Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ratusan Mahasiswa Bandung yang Tertular HIV/AIDS karena Terperangkap Mitos

27 Agustus 2022   03:38 Diperbarui: 27 Agustus 2022   03:41 513
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Matriks: Sifat dan kondisi hubungan seksual terkait dengan risiko penularan HIV/AIDS. (Sumber: Dok Pribadi/Syaiful W. Harahap)

Mengapa dan bagaimana bisa terjadi ratusan mahasiswa di Kota Bandung tertular HIV/AIDS, kemungkinan besar karena termakan jargon 'seks bebas' yang menyesatkan

Berita tentang ratusan mahasiswa dan ibu rumah tangga di Kota Bandung, Jawa Barat (Jabar), tertular HIV/AIDS jadi santapan media massa dan media online. Sayang, lebih banyak yang mengumbar sensasi daripada memberikan pencerahan.

Fakta itu bukan fenomena, tapi realitas sosial yang merupakan kondisi yang realistis karena hal itu disebabkan oleh beberapa faktor yang selama ini terus-menerus dipupuk, terutama oleh kalangan yang memakai baju moral.

Banyak kalangan yang tidak mau beranjak dari kondisi awal informasi HIV/AIDS ketika ditemukan pertama kali di Los Angeles, California, Amerika Serikat (AS) tahun 1981 yang dipublikasikan oleh Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (Centers for Disease Control and Prevention) AS melalui Morbidity and Mortality Weekly Report (MMWR), 5 Juni 1981.

Ketika itu ditemukan kasus AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome -- sindrom cacat kekebalan tubuh dapatan), sebuah kondisi pada sistem kekebalan seseorang yang rendah karena infeksi, pada kalangan laki-laki gay. Mereka didiagnosis dengan infeksi paru-paru yang tidak biasa yang dikenal sebagai Pneumocystis carinii pneumonia (PCP).

Bertolak dari fakta itu banyak kalangan kemudian yang mengaitkan AIDS dengan perilaku seksual, dalam hal ini homoseksual (ketertarikan secara seksual dengan sejenis, yaitu gay pada laki-laki dan lesbian pada perempuan).

Padahal, pada waktu yang hampir bersamaan dengan penemuan di Los Angeles, di pantai timur AS juga terdeteksi AIDS di kalangan gay dan pekerja seks komersial (PSK). Tapi, ini tidak di-blow up media massa sehingga yang terus-menerus terjadi hanya pengaitan AIDS dengan homoseksualitas.

Selanjutnya, ketika dua pakar (Prancis dan AS) menemukan virus penyebab AIDS yang kemudian disahkan Organisasi Kesehatan Dunia PBB (WHO) tahun 1986 sebagai HIV (Human Immunodeficiency Virus -- virus jenis retrovirus yang bisa menggandakan diri di sel darah putih manusia), sebenarnya sudah terkuak bahwa persoalan AIDS sama sekali tidak terakit dengan homoseksual.

Penyebutan AIDS sebagai penyakit pun hanya sebatas terminologi karena AIDS bukan penyakit, tapi kondisi yang mengacu ke sindroma sekumpulan gejala penyakit pada seseoang yang tertular HIV/AIDS (Syaiful W. Harahap, Pers Meliput AIDS, Pustaka Sinar Harapan/Ford Foundation, Jakarta, 2000, hlm. 16).

Dalam jumlah yang bisa ditularkan virus tersebut (HIV) terdapat di darah, air mani, cairan vagina dan air susu ibu (ASI).

Penularan HIV melalui darah bisa terjadi lewat transfusi darah yang tidak diskrining HIV. Itulah sebabnya ada syarat darah yang akan ditransfusi terlebih dahulu harus diskrining atau dilakukan tes terkait HIV. Selain itu bisa pula melalai jarum suntik dan alat-alat kesehatan yang bisa menyimpan darah, seperti jarum suntik.

Sedangkan penularan HIV melalui air mani dan cairan vagina terjadi pada saat hubungan seksual penetrasi (seks vaginal, anal dan oral), di dalam dan di luar nikah, antara seseorang yang mengidap HIV/AIDS dengan pasangannya dengan kondisi laki-laki tidak memakai kondom (seks vaginal dan oral) serta yang menganal tidak pakai kondom pada seks anal.

Matriks: Sifat dan kondisi hubungan seksual terkait dengan risiko penularan HIV/AIDS. (Sumber: Dok Pribadi/Syaiful W. Harahap)
Matriks: Sifat dan kondisi hubungan seksual terkait dengan risiko penularan HIV/AIDS. (Sumber: Dok Pribadi/Syaiful W. Harahap)

Bertolak dari cara-cara penularan HIV/AIDS itu kemudian ditemukan cara-cara untuk mencegahnya, dalam hal ini melalui hubungan seksual.

Yang jelas jangan melakukan hubungan seksual dengan yang mengidap HIV/AIDS dengan kondisi penis bersentuhan langsung dengan vagina (permukaan, dinding dan cairan), anal dan mulut.

Persoalanya adalah secara fisik tidak bisa dikenali orang-orang yang mengidap HIV/AIDS karena tidak ada ciri-ciri, tanda-tanda atau gejala-gejala yang khas AIDS pada fisik mereka.

Seseorang disebut mengidap HIV/AIDS hanya bisa diketahui melalui tes HIV sesuai dengan standar operasi tes HIV yang baku. Tes pertama dengan reagent ELISA selanjutnya dikonfirmasi dengan tes Western Blot. Tapi, belakangan WHO memberikan teknik tes HIV tanpa harus dikonfirmsi.

Maka, setiap hubungan seksual, di dalam dan di luar nikah, dengan seseorang yang tidak diketahui status HIV-nya merupakan perilaku seksual yang berisiko tinggi tertular HIV/AIDS, apalagi di daerah dengan prevalensi HIV yang tinggi, seperti di kalangan PSK.

Yang perlu diingat PSK ada dua tipe, yaitu:

(1). PSK langsung adalah PSK yang kasat mata yaitu PSK yang ada di lokasi atau lokalisasi pelacuran atau di jalanan. Tapi, sejak reformasi ada gerakan moral menutup semua lokalisasi di Indonesia sehingga lokaliasi pelacuran pun pinah ke media sosial. Transaksi seks pun dilakukan melalui ponsel, sedangkan eksekuasinya dilakukan sembarang waktu dan di sembarang tempat. PSK langsung pun akhirnya 'ganti baju' jadi PSK tidak langsung.

(2). PSK tidak langsung adalah PSK yang tidak kasat mata yaitu PSK yang menyaru sebagai cewek pemijat, cewek kafe, cewek pub, cewek disko, pemandu lagu, anak sekolah, ayam kampus, cewek gratifikasi seks (sebagai imbalan untuk rekan bisnis atau pemegang kekuasaan), PSK high class, dan cewek PSK online. Transaksi seks terjadi melalui berbagai cara, antara lain melalui ponsel.

Itu artinya sekarang praktek pelacuran tidak bisa dijangkau karena ada di ranah privat. Di beberapa negara penjangkauan ke lokaliasi pelacuran bisa menurunkan insiden infeksi HIV melalui program kewajiban laki-laki memakai kondom setiap melakukan hubungan seksual.

Matriks. Perilaku seksual laki-laki berisiko tertular HIV/AIDS yang tidak terjangkau. (Foto: Dok Pribadi/Syaiful W. Harahap)
Matriks. Perilaku seksual laki-laki berisiko tertular HIV/AIDS yang tidak terjangkau. (Foto: Dok Pribadi/Syaiful W. Harahap)

Informasi HIV/AIDS yang akurat dengan pijakan fakta medis terus disosialiasikan, celakanya di Indonesia komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) tentang HIV/AIDS dibalut dan dibumbui dengan norma, moral dan agama sehingga menenggelakan fakta medis tentang HIV/AIDS. Yang sampai ke masyarakat hanya mitos (anggapan yang salah).

Misalnya, mengaitkan 'seks bebas' sebagai penyebab HIV/AIDS. Ini salah satu kekeliruan besar dalam program penanggulangan HIV/AIDS di Indonesia karena tidak jelas apa yang dimaksud dengan 'seks bebas.'

Baca juga: Mengapa Sebaiknya Kemenkes Tidak Lagi Menggunakan "Seks Bebas" terkait Penularan HIV/AIDS

Ujung-ujungnya 'seks bebas' dimaksudkan sebagai hubungan seksual dengan PSK di lokasi, tempat atau lokalisai pelacuran. Ini yang membuat celaka banyak orang, termasuk ratusan mahasiswa di Bandung.

Apalagi sekarang tidak ada lokalisasi pelacuran sehingga PSK yang ada adalah PSK tidak langsung yang dalam anggapan setengah orang melakukan hubungan seksual dengan PSK tidak langsung bukan 'seks bebas.'

Bisa jadi mahasiswa Bandung yang tertular HIV/AIDS melakukan hubungan seksual dengan PSK tidak langsung di kamar kos, penginapan, losmen, hotel melati, hotel berbintang atau apartemen.

Mereka berpijak pada anggapan bahwa melakukan hubungan seksual bukan dengan PSK di luar lokalisasi pelacuran tidak ada risiko tertular HIV/AIDS. Maka, hubungan seksual pun dilakukan di kamar kos, penginapan, losmen, hotel melati, hotel berbintang atau aparteme bukan 'seks bebas' sehingga tidak ada risiko penularan HIV/AIDS.

Ilustrasi: Situs https://hivaids-pimsindonesia.or.id/download (Dok Syaiful W. Harahap/Repro)
Ilustrasi: Situs https://hivaids-pimsindonesia.or.id/download (Dok Syaiful W. Harahap/Repro)

Celakanya, Kemenkes sendiri, seperti di situs https://hivaids-pimsindonesia.or.id/download, mempromosikan PENCEGAHAN PENULARAN HIV dengan ABCDE yaitu A -- ABSTINENCE -- Hindari Seks Bebas.

Maka, sudah saatnya semua kalangan, terutama pemerintah, menyampaikan KIE sesuai dengan fakta medis, seperti menghapus istilah 'seks bebas' untuk diganti dengan hubungan seksual berisiko, yaitu dilakukan, di dalam dan di luar nikah, tanpa kondom dengan pasangan yang berganti-ganti atau dengan PSK langsung dan PSK tidak langsung.

Selama materi KIE dibalut dan dibumbui dengan norma, moral dan agama serta menyuarakan 'seks bebas,' maka selama itu pula yang sampai ke masyarakat hanya mitos. Itu artinya insiden penularan HIV baru akan terus terjadi yang kelak membawa Indonesia ke 'afrika kedua' dalam hal kasus HIV/AIDS. *

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun