Sedangkan praktek PSK tidak langsung juga terjadi di dunia maya sehingga mustahil dilakukan intervensi.
Sementara itu perilaku seksual nomor (1), (3) dan (4) terjadi di ranah privat yang mustahil untuk diintervensi.
Karena tidak ada intervensi yang bisa dilakukan oleh Pemprov Papua dan pemerintah kabupaten dan kota di Papua, maka insiden infeksi HIV baru, terutama pada laki-laki dewasa, akan terus terjadi.
Laki-laki yang tertular HIV/AIDS dan tidak terdeteksi jadi mata rantai penyebaran HIV/AIDS di masyarakat, terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.
Penyebaran terjadi karena warga pengidap HIV/AIDS yang tidak terdeteksi tidak menyadari kelau mereka tertular HIV/AIDS karena tidak ada tanda-tanda, ciri-ciri dan gejala-gejala yang khas AIDS pada fisik dan keluhan kesehatan sebelum masa AIDS (secara statistik antara 5 -- 15 tahun setelah tertular HIV jika tidak minum obat antiretroviral/ARV sesuai resep dokter).
Beberapa peraturan daerah (Perda) AIDS yang diterbitkan pemeirntah provinsi, kabupaten dan kota di Papua juga hanya 'macan kertas' karena tidak menukik ke akar persoalan terkait dengan penularan dan pencegahan HIV/AIDS yang realistis.
Baca juga: Eufemisme dalam Perda AIDS Prov Papua
Itu artinya insiden infeksi HIV baru dan penyebaran HIV terus terjadi di Papua sebagai 'bom waktu' yang kelak bermuara pada 'ledakan AIDS.' *
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H