Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Kerentanan Tertular HIV/AIDS Karena Perilaku Seksual yang Berisiko

30 Agustus 2022   05:00 Diperbarui: 28 Oktober 2022   08:26 907
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi – Pemahaman tentang Seksualitas. (Sumber: chegg.com)

Seseorang rentan tertular HIV/AIDS karena perilaku seksualnya yang berisiko tinggi tertular HIV/AIDS bukan karena berada pada rentang usia muda

Awas! Anak Muda Lebih Rentan Kena HIV AIDS, Ini Penyebabnya. Ini judul berita di cnbcindonesia.com (29/8-2022).

Judul berita ini termasuk misleading (menyesatkan) karena tidak ada kaitan antara usia dan penularan HIV/AIDS baik melalui hubungan seksual penetrasi (vaginal, anal dan oral) maupun melalui perilaku nonseksual.

Di lead berita itu disebutkan pula: Penyakit HIV dan AIDS di Indonesia banyak menyerang kelompok usia produktif. Faktanya, anak muda memang lebih rentan terkena penyakit mematikan tersebut.

Ada beberapa hal yang ngawur di lead berita ini, yaitu:

Pertama, HIV dan AIDS bukan penyakit. HIV adalah virus yang tergolong retrovirus yaitu virus yang menggandakan diri di sel darah putih manusia.

Sedangkan AIDS adalah kondisi seseorang yang mengidap HIV/AIDS di masa AIDS (secara statistik antara 5-15 tahun setelah tertular HIV jika tidak menjalani pengobatan dengan obat antiretroviral/ATR).

Penyebutan AIDS sebagai penyakit pun hanya sebatas terminologi karena AIDS bukan penyakit, tapi kondisi yang mengacu ke sindroma sekumpulan gejala penyakit pada seseorang yang tertular HIV/AIDS (Syaiful W. Harahap, Pers Meliput AIDS, Pustaka Sinar Harapan/Ford Foundation, Jakarta, 2000, hlm. 16).

Kedua, sebagai virus HIV tidak menyerang. Buktinya, ketika HIV masuk ke tubuh manusia sistem pertahanan atau kekebalan tubuh tidak melakukan perlawanan seperti yang terjadi pada bakteri, kuman atau virus lain jika masuk ke tubuh akan mendapat perlawanan.

Ketiga, soal usia produktif (20 -- 49 tahun). Adalah hal yang realistis secara empiris jika kasus HIV/AIDS banyak terdeteksi di kalangan usia itu karena pada rentang usia itu libido (hasrat atau dorongan seksual) sangat tinggi. Celakanya, libido tidak bisa diganti (disubstitusi) dengan kegiatan lain selain hubungan seksual penetrasi atau 'swalayan' (onani pada laki-laki dan masturbasi pada perempuan).

Disebutkan: Faktanya, anak muda memang lebih rentan terkena penyakit mematikan tersebut.

Yang membuat kalimat ini jelas ngawur karena tidak memahami HIV/AIDS sebagai fakta medis karena pengetahuannya hanya sebatas mitos (anggapan yang salah) tentang HIV/AIDS.

Ada kutipan pernyataan Ketua Pusat Kesehatan Reproduksi Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof dr Siswanto Agus Wilopo, yang mengatakan perilaku seks berisiko masih menjadi salah satu faktor terbesar penularan HIV. Penularan HIV kebanyakan terjadi karena masih kurangnya pengetahuan remaja mengenai kesehatan reproduksi.

Yang lebih tepat pengetahuan remaja dan kalangan usia produktif bukan kurang, tapi mereka terperangkap atau termakan mitos AIDS yang terus dikumandangkan banya kalangan yang memakai 'baju moral' ketika bicara soal HIV/AIDS.

Baca juga: Ratusan Mahasiswa Bandung yang Tertular HIV/AIDS karena Terperangkap Mitos

Salah satu mitos yang selalu jadi 'buah bibir' orang-orang yang memakai 'baju moral' ketika bicara seksualitas, dalam hal ini HIV/AIDS, adalah penyebutan 'seks bebas' yang tidak jelas juntrungannya alias ngawur bin ngaco.

Sampai detik ini tidak ada yang bisa memberikan penjelasan tentang arti yang sebenarnya dari 'seks bebas.' Tapi, kalau diperhatikan ternyata 'seks bebas' itu mengacu ke melakukan zina (hubungan seksual) dengan pekerja seks komersial (PSK) di lokalisasi pelacuran.

Nah, inilah salah satu biang keladi yang menjerumuskan banyak orang ke jurang HIV/AIDS karena orang kemudian beranggapan bahwa 'seks bebas' yang disebut penyabab HIV/AIDS adalah kalau zina dengan PSK.

Maka, mereka melakukan zina dengan PSK tidak lansung, seperti cewek pemijat, cewek kafe, cewek pub, cewek disko, anak sekolah, ayam kampus, cewek gratifikasi seks (sebagai imbalan untuk rekan bisnis atau pemegang kekuasaan), PSK high class, dan cewek prostitusi online. 

Mereka melakukannya tidak di lokalisasi pelacuran tapi di rumah konrakan, di rumah kos, penginapan, losmen, hotel melati, hotel berbintang atau apartemen.

Matriks: Risiko tertular HIV/AIDS melalui hubungan seksual. (Sumber: Dok Syaiful W. Harahap/AIDS Watch Indonesia)
Matriks: Risiko tertular HIV/AIDS melalui hubungan seksual. (Sumber: Dok Syaiful W. Harahap/AIDS Watch Indonesia)

Lagi pula kalau benar 'seks bebas' penyebab HIV/AIDS, maka semua orang yang pernah melakukan 'seks bebas' sudah tertular HIV/AIDS. Faktanya, tidak!

Ini juga dalam berita: "Masalahnya pada remaja ini mereka belum paham betul. katanya kalau baru sekali (berhubugan seksual) nggak bakal tertular," ujar Prof Siswanto.

Memang, secara teoritis risiko tertular HIV/AIDS melalui hubungan seksual di dalam dan di luar nikah tanpa kondom dengan pengidap HIV/AIDS adalah 1:100. 

Masalahnya adalah tidak bisa diketahui pada hubungan seksual yang keberapa penularan HIV/AIDS terjadi. Bisa yang pertama, kedua, ketujuh, kedua puluh, kesembilan puluh atau yang keseratus.

Itu artinya setiap hubungan seksual yang berisiko di dalam dan di luar nikah tanpa kondom, yaitu dilakukan dengan yang tidak diketahui status HIV-nya atau dengan pasangan yang berganti-ganti atau dengan PSK langsung/PSK tidak langsung ada risiko tertular HIV/AIDS.

Selama materi komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) tentang HIV/AIDS tetap dibalut dan dibumbui dengan norma, moral dan agama, maka selama itu pula fakta medis tentang HIV/AIDS tenggelam. Yang sampai ke masyarakat hanya mitos.

Maka, sosialisasi HIV/AIDS dengan materi KIE yang bermuatan mitos hanyalah kegiatan yang menggantang asap. Sia-sia. Jadi, kalau kemudian kasus baru HIV/AIDS terus terdeteksi merupakan akibat mitos yang kelak bermuara pada 'ledakan AIDS' di Indonesia yang bisa berujung sebagai 'afrika kedua.' *

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun