Sementara itu perilaku seksual berisiko di kalangan laki-laki heteroseksual tidak bisa dijangkau karena terjadi di ranah privat. Lihat perilaku seksual berisiko di kalangan heteroseksual di bawah ini:
(1). Laki-laki atau perempuan dewasa heteroseksual yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual penetrasi (seks vaginal, seks anal dan seks oral), di dalam dan di luar nikah, dengan pasangan yang berganti-ganti yang tidak diketahui status HIV-nya dengan kondisi laki-laki tidak memakai kondom,
(2). Laki-laki dewasa heteroseksual yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual penetrasi (seks vaginal, seks anal dan seks oral) dengan perempuan yang serng berganti-ganti pasangan, dalam hal ini pekerja seks komersial (PSK) langsung dan PSK tidak langsung, cewek prostitusi online, yang tidak diketahui status HIV-nya dengan kondisi laki-laki tidak memakai kondom,Â
(3). Laki-laki dewasa heteroseksual yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual penetrasi (seks anal dan seks oral) dengan waria yang tidak diketahui status HIV-nya. Sebuah studi di Kota Surabaya tahun 1990-an menunjukkan pelanggan waria kebanyak laki-laki beristri. Mereka jadi 'perempuan' ketika seks denga waria (ditempong), sedangkan waria jadi 'laki-laki' (menempong),
(4). Perempuan dewasa heteroseksual yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual penetrasi (seks vaginal, seks anal dan seks oral) dengan waria (heteroseksual) yang tidak diketahui status HIV-nya dengan kondisi waria tidak memakai kondom,
(5). Perempuan dewasa heteroseksual yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual penetrasi (seks vaginal, seks anal dan seks oral) dengan gigolo yang tidak diketahui status HIV-nya dengan kondisi gigolo tidak memakai kondom,
Perilaku nomor 1 sampai nomor 5 mustahil bisa dijangkau karena terjadi di ranah privat.
Baca juga: Mustahil Melakukan Intervensi terhadap Laki-laki Pembeli Seks di Indonesia
Di beberapa negara, seperti Thailand, ada intervensi (penjangakau) terhadap perilaku seksual nomor 2 yaitu terkait dengan PSK langsung melalui program 'wajib kondom 100 persen' bagi laki-laki yang melakukan hubungan seksual dengan PSK di lokalisasi pelacuran dan rumah bordil.
Tapi, program itu hanya bisa dijalankan dengan efektif jika praktek pelacuran dilokalisir. Sedangkan di Indonesia sejak reformasi ada gerakan moral menutup lokalisasi pelacuran.
Maka, perilaku nomor 2 yang melibatkan laki-laki heteroseksual jadi pintu masuk HIV/AIDS yang sangat potensial karena eksekusi transaksi seks dengan PSK terus berlangsung melalui media sosial.