Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ibu Hamil di Kota Palembang Termasuk Kelompok Berisiko Tertular HIV/AIDS

23 Agustus 2022   11:15 Diperbarui: 23 Agustus 2022   11:16 648
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pernyataan yang menyebutkan ibu hamil di Kota Palembang masuk kelompok berisiko tertulah HIV/AIDS menyesatkan karena tidak ada penjelasan

"Yudi Setiawan, Kabid Pencegahan & Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan Kota Palembang (Sumatera Selatan/Sumsel -- pen.), mengatakan hingga Juli 2022 kasus HIV di Kota Palembang berjumlah 137 dan AIDS 28." Sedangkan tahun 2021 kasus 93 HIV dan 53 AIDS. Ini ada dalam berita "Perkembangan Kasus HIV/AIDS di Kota Palembang tahun 2022" (sonora.id, 17/8-2022).

Dari data di atas perlu diingat bahwa jumlah kasus yang dilaporkan atau terdeteksi tidak menggambarkan jumlah kasus yang sebenarnya di masyarakat epidemi HIV/AIDS erat kaitannya dengan fenomena gunung es.

Kasus HIV/AIDS yang dilaporkan atau terdeteksi digambarkan sebagai puncak gunung es yang muncul ke atas permukaan air laut, sedangkan kasus HIV/AIDS yang tidak terdeteksi di masyarakat digambarkan sebagai bongkahan gunung es di bawah permukaan air laut (Lihat gambar).

Gambar: Fenomena Gunung Es pada epidemi HV/AIDS. (Foto: Dok Pribadi/Syaiful W. Harahap)
Gambar: Fenomena Gunung Es pada epidemi HV/AIDS. (Foto: Dok Pribadi/Syaiful W. Harahap)

Ada warga yang mengidap HIV/AIDS tapi tidak terdeteksi karena pada orang yang tertular HIV tidak ada ciri-ciri, tanda-tanda atau gejala-gejala terkait HIV/AIDS pada fisik dan keluhan kesehatan. Secara statistic hal ini berlangsung antara 5-15 tahun jika tidak mejalani terapi antiretroviral (ATR). (Lihat matriks).

Matriks: Tertular HIV, masa jendela, dan masa AIDS. (Foto: Dok Pribadi/Syaiful W. Harahap)
Matriks: Tertular HIV, masa jendela, dan masa AIDS. (Foto: Dok Pribadi/Syaiful W. Harahap)

Celakanya, mereka jadi mata rantai penyebaran HIV/AIDS di masyarakat tanpa mereka sadari, terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah. Untuk itulah Pemkot Palembang, dalam hal ini Dinkes Kota Palembang, harus mempunyai program yang konkret untuk mendeteksi warga yang mengidap HIV/AIDS yang tidak terdeteksi.

Pemkot Palembang sendiri sudah menerbitkan peraturan daerah (Perda) No. 16 Tahun 2007 tentang Pecegahan, Pengendalian dan Penanggulangan HIV dan AIDS, tapi sema sekali tidak ada pasal tentang cara-cara pencegahan HIV yang akurat.

Baca juga: Menyoal Kiprah Perda AIDS Kota Palembang

Memang, sekitar 150 Perda AIDS di Indonesia sama saja. Semua mengedepankan orasi moral sehingga tidak menukik ke akar persoalan terkait dengan cara-cara penularan dan pencegahan HIV/AIDS.

Dalam berita disebut: .... ada delapan kelompok yang beresiko HIV AIDS sesuai dengan Permenkes nomor 4 tahun 2019. Kelompok tersebut adalah: ibu hamil, pasien transfusi darah, pasien IMS, laki-laki seks laki-laki (LSL), transgender, PSK, warga binaan pemasyarakatan, pemakai nafsa suntik.

Celakanya, tidak ada penjalan tenang mengapa dan bagaimana ibu hamil masuk kategori yang berisiko tertular HIVAIDS.

Pertanyaaan itu menyuburkan stigma (cap buruk) dan diskriminasi terhadap ibu-ibu hamil. Maka, pertanyaan tersebut menyesatkan karena tidak ada penjelasan.

Ibu hamil berisiko tertular HIV/AIDS jika suami mereka pernah atau sering melalukan perilaku seksual berisko tertular HIV, yaitu:

(a). Melalukan hubungan seksual tanpa kondom dengan perempuan yang berganti-ganti di dalam dan di luar nikah karena bisa saja salah seorang dari perempuan tersebut mengidap HIV/AIDS sehingga ada risiko penularan HIV/AIDS.

Baca juga: Guru Agama Ini Kebingungan Karena Anak Keduanya Lahir dengan HIV/AIDS

(b). Melalukan hubungan seksual tanpa kondom dengan perempuan yang sering berganti-ganti yaitu pekerja seks komersial (PSK) langsung dan PSK tidak langsung (seperti cewek prostitusi online) karena bisa saja salah seorang dari PSK tersebut mengidap HIV/AIDS sehingga ada risiko penularan HIV/AIDS

Di bagian lain disebutkan pula: Perlu komitment yang kuat untuk berhenti berprilaku LSL. Perlu ketahanan iman dan menanamkan nilai-nilai moral kepada anak-anak tentang prilaku sex menyimpang.

Penularan HIV/AIDS melalui hubungan seksual bukan karena sifat hubungan seksual, dalam berita ini disebut seks menyimpang, tapi karena kondisi saat terjadi hubungan seksual yaitu salah satu atau keduanya mengidap HIV/AIDS dan yang menganal tidak memakai kondom (Lihat matriks risiko penularan HIV/AIDS).

Matriks: Sifat dan kondisi hubungan seksual terkait dengan risiko penularan HIV/AIDS. (Sumber: Dok Pribadi/Syaiful W. Harahap)
Matriks: Sifat dan kondisi hubungan seksual terkait dengan risiko penularan HIV/AIDS. (Sumber: Dok Pribadi/Syaiful W. Harahap)

Informasi yang tidak akurat tentang cara-cara penularan dan pencegahan HIV/AIDS merupakan kontra produktif dalam penanggulangan HIV/AIDS serta menyesatkan karena hanya merupakan mitos (anggapan yang salah).

Ini juga ada dalam berita: "penularan HIV AIDS melalui darah, hubungan sex, ibu hamil ke anak. Penting melakukan pola hidup bersih dan sehat, setia pada pasangan, tidak berprilaku menyimpang, lakukan test hiv bagi ibu hamil, bila positif minum ARV agar tidak menular ke anak."

Mengaitkan 'pola hidup bersih dan sehat' dengan penularan HIV/AIDS menyuburkan stigma (cap buruk) dand diskriminasi (perlakuan berbeda) terhadap Odha (Orang dengan HIV/AIDS) karena masyarakat menganggap Odha aalah orang yang tidak menjalankan 'pola hidup bersih dan sehat'.

Padahal, ada Odha yang tertular melalui faktor risiko yang tidak terkait dengan 'pola hidup bersih dan sehat', seperti tertular dari transfusi darah, jarum suntik dan alat-alat kesehatan, serta ibu hamil dari suaminya.

Sudah saatnya instansi terkait dengan HIV/AIDS menebar informasi tentang HIV/AIDS melalui komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) yang akurat sesuai dengan fakta medis.

Selama materi HIV/AIDS melalui KIE dibalut dan dibumbui dengan norma, moral dan agama, maka selama itu pula fakta medis HIV/AIDS tenggelam sehingga yang sampai ke masyarakat hanya mitos (anggapan yang salah) sehingga membuat masyarakat berisiko tertular dan menularkan HIV/AIDS. *

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun