Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menyoal Sosialisasi dan Edukasi Cegah HIV/AIDS di Kabupaten Lebak

11 Juli 2022   19:29 Diperbarui: 11 Juli 2022   19:38 261
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. (Sumber: gcene com)

"Pemkab setempat (Kabupaten Lebak, Provinsi Banten-pen.) mengoptimalkan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat untuk pencegahan penyebaran penyakit menular (HIV/AIDS, pen.) tersebut." Ini ada dalam berita "Dinkes Kabupaten Lebak temukan kasus baru HIV/AIDS 12 orang" (banten.antaranews.com, 8/7-2022).

Terkait dengan sosialisasi dan edukasi tentang HIV/AIDS biar pun sudah dilakukan pemerintah sejak awal epdiemi yaitu di akhir tahun 1980-an, tapi karena materi komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) HIV/AIDS selalu dibalut dan dibumbui dengan moral dan agama, maka yang samai ke masyarakat hanya mitos (anggapan yang salah).

Sedangkan fakta medis tentang HIV/AIDS, seperti cara-cara penularan dan pencegahan tidak dipahamai banyak orang secara benar.

Misalnya, penularan HIV/AIDS selalu dikait-kaitkan dengan istilah yang ngawur bin ngaco yaitu 'seks bebas.'

Sampai detik ini tidak jelas apa yang dimaksud secara konkret tentang 'seks bebas.' Isitlah ini adalah terjemahan dari istilah yang tidak dikenal di bahasa induknya, Inggris, yaitu 'free sex.'

Dalam kamus-kamus Bahasa Inggris tidak ada laman 'free sex' yang ada justru 'free love' yaitu sexual relations without marriage (hubungan seksual tanpa nikah) (The Advance Learner's Dictionary of Current English, Second Edition, A.S Hornby, E.V. Gatenby, H. Wakefiel, London, Oxford University Press, Nineteenth Impression, 1973, hlm 327).

Kalau kemudian di Indonesia orang-orang yang membalut lidah dengan moral menyebut 'seks bebas' sebagai zina, maka kalau dikaitkan dengan penularan HIV/AIDS itu jelas ngawur.

Baca juga: HIV/AIDS di Lebak, Banten, Banyak Terdeteksi pada Keluarga

Soalnya, penularan HIV/AIDS melalui hubungan seksual bukan karena sifat hubungan seksual (zina, seks pranikah, selingkuh, melacur, homoseksual, dan lain-lain), tapi karena kondisi saat terjadi hubungan seksual (salah satu atau keduanya mengidap HIV/AIDS dan laki-laki atau suami tidak memakai kondom). Ini fakta medis (lihat matriks).

Matriks risiko penularan HIV/AIDS berdasarkan sifat dan kondisi hubungan seksual. (Foto: Dok Pribadi/Syaiful W. Harahap)
Matriks risiko penularan HIV/AIDS berdasarkan sifat dan kondisi hubungan seksual. (Foto: Dok Pribadi/Syaiful W. Harahap)

Lagi pula, kalau benar zina penyebab penularan HIV/AIDS, maka semua orang yang pernah atau sering melakukan zina berarti sudah jadi pengidap HIV/AIDS atau disebut Odha (Orang dengan HIV/AIDS).

Maka, pernyataan ini pun tidak akurat: Penyebaran penyakit itu, ucapnya (Kepala Bidang Pencegahan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Dinkes Kabupaten Lebak, Firman Rahmatullah, antara lain karena perilaku seks bebas, penggunaan jarum suntik atau transfusi darah dari penderita dan ibu positif yang sedang menyusui bayinya.     

Bukan karena 'seks bebas' tapi hubungan seksual, di dalam dan di luar nikah, yang tidak aman yaitu dilakukan dengan seseorang yang tidak diketahui status HIV-nya dan laki-laki tidak memakai kondom. Ini fakta medis.

Sedangkan seseorang berisiko tinggi tertular HIV/AIDS, jika melakukan perilaku seksual berisiko, yaitu:

(1) Laki-laki dan perempuan dewasa yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual penetrasi (seks vaginal, seks anal dan seks oral), di dalam dan di luar nikah, dengan pasangan yang berganti-ganti dengan kondisi laki-laki tidak memakai kondom, 

(2) Laki-laki dewasa yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual penetrasi (seks vaginal, seks anal dan seks oral) dengan perempuan yang serng berganti-ganti pasangan, dalam hal ini pekerja seks komersial (PSK) langsung dan cewek prostitusi online, dengan kondisi laki-laki tidak memakai kondom, dan

(3) Perempuan dewasa yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual penetrasi (seks vaginal, seks anal dan seks oral) dengan gigolo dengan kondisi gigolo tidak memakai kondom.

Jika Pemkab Lebak ingin menurunkan, sekali lagi hanya bisa menurunkan, insiden infeksi HIV/AIDS baru, maka harus ada langkah konkret yaitu intervensi terhadap perilaku di atas.

Tapi, hal itu mustahil karena tiga perilaku di atas ada di ranah privat (private sphere) sehingga tidak bisa dijangkau. Apalagi sekarang lokalisasi pelacuran sudah pindah ke media sosial dengan prostitusi online yang membuat transaksi seksual melalui ponsel, sedangkan eksekusinya terjadi di sembarang tempat dan sembarang waktu.

Baca juga: AIDS di Lebak, Buatlah Regulasi Penanggulangan HIV/AIDS yang Riil

Di beberapa negara yang berhasil menekan insiden infeksi HIV/AIDS baru, seperti Thailand, menerapkan program 'wajib kondom 100 persen' terhadap laki-laki yang melakukan hubungan seksual dengan pekerja seks komersial (PSK).

Tapi, program itu hanya bisa dijalankan jika praktek PSK dilokalisir, sedangkan di Indonesia sejak reformasi lokasilasi pelacuran ditutup yang membuat praktek pelacuran terjadi di sembarang tempat.

Disebutkan pula: Ia (Firman Rahmatullah-pen.) mengaku masih rendah kesadaran mereka setempat berisiko tertular penyakit itu untuk memeriksakan kesehatannya.

Bukan memeriksakan kesehatan, tapi menjalani tes HIV. Persoalannya, materi KIE hiv/AIDS tidak menyebut dengan jelas perilaku-perilaku seksual yang berisiko tertular HIV/AIDS karena dibumbui dengan moral dan agama. Padahal, 3 perilaku seksual di atas merupakan pintu masuk HIV/AIDS ke Lebak.

Lebih lanjut Firman Rahmatullah mengatakan: "Kami minta warga dapat memeriksakan kesehatannya, terutama bagi masyarakat dengan gaya hidup berisiko (tertular HIVAIDS, red.)."

Menyebut 'gaya hidup berisiko' tidak jelas karena risiko apa, gaya hidup macam apa, dan seterusnya.

Tapi, kalau disebutkan dengan jelas 3 perilaku di atas itu tegas. Maka, yang perlu disosialisasikan media massa dan media online adalah: "Setiap orang yang pernah atau sering melakukan salah satu atau lebih dari 3 perilaku seksual berisiko di atas, maka dianjurkan agar segera menjalani tes HIV secara sukarela."

Persoalannya adalah: Apakah ada keberanian kita untuk menyampaikan perilaku seksual berisiko tertular HIV/AIDS secara faktual tanpa dibumbui dengan moral dan agama?

Kalau jawabannya: Tidak! Maka, insiden infeksi HIV/AIDS baru akan terus terjadi. Warga yang tertular HIV/AIDS yang tidak terdeteksi jadi mata rantai penyebaran HIV/AIDS tanpa mereka sadari sebagai 'bom waktu' yang kelak bermuara sebagai 'ledakan AIDS.' *

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun