Di PMI, misalnya, tidak ada skiring awal tentang perilaku seksual calon donor. Soalnya, kalau calon donor pernah melakukan salah satu atau beberapa perilaku seksual berisiko tinggi tertular HIV/AIDS di bawah tiga bulan sebelum mendonorkan darahnya, maka hasil rapid tes HIV terhadap darah donor bisa menghasilkan positif palsu atau negatif palsu.
Tertular HIV/AIDS di bawah tiga bulan ada pada masa jendela sehingga hasil tes bisa positif palsu yaitu hasil tes reaktif tapi sebenarnya yang terdeteksi bisa saja virus lain. Sebaliknya, hasil tes di masa jendela bisa pula negatif palsu. HIV/AIDS sudah ada di darah tapi hasil tes nonreaktif. Itulah sebabnya untuk diagnosis hasil tes HIV pertama harus dikonfirmasi dengan tes lain.
Bayangkan, darah yang ditransfusikan ternyata darah donor dengan hasil tes negatif palsu. Ini tentu saja membawa bencana karena yang menerima transfusi berisiko tertular HIV/AIDS dari darah donor tadi. Probabilitas tertular melalui darah di atas 90%.
Sangat disayangkan 'hari gini' masih saja ada wartawan yang menulis berita yang menyesatkan dan redakturnya pun meloloskan berita dengan klassifikasi misleading. *
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H