Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Kasus HIV/AIDS di Papua di Kalangan Usia Produktif Justru Realistis

28 Mei 2022   12:12 Diperbarui: 28 Mei 2022   12:21 580
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Sumber: gcene.com)

Pada usia remaja dan usia produktif libido tinggi butuh penyaluran melalui hubungan seksual, karena tidak menerapkan seks aman ada risiko tertular HIV/AIDS

Ada empat berita tentang HIV/AIDS di Papua dengan judul yang menyebut usia produktif, satu pakai rentang umur:

  • Waspada! HIV/AIDS di Papua Semakin Menyebar Luas, Dokter: Didominasi Kelompok Orang Usia Produktif (manado.tribunnews.com, 27/5-2022)
  • 47.962 Orang Terjangkit HIV/AIDS di Papua, Rata-rata Usia Produktif (papua.tribunnews.com, 27/5-2022)
  • HIV/AIDS di Papua Capai 47.962 Kasus, dr Beeri Wopari: Didominasi Kelompok Usia Produktif (papua.tribunnews.com, 26/5-2022)
  • 47.962 Pengidap HIV/AIDS di Papua Rata-Rata Usia 25 - 49 Tahun (papua.tribunnews.com, 26/5-2022)

Disebutkan di dalam salah satu berita: Kepala Unit Pelaksana Teknik AIDS,TB, dan Malaria Dinas Kesehatan Provinsi Papua, dr Beeri Wopari, menyebut jumlah perempuan dan laki-laki di Provinsi Papua yang mengidap HIV/AIDS tinggi, kebanyakan usia produktif (manado.tribunnews.com, 27/5-2022).

Dalam berita disebutkan: berdasarkan data per 31 Januari 2022, total kasus HIV/AIDS di Papua sudah mencapai 47.962 kasus (manado.tribunnews.com, 27/5-2022). Sedangkan laporan Ditjen P2P, Kemenkes RI, tanggal 30 September 2021 menunjukkan dari tahun 1987 sd. 30 Juni 2021 jumlah kumulatif kasus HIV/AIDS di Papua mencapai 64.577 yang terdiri atas 39.991 HIV dan 24,586 AIDS.

Kasus HIV/AIDS banyak terdeteksi di kalangan usia produktif atau rentang umur 25 -- 49 tahun merupakan hal yang realistis. Baru jadi berita atau masalah besar kalau kasus HIV/AIDS justru banyak terdeteksi pada kakek-kakek dan nenek-nenek (Lansia) dengan faktor risiko hubungan seksual. Ini baru masalah besar.

Pada usia produktif (umur 25 -- 49 tahun) dan remaja (sejak mimpi basah sampai umur 25 tahun) libido (nafsu berahi yang bersifat naluri) sangat kuat sehingga memerlukan penyaluran yaitu hubungan seksual. Tidak ada subsitutis (pengganti) untuk menyalurkan libido selain melalui hubungan seksual.

Persoalannya adalah remaja dan sebagian laki-laki usia produktif tidak mempunyai istri sehingga mereka menyalurkan libido dengan pacar atau pekerja seks komersial (PSK).

Ketika mereka memilih menyalurkan libido dengan PSK kondisi jadi runyam karena PSK adalah orang dengan perilaku seksual yang berisiko tinggi tertular dan menularkan HIV/AIDS. PSK melakukan hubungan seksual dengan laki-laki yang berganti-ganti dengan kondisi laki-laki tidak memakai kondom.

Bisa saja ada di antara laki-laki tersebut yang mengidap HIV/AIDS sehingga ada risiko penularan ke PSK. Selanjutnya, PSK yang mengidap HIV/AIDS menularkan HIV/AIDS ke laki-laki yang melakukan hubungan seksual dengan dia tanpa memakai kondom.

Pertanyaannya: Mengapa banyak remaja dan laki-laki usia produktif yang terdeteksi mengidap HIV/AIDS?

Hal itu terjadi karena mereka tidak pernah menerima informasi yang akurat tentang cara-cara mencegah penularan HIV/AIDS melalui hubungan seksual. Soalnya, selama ini materi komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) tentang HIV/AIDS selalu dibalut dan dibumbui dengan norma, moral dan agama sehingga yang sampai ke masyarakat hanya mitos (anggapan yang salah). 

Sedangkan fakta medis tentang HIV/AIDS, seperti cara-cara pencegahan yang realistis, tidak pernah sampai secara utuh.

Mitos yang beredar luas, misalnya, mengait-ngaitkan penularan HIV/AIDS dengan seks sebelum menikah, zina, selingkuh, melacur dan homoseksual. 

Padahal, risiko penularan HIV/AIDS melalui hubungan seksual terjadi bukan karena sifat hubungan seksual (seks sebelum menikah, zina, selingkuh, melacur dan homoseksual), tapi karena kondisi (saat terjadi) hubungan seksual, di dalam dan di luar nikah, yaitu salah satu atau kedua-duanya mengidap HIV/AIDS dan laki-laki tidak memakai kondom (Lihat matriks).

Ilustrasi: Matriks sifat dan kondisi hubungan seksual terkait dengan penularan HIV/AIDS (Sumber: Dok Pribadi/Syaiful W. Harahap)
Ilustrasi: Matriks sifat dan kondisi hubungan seksual terkait dengan penularan HIV/AIDS (Sumber: Dok Pribadi/Syaiful W. Harahap)

Disebutkan pula: .... penularan HIV/AIDS pada perempuan cukup tinggi (papua.tribunnews.com, 27/5-2022). Sayangnya tidak ada penjelasan siapa perempuan yang dimaksud, apakah ibu rumah tangga? Selain itu juga tidak ada penjelasan faktor risiko penularan. Jika itu ibu rumah tangga, bagaimana dan mengapa mereka tertular HIV/AIDS?

Terkait dengan kasus HIV/AIDS pada perempuan, dr Beeri mengatakan: Hal ini perlu dihindari lantaran ibu-ibu yang nantinya melahirkan generasi emas Papua. "Ini krusial dan harus kita perhatikan kedepannya, karena generasi emas Papua sesuai visi Gubernur harus dijaga."

Pertanyaannya: Apa langkah konkret Pemprov Papua dan pemerintah kabupaten dan kota di Papua untuk menanggulangi HIV/AIDS?

Di Papua sudah ada Perda AIDS yaitu: Provinsi Papua, Kabupaten: Nabire, Merauke, Jayapura, Puncak Jaya, Biak Numfor, Mimika, serta Kota: Jayapura. Tapi, Perda-perda ini tidak jalan karena tidak menukik ka akar persoalan terkait dengan insiden infeksi HIV baru di hulu yaitu penularan HIV dari PSK ke laki-laki.

Baca juga: Eufemisme dalam Perda AIDS Prov Papua

Paling tidak ada lima pintu masuk HIV/AIDS ke Papua, celakanya dalam Perda-perda itu tidak ada pasal yang menyasar 'pintu masuk' tersebut.

Pintu masuk HIV/AIDS, dalam hal ini melalui perilaku seksual yang berisiko, yaitu:

  • Laki-laki dan perempuan dewasa melakukan hubungan seksual di dalam nikah dengan pasangan yang berganti-ganti dengan kondisi suami tidak pakai kondom, karena bisa saja salah satu dari pasangan tersebut mengidap HIV/AIDS sehingga ada risiko penularan HIV/AIDS;
  • Laki-laki dan perempuan dewasa melakukan hubungan seksual di luar nikah dengan pasangan yang berganti-ganti dengan kondisi laki-laki tidak pakai kondom, karena bisa saja salah satu dari pasangan tersebut mengidap HIV/AIDS sehingga ada risiko penularan HIV/AIDS;
  • Laki-laki dewasa melakukan hubungan seksual, di dalam atau di luar nikah, dengan seseorang yang sering berganti-ganti pasangan, dalam hal ini pekerja seks komersial (PSK), dengan kondisi laki-laki tidak pakai kondom, karena bisa saja PSK tersebut mengidap HIV/AIDS sehingga ada risiko penularan HIV/AIDS;
  • Laki-laki dewasa melakukan hubungan seksual dengan waria dengan kondisi laki-laki tidak pakai kondom, karena bisa saja waria tersebut mengidap HIV/AIDS sehingga ada risiko penularan HIV/AIDS;
  • Perempuan dewasa melakukan hubungan seksual gigolo dengan kondisi gigolo tidak pakai kondom, karena bisa saja gigolo tersebut mengidap HIV/AIDS sehingga ada risiko penularan HIV/AIDS.

Baca juga: Fantastis, Provinsi Papua Nol Infeksi HIV Baru Tahun 2023

Celakanya, di Papua ada pemuka agama dan bupati yang menolak kondom. Mereka menggencarkan semboyan: Seks Yes, Kondom No!

Tentu saja hal itu menyesatkan yang membuat warga Papua, terutama laki-laki, berada di posisi yang riskan tertular HIV/AIDS.

Selain itu ada pula informasi yang juga menyesatkan yaitu sirkumsisi (sunat) disebut bisa mencegah penularan HIV/AIDS, padahal faktanya sunat hanya berfungsi menurunkan risiko. Karena hanya bisa menurunkan risiko, mengapa tidak memakai kondom saja agar terhindar dari penularan HIV/AIDS! *

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun