Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

HIV/AIDS di Bandung Bikin Geger Padahal Kasus HIV/AIDS Terbanyak Justru di Jawa Timur

6 September 2022   00:05 Diperbarui: 6 September 2022   00:06 593
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jawa Timur (Jatim) sendiri sebagai daerah yang melaporkan kasus HIV/AIDS terbanyak justru merupakan daerah yang sangat ekstrem menutup tempat pelacuran. Dikabarkan puluhan lokasi pelacuran sudah ditutup di Jatim.

Itu menunjukkan apa yang salama ini dikatakan oleh kalangan yang memakai 'baju moral' bahwa lokalisasi pelacuran sebagai 'biang keladi' penyebaran HIV/AIDS ternyata tidak sepenuhnya benar

Di 10 provinsi yang melaporkan kasus HIV/AIDS terbanyak secara de jure tidak ada lokalisasi pelacuran.

Fakta itu menunjukkan insiden infeksi HIV baru tidak hanya terjadi di lokalisasi pelacuran karena risiko tertular HIV/AIDS melalui hubungan seksual tidak hanya terjadi melalui hubungan seksual dengan pekerja seks komersial (PKS) langsung (kasat mata).

Secara de facto sejak lokalisasi dan lokres pelacuran dibumihanguskan dengan gerakan moral, lokalisasi pelacuranpun pindah ke jalanan yang selanjutnya menembus dunia maya lompat ke media sosial.

Maka, tidak ada lagi yang bisa dilakukan oleh pemerintah untuk mencegah infeksi HIV baru, tertutama pada laki-laki dewasa melalui hubungan seksual dengan PSK (Lihat matriks. Perilaku seksual laki-laki berisiko tertular HIV/AIDS yang tidak terjangkau).

Matriks. Perilaku seksual laki-laki berisiko tertular HIV/AIDS yang tidak terjangkau. (Foto: Dok Pribadi/Syaiful W. Harahap)
Matriks. Perilaku seksual laki-laki berisiko tertular HIV/AIDS yang tidak terjangkau. (Foto: Dok Pribadi/Syaiful W. Harahap)

Soalnya, semua terjadi di ranah privat sehingga tidak bisa diintervensi. Hal itu terjadi karena transaksi seks dilakukan melalui ponsel, sedangkan eksekusinya dilakukan sembarang waktu di sembarang tempat.

Berita yang mem-blow up kasus HIV/AIDS pada mahasiswa Bandung justru membikin masalah HIV/AIDS jadi kacau-balau karena banyak media (media massa dan media online serta portal berita) yang jadikan isu itu sebagai berita yang sensasional bahkan mengarah ke bombastis (KBBI: banyak berjanji, tetapi tidak akan berbuat banyak; banyak menggunakan kata dan ucapan yang indah-indah serta muluk-muluk, tetapi tidak ada artinya; bersifat omong kosong; bermulut besar).

Salah satu informasi yang ngawur adalah tentang ciri-ciri, tanda-tanda atau gejala-gejala yang disebut-sebut terkait dengan HIV/AIDS. Padahal, ciri-ciri, tanda-tanda atau gejala-gejala yang disebut-sebut terkait dengan HIV/AIDS tidak otomatis terkait langsung dengan infeksi HIV/AIDS.

Ciri-ciri, tanda-tanda atau gejala-gejala yang disebut-sebut terkait dengan HIV/AIDS harus ada prakondisi yaitu yang bersangkutan pernah atau sering melakukan perilaku seksual atau nonseksual atau keduanya yang berisiko tinggi tertular HIV/AIDS, yaitu:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun