Itu artinya insiden infeksi HIV baru, terutama pada laki-laki dewasa, akan terus terjadi di Bolmut yang selanjutnya mereka akan menularkan HIV/AIDS kepada orang lain. Yang beristri akan menularkan HIV/AIDS ke istrinya, bahkan ada yang beristri lebih dari satu, ke selingkuhan dan ke PSK. Yang tidak beristri menularkan HIV/AIDS ke pacar atau PSK.
Dalam berita disebutkan: "Kami terus berupaya melakukan pengecekan terhadap ibu hamil di Bolmut, dan ada beberapa di antaranya tidak ingin di lakukan pemeriksaan." Ini keterangan dari Kepala Dinas Kesehatan Bolmut. dr Jusnan Mokoginta.
Ini yang perlu diperhatikan karena selalu saja perempuan jadi objek, padahal mereka adalah korban yaitu tertular dari suami.
Dinas Kesehatan Bolmut ubah paradigma
Pertanyaan yang sangat mendasar untuk Dinas Kesehatan Bolmut adalah: Apakah suami-suami ibu hamil yang terdeteksi mengidap HIV/AIDS tersebut menjalani tes HIV?
Kalau jawabannya TIDAK, maka penyebaran HIV/AIDS di Bolmut akan terus terjadi terutama yang dilakukan oleh suami-suami ibu hamil yang terdeteksi HIV/AIDS tersebut, Â terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.
Maka Dinas Kesehatan Bolmut perlu membalik paradigma berpikir yaitu yang jadi objek tes HIV bukan ibu hamil, tapi suami ibu hamil. Hal ini bisa diperkuat dengan payung hukum melalui peraturan daerah (Perda) yang bisa memaksa suami ibu hamil tes HIV.
Tapi, rancangan Perda harus benar-benar menukik ke akar persoalan tidak sekedar pasal-pasal yang normatif seperti pada ratusan Perda AIDS di Indonesia, termasuk Perda AIDS Provinsi Sulawesi Utara.
Baca juga: Menguji Peran Perda HIV/AIDS Prov Sulawesi Utara
Agar tidak melawan hukum dan melanggar hak asasi manusia (HAM), maka suami ibu hamil yang wajib tes HIV jika mereka berobat ke fasilitas kesehatan (Faskes) pemerintah, seperti Puskesmas dan rumah sakit umum daerah (RSUD).
Jika suami-suami ibu hamil jalani tes HIV, maka mereka akan menerima konseling sebelum dan sesudah tes. Jika hasil tes HIV suami positif barulah istri menjalani tes HIV.