul berita ini dalam jurnalistik disebut misleading atau menyesatkan karena yang selalu disebut ciri-ciri, tanda-tanda atau gejala-gejala terkait dengan HIV/AIDS tidak otomatis menunjukkan yang mengalami gejala itu sudah tertular HIV/AIDS kalau tidak ada prakondisi.
Dalam berita disebut gejala awal HIV dapat meliputi:
- demam
- panas dingin
- pembengkakan kelenjar getah bening
- sakit dan nyeri
- ruam kulit
- sakit tenggorokan
- sakit kepala
- mual
- sakit perut
Banyak orang yang mengalami gejala-gejala di atas, bahkan berulang kali tapi sama sekali tidak terkait dengan infeksi HIV/AIDS.
Baca juga: Ngeri Kali Judul Berita HIV/AIDS Ini
Jika ciri-ciri, tanda-tanda atau gejala-gejala terkait dengan HIV/AIDS pada seseorang dikaitkan dengan HIV/AIDS, maka orang tersebut harus pernah atau sering melakukan perilaku seksual berisiko, seperti di bawah ini:
(1). Laki-laki atau perempuan dewasa heteroseksual yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual penetrasi (seks vaginal, seks anal dan seks oral), di dalam dan di luar nikah, dengan pasangan yang berganti-ganti yang tidak diketahui status HIV-nya dengan kondisi laki-laki tidak memakai kondom,
(2). Laki-laki dewasa heteroseksual yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual penetrasi (seks vaginal, seks anal dan seks oral) dengan perempuan yang serng berganti-ganti pasangan, dalam hal ini pekerja seks komersial (PSK) langsung dan PSK tidak langsung, cewek prostitusi online, yang tidak diketahui status HIV-nya dengan kondisi laki-laki tidak memakai kondom,Â
(3). Laki-laki dewasa heteroseksual yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual penetrasi (seks anal dan seks oral) dengan waria yang tidak diketahui status HIV-nya. Sebuah studi di Kota Surabaya tahun 1990-an menunjukkan pelanggan waria kebanyak laki-laki beristri. Mereka jadi 'perempuan' ketika seks denga waria (ditempong), sedangkan waria jadi 'laki-laki' (menempong),
(4). Perempuan dewasa heteroseksual yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual penetrasi (seks vaginal, seks anal dan seks oral) dengan waria (heteroseksual) yang tidak diketahui status HIV-nya dengan kondisi waria tidak memakai kondom,
(5). Perempuan dewasa heteroseksual yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual penetrasi (seks vaginal, seks anal dan seks oral) dengan gigolo yang tidak diketahui status HIV-nya dengan kondisi gigolo tidak memakai kondom,
(6). Laki-laki atau perempuan dewasa biseksual yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual penetrasi (seks vaginal, seks anal dan seks oral) dengan pasangan yang berganti-ganti yang tidak diketahui status HIV-nya dengan kondisi laki-laki tidak memakai kondom,Â
(7). Laki-laki dewasa homoseksual yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual penetrasi (seks anal dan seks oral) dengan pasangan yang berganti-ganti yang tidak diketahui status HIV-nya dengan kondisi yang menganal tidak memakai kondom,Â
Maka, sesorang yang mengalami ciri-ciri, tanda-tanda atau gejala-gejala yang disebut terkait dengan HIV/AIDS, bahkan berulang, tapi tidak pernah melakukan salah satu atau beberapa perilaku berisiko di atas, maka ciri-ciri, tanda-tanda atau gejala-gejala yang dialami yang bersangkutan sama sekali tidak terkait dengan infeksi HIV.
Sebaliknya, seseorang yang pernah atau sering melakukan salah satu atau beberapa perilaku berisiko seksual biarpun tanpa ciri-ciri, tanda-tanda atau gejala-gejala yang disebut terkait dengan HIV/AIDS tidak berarti yang bersangkutan bebas HIV/AIDS.
Soalnya, seseorang yang pernah atau sering melakukan salah satu atau beberapa perilaku seksual berisiko di atas ada pada kondisi berisiko tinggi tertular HIV/AIDS. Maka, bagi seseorang yang pernah atau sering melakukan salah satu atau beberapa perilaku seksual berisiko biarpun tanpa ciri-ciri, tanda-tanda atau gejala-gejala dianjurkan menjalani tes HIV secara sukarela.
Baca juga: Informasi tentang Ciri HIV yang Menakutkan Sekaligus Menyesatkan
Dalam berita disebutkan pula: Virus ini juga dapat ditularkan melalui transfusi darah atau transplantasi organ dan jaringan. Namun, pengujian HIV yang ketat di antara donor darah, organ, dan jaringan memastikan bahwa hal ini sangat jarang terjadi.
Kalau saja wartawan yang menulis berita ini mewawancarai dokter yang khusus menangani HIV/AIDS dan melihat realitas sosial di tempat transfuse darah, maka akan diperoleh informasi yang akurat berupa realitas sosial di social settings.
Di PMI, misalnya, tidak ada skiring awal tentang perilaku seksual calon donor. Soalnya, kalau calon donor pernah melakukan salah satu atau beberapa perilaku seksual berisiko tinggi tertular HIV/AIDS di bawah tiga bulan sebelum mendonorkan darahnya, maka hasil rapid tes HIV terhadap darah donor bisa menghasilkan positif palsu atau negatif palsu.
Tertular HIV/AIDS di bawah tiga bulan ada pada masa jendela sehingga hasil tes bisa positif palsu yaitu hasil tes reaktif tapi sebenarnya yang terdeteksi bisa saja virus lain. Sebaliknya, hasil tes di masa jendela bisa pula negatif palsu. HIV/AIDS sudah ada di darah tapi hasil tes nonreaktif. Itulah sebabnya untuk diagnosis hasil tes HIV pertama harus dikonfirmasi dengan tes lain.
Bayangkan, darah yang ditransfusikan ternyata darah donor dengan hasil tes negatif palsu. Ini tentu saja membawa bencana karena yang menerima transfusi berisiko tertular HIV/AIDS dari darah donor tadi. Probabilitas tertular melalui darah di atas 90%.
Sangat disayangkan 'hari gini' masih saja ada wartawan yang menulis berita yang menyesatkan dan redakturnya pun meloloskan berita dengan klassifikasi misleading. *
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H