Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kampanye Anti-diskriminasi terhadap Anak dengan HIV/AIDS di Sumatera Utara

12 Mei 2022   20:51 Diperbarui: 12 Mei 2022   20:58 386
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Anak-anak angkat simbol pita merah di sebuah TK di Hefei, Provinsi Anhui, China timur, 30 November 2007 (Sumber: chinadaily.com.cn/Agens)

Daripada kampanye "Anti Diskiriminasi' atau anti pengucilan terhadap ADHA" di Sumut lebih baik sembunyikan identitas anak-anak yang hidup dengan HIV/AIDS

"Ketua Tim Penggerak Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (TP PKK) Sumatera Utara (Sumut) Nawal Lubis mengatakan, keberadaan anak-anak dengan HIV/AIDS (ADHA) harus terus dikampanyekan untuk menghilangkan diskriminasi di masyarakat." Ini ada di dalam berita "Nawal Lubis Terus Kampanyekan Anti Diskriminasi Terhadap Anak dengan HIV/AIDS" (okemedan.com, 10/5-2022).

Langkah yang disebut Lubis ini membutuhkan waktu yang panjang karena HIV/AIDS stigmatisasi (pemberian cap buruk atau negatif) dan diskriminasi (perlakuan yang berbeda) terhadap Odha (Orang dengan HIV/AIDS) sudah terjadi sejak awal epidemi. Hal ini terjadi karena informasi tentang HIV/AIDS dibalut dan dibumbui dengan norma, moral dan agama, seperti mengaitkan penularan HIV/AIDS dengan zina, pelacuran, homoseksual dan lain-lain.

Maka, jalan terbaik adalah dengan tidak membuka indentitas anak-anak yang mengidap HIV/AIDS karena pergaulan sehari-hari tidak menjadi media penularan HIV/AIDS.

Dengan menyebut Adha (Anak dengan HIV/AIDS) dan membuat panti asuhan khusus untuk Adha justru mendorong stigma dan diskriminasi karena pemahaman banyak orang tentang HIV/AIDS tidak berpijak pada fakta medis, tapi lebih cenderung dipengaruhi mitos (anggapan yang salah) tentang HIV/AIDS.

Daripada buang-buang energi mengkampanyekan "Anti Diskiriminasi' atau anti pengucilan terhadap ADHA" seperti yang disebut Lubis, Ketua Tim Penggerak Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (TP PKK) Sumatera Utara (Sumut), lebih baik menyembunyikan identitas anak-anak yang hidup dengan HIV/AIDS.

Jika anak-anak itu masuk ke PAUD, TK, SD dan seterusnya cukup kepala sekolah yang mengetahui. Ada instansi di Indonesia yang menerapkan cara ini sehingga pegawai instansi yang mengidap HIV/AIDS tetap bisa bekerja dengan tenang.

Untuk itu kepala-kepala sekolah perlu dibekali dengan pengetahuan tentang HIV/AIDS sesuai dengan fakta medis. Sementara pegawai instansi tadi juga dibekali dengan pengetahun tentang HIV/AIDS agar tidak melakukan perilaku berisiko menularkan HIV/AIDS.

Baca juga: Adakah Langkah Konkret Pencegahan Infeksi HIV Baru di Perda AIDS Sumatera Utara?

Sedangkan Ketua KPA Sumut, Ikrimah Hamidy, khawatir tidak ada panti asuhan yang mau menerima anak-anak dengan HIV/AIDS karena ada anak-anak itu yang yatim-piatu.

Baca juga: AIDS di Samosir, 3 Anak-anak Pengidap HIV/AIDS Terancam Diusir

Nah, untuk hal ini pimpinan panti asuhan yang didukung dan didanai pemerintah diberikan pemahaman tentang HIV/AIDS dengan pijakan fakta medis. Jika anak-anak dengan HIV/AIDS ditititpkan ke panti asuhan cukup pimpinannya yang mengetahui.

Dengan membuka identitas anak-anak yang hidup dengan HIV/AIDS akan menambah kegaduhan karena sebagian orang akan menghubung-hubungkannya dengan (perilaku seksual) orang tua anak-anak itu. Hal ini tidak mudah dipupus karena dari awal epidemi materi komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) HIV/AIDS selalu dibalut dan dibumbui dengan norma, moral da agama sehingga yang sampai ke masyarakat hanya mitos, yang menutup fakta medis tentang HIV/AIDS.

Disebutkan oleh Ikrimah, "Semoga tahun anggaran 2023 nanti bisa segera disiapkan rumah singgahnya dan rumah penampungannya." Dengan membuat rumah singgah, panti asuhan, dan penampungan khusus untuk anak-anak dengan HIV/AIDS merupakan langkah yang menyuburkan stigma dan diskriminasi karena masyarakat melihat anak-anak itu justru 'diasingkan' dari masyarakat. *

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun