Jika yang dimaksud dengan 'seks bebas' pada lead berita ini adalah zina, maka pernyataan tersebut ngawur karena penularan HIV/AIDS melalui hubungan seksual bukan karena sifat hubugan seksual (seks bebas), tapi karena kondisi (saat terjadi) hubungan seksual yaitu salah satu atau kedua pasangan itu mengidap HIV/AIDS dan laki-laki tidak memakai kondom (lihat matriks).
Disebutkan dari 2.667 kasus HIV/AIDS di Subang 65 di antaranya adalah balita. Pertanyaan yang sangat mendasar adalah: Apakah kedua orang tua balita ini menjalani tes HIV?
Kalau tidak, maka ayah 65 balita itu akan jadi mata rantai penyebaran HIV/AIDS di Subang, terutama melalui hubungan seksual tanpa kondon di dalam dan di luar nikah.
Disebutkan bahwa salah satu faktor yang meningkatkan kasus HIV/AIDS di Subang adalah praktek prostitusi terselubung. Lagi-lagi bukan karena terselubung tapi karena laki-laki tidak menerapkan seks aman.
"Di Subang ada 86 titik transaksi seksual yang tersebar di 29 kecamatan, hanya 1 Kecamatan yakni Serangpanjang yang tak ada lokasi transaksi seksual," kata Kepala Dinas (Kadis) Kesehatan Subang, dr Maxi.
Yang jadi masalah Dinkes tidak bisa melakukan intervensi karena transaksi seksual tidak dilokalisir. Lagi pula transaksi dilakukan melalui media sosial dan eksekusi terjadi di sembarang waktu dan sembarang tempat.
Baca juga: Apa Langkah Pemkab Subang Cegah Kenaikan Kasus HIV/AIDS?
Dengan kondisi tersebut dr Maxi hanya bisa mengimbau agar warga Subang menekan angka penyebaran HIV/AIDS dengan perilaku hidup sehat dan menghindari seks bebas.
Tentu saja imbauan ini 'bak menggarami laut' karena imbauan tidak semerta dituruti warga. Langkah yang komprehensif adalah seperti yang dilakukan Thailand, tapi program itu hanya bisa dijalankan jika praktek prostitusi dilokalisir.
Dengan kondisi seperti sekarang penyebaran HIV/AIDS di Subang akan terus terjadi bagaikan 'bom waktu' yang kelak bermuara pada 'ledakan AIDS.' *