Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Penularan HIV/AIDS Melalui Hubungan Seksual Bukan karena Perilaku Menyimpang

10 September 2022   00:05 Diperbarui: 10 September 2022   00:10 421
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. (Sumber: kilyos.com.br)

Judul berita merupakan panafsiran sepihak pihak media karena dalam berita tidak ada disebutkan apa yang ditulis di judul berita

"Ratusan Warga Bandung Positif HIV, Penyebabnya Perilaku Menyimpang" Ini judul berita di detik.com (5/9-2022).

Celakanya, dalam berita tidak ada disebut 'Penyebabnya Perilaku Menyimpang' sehingga judul berita ini bisa jadi interpretasi sepihak oleh wartawan atau redaktur.

Lagi pula 'perilaku menyimpang' merupakan istilah yang sarat dengan moral karena dalam aspek seksual tidak ada istilah 'seks menyimpang' atau 'perilaku menyimpang.'

Selain itu penularan HIV/AIDS melalui hubungan seksual bukan karena sifat hubunngan seksual (di luar nikah, zina, melacur, seks menyimpang, seks bebas, perilaku menyimpang dan lain-lain), tapi karena kondisi saat terjadi hubungan seksual yaitu salah satu atau keduanya mengidap HIV/AIDS dan laki-laki tidak memakai kondom. Ini fakta (Lihat matriks sifat dan kondisi hubungan seksual).

Matriks: Sifat dan kondisi hubungan seksual terkait dengan risiko penularan HIV/AIDS. (Sumber: Dok Pribadi/Syaiful W. Harahap)
Matriks: Sifat dan kondisi hubungan seksual terkait dengan risiko penularan HIV/AIDS. (Sumber: Dok Pribadi/Syaiful W. Harahap)

Dalam berita disebut: Dia (Hanhan Siti Hasanah, Kabid Penyediaan Pelayanan Kesehatan Dinkes Kabupaten Bandung, Jabar-pen.) menambahkan penyebab penyebaran HIV adalah adanya seks bebas.

Lagi-lagi penyebutan 'seks bebas' yang tidak jelas makna dan artinya. Tidak ada penjelasan yang akurat tantang arti 'seks bebas' karena istrilah ini sendiri ngaco bin ngawur.  Soalnya, dalam kamus-kamus Bahasa Inggris tidak ada entri free sex. Yang ada adalah free love (The Advanced Learner's Dictionary of Current English, A.S. Hornby, E.V. Gatenby, H. Wakefield, Second Edition, Oxford University Press, London, 1963. Disebutkan free love = sexual relations without marriage yaitu hubungan seksual tanpa nikah (halaman 397).

Lagi pula seperti dijelaskan di atas penularan HIV/AIDS melalui hubungan seksual bukan karena sifat hubungan seksual (seks bebas), tapi karena kondisi saat terjadi hubungan seksual.

Itu artinya narasumber dan berita ini sudah menyebarkan hoaks yang menyesatkan masyarakat dan menyuburkan mitos (anggapan yang salah) tentang (cara penularan) HIV/AIDS.

Di bagian lain disebutkan pula: "Yang sekarang 2020-2021 sebagian besar karena homoseksual, kalau lesbian itu mungkin ada saja tapi kebanyakan penularan dari Homoseksual. ...."

Sampai sekarang belum ada laporan kasus HIV/AIDS pada lesbian (perempuan yang secara seksual tertarik dengan perempuan-pen.) dengan faktor risiko seks. Pada lesbian tidak ada seks penetrasi sehingga tidak ada risiko penularan HIV/AIDS pada lesbian dengan faktor risiko seks.

Baca juga: Kaitkan Lesbian Langsung dengan Penyebaran HIV/AIDS Adalah Hoax

Jika dilihat dari aspek epidemi HIV/AIDS kasus HIV/AIDS pada kalangan gay (laki-laki homoseksual) ada di terminal akhir karena gay tidak mempunyai istri.

Yang jadi persoalan besar adalah HIV/AIDS pada kalangan laki-laki heteroseksual karena mereka jadi mata rantai penyebaran HIV/AIDS secara horizontal di masyarakat, terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.

Mengapa lebih banyak kasus terdeteksi pada kalangan gay dibandingkan dengan pada laki-laki heteroseksual?

Dalam banyak berita tentang HIV/AIDS yang selalu mengumbar homoseksual, dalam hal ini gay, sama sekali tidak ada jawaban yang realistis dari pertanyaan di atas.

Padahal, jawaban dari pertanyaan di atas akan memberikan gambaran yang nyata tentang kasus HIV/AIDS di masyarakat.

Penjangkauan terhadap gay jauh lebih mudah daripada kepada laki-laki heteroseksual karena gay mempunyai komunitas sedangkan laki-laki heteroseksual tidak mempunyai komunitas.

Dalam kehidupan sehari-hari tidak menunjukkan laki-laki heteroseksual tidak menunjukkan perilaku seksual yang berisiko tertular HIV/AIDS, sedangkan gay langsung dikaitkan dengan seks anal yang selalu disebut perilaku seksual berisiko.

Padahal, seks anal jadi perilaku seksual berisiko jika dilakukan dengan kondisi yang menganal tidak memakai kondom.

Sementara itu perilaku seksual berisiko di kalangan laki-laki heteroseksual tidak bisa dijangkau karena terjadi di ranah privat. Lihat perilaku seksual berisiko di kalangan heteroseksual di bawah ini:

(1). Laki-laki atau perempuan dewasa heteroseksual yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual penetrasi (seks vaginal, seks anal dan seks oral), di dalam dan di luar nikah, dengan pasangan yang berganti-ganti yang tidak diketahui status HIV-nya dengan kondisi laki-laki tidak memakai kondom,

(2). Laki-laki dewasa heteroseksual yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual penetrasi (seks vaginal, seks anal dan seks oral) dengan perempuan yang serng berganti-ganti pasangan, dalam hal ini pekerja seks komersial (PSK) langsung dan PSK tidak langsung, cewek prostitusi online, yang tidak diketahui status HIV-nya dengan kondisi laki-laki tidak memakai kondom, 

(3). Laki-laki dewasa heteroseksual yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual penetrasi (seks anal dan seks oral) dengan waria yang tidak diketahui status HIV-nya. Sebuah studi di Kota Surabaya tahun 1990-an menunjukkan pelanggan waria kebanyak laki-laki beristri. Mereka jadi 'perempuan' ketika seks denga waria (ditempong), sedangkan waria jadi 'laki-laki' (menempong),

(4). Perempuan dewasa heteroseksual yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual penetrasi (seks vaginal, seks anal dan seks oral) dengan waria (heteroseksual) yang tidak diketahui status HIV-nya dengan kondisi waria tidak memakai kondom,

(5). Perempuan dewasa heteroseksual yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual penetrasi (seks vaginal, seks anal dan seks oral) dengan gigolo yang tidak diketahui status HIV-nya dengan kondisi gigolo tidak memakai kondom,

Perilaku nomor 1 sampai nomor 5 mustahil bisa dijangkau karena terjadi di ranah privat.

Baca juga: Mustahil Melakukan Intervensi terhadap Laki-laki Pembeli Seks di Indonesia

Di beberapa negara, seperti Thailand, ada intervensi (penjangakau) terhadap perilaku seksual nomor 2 yaitu terkait dengan PSK langsung melalui program 'wajib kondom 100 persen' bagi laki-laki yang melakukan hubungan seksual dengan PSK di lokalisasi pelacuran dan rumah bordil.

Tapi, program itu hanya bisa dijalankan dengan efektif jika praktek pelacuran dilokalisir. Sedangkan di Indonesia sejak reformasi ada gerakan moral menutup lokalisasi pelacuran.

Maka, perilaku nomor 2 yang melibatkan laki-laki heteroseksual jadi pintu masuk HIV/AIDS yang sangat potensial karena eksekusi transaksi seks dengan PSK terus berlangsung melalui media sosial.

Ada lagi pernyataan: "Program dari pusat kan sekarang semua ibu hamil itu harus di tes HIV, sebagai upaya dan deteksi dini, ....

Pertanyaan untuk Dinkes Kabupaten Bandung: Apakah suami ibu-ibu hamil yang terdeteksi HIV-positif juga menjalani tes HIV?

Kalau jawabannya tidak, maka itu jadi bumerang karena suami-suami itu jadi mata rantai penyebaran HIV/AIDS di masyarakat, terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.

Sejatinya Dinkes Kabupaten Bandung membalik paradigma berpikir: yang menjalani tes HIV bukan ibu atau perempuan hamil, tapi suami dari perempuan hamil. Soalnya, banyak suami yang menolak tes HIV ketika istrinya terdeteksi HIV-positif. Bahkan, ada suami yang menuding istrinya yang selingkuh.

Selama informasi HIV/AIDS tidak akurat, maka selama itu pula masyarakat tidak mengetahui cara-cara penularan dan pencegahan HIV/AIDS yang realitsis. Akibatnya, banyak orang yang terjerumus ke perilaku seksual yang berisiko tertular HIV/AIDS. *

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun