Pemkab Serang, Banten, menerbitkan Perda Penanggulangan HIV/AIDS, tapi tidak ada pasal berupa intervensi yang menukik ke pintu masuk HIV/AIDS
Salah satu pintu masuk HIV/AIDS adalah melalui hubungan seksual, sehingga upaya untuk mencegah penularan HIV/AIDS antar warga di masyarakat adalah menutup pintu masuk tesebut.
Tapi, secara empiris adalah hal yang mustahil menutup pintu masuk HIV/AIDS melalui hubungan seksual sehingga yang bisa dilakukan secara riil adalah menurunkan insiden infeksi HIV baru, terutama pada laki-laki dewasa melalui hubungan seksual dengan pekerja seks komersial (PSK).
Upaya yang dilakukan pemerintah provinsi, kabupaten dan kota di Indonesia untuk mencegah dan menanggulangi HIV/AIDS adalah dengan membuat peraturan daerah (Perda). Sudah ada sekitar 150 Perda AIDS di Indonesia dengan kondisi yang hanya "copy-paste".
Baca juga: Apakah Perda AIDS Kabupaten Serang Kelak Juga Hanya "Copy Paste"?
Di Banten sendiri sudah ada Perda AIDS Provinsi Banten dan Perda AIDS Kabupaten Tangerang.
Baca juga: Perda AIDS Prov Banten: Menanggulangi AIDS dengan Pasal-pasal Normatif
Selain itu penanggulangan dan Perda HIV/AIDS di Indonesia hanya mengekor ke ekor program penanggulangan HIV/AIDS di Thailand.
Baca juga: Program Penanggulangan AIDS di Indonesia Mengekor ke Ekor Program Thailand dan Perda AIDS di Indonesia: Mengekor ke Ekor Program Penanggulangan AIDS Thailand
Untuk menanggulangi penyebaran HIV/AIDS di wilayah Kabupaten Serang, Provinsi Banten, diterbitkan Perda yaitu Perda Kabupaten Serang No 2 Tahun 2020 tentang Penanggulangan HIV/AIDS yang disahkan tanggal 10 Maret 2020 diteken oleh Bupati Serang Ratu Tatu Chasanah. Jumlah kumulatif kasus HIV/AIDS per Desember 2019 di Kab Serang sebanyak 1.533 (penghubung.bantenprov.go.id, 12/12-2019).
Karena Perda ini untuk menanggulangi HIV/AIDS, maka dicari pasal-pasal terkait dengan pencegahan HIV/AIDS. Di Paragraf 2 tentang Pencegahan Penularan HIV Melalui Hubungan Seksual pada Pasal 8 (1) diesebut: Pencegahan penularan HIV melalui hubungan seksual merupakan berbagai upaya untuk mencegah seseorang terinfeksi HIV dan/atau penyakit IMS lain yang ditularkan melalui hubungan seksual. Dilanjutkan ayat (2): Pencegahan penularan HIV melalui hubungan seksual dilaksanakan terutama di tempat yang berpotensi terjadinya hubungan seksual berisiko.
Persoalannya, hubungan seksual berisiko sekarang terjadi di sembarang tempat dan sembarang waktu karena praktek PSK tidak lagi dilokalisir. Transaksi hubungan seksual berisiko, dilakukan dengan pasangan yang berganti-ganti dan dengan seseorang yang sering berganti-ganti pasangan, yaitu PSK, dilakukan melalui media sosial. Sedangkan eksekusi hubungan seksual berisiko terjadi di sembarang tempat.
PSK dikenal ada dua jenis, yaitu:
(a). PSK langsung yaitu PSK yang kasat mata, seperti yang mangkal di tempat pelacuran (dulu disebut lokalisasi atau lokres pelacuran) atau mejeng di tempat-tempat umum, dan
(b). PSK tidak langsung yaitu PSK yang tidak kasat mata. Mereka ini 'menyamar' sebagai anak sekolah, mahasiswi, cewek pemijat, cewek pemandu lagu, ibu-ibu, cewek (model dan artis) prostitusi online, dll. Dalam prakteknya mereka ini sama dengan PSK langsung sehingga berisiko tertular HIV/AIDS.
Karena sejak reformasi praktek PSK tidak lagi dilokalisir, maka sekarang PSK langsung juga sudah sama dengn PSK tidak langsung yang memakai media sosial sebagai tempat transaksi.
Itu artinya Pemkab Serang mustahil bisa menjangaku laki-laki yang melakukan perilaku seksual berisiko tertular HIV yaitu mereka yang melakukan transaksi seksual melalui media sosial.
Selanjutnya di ayat (3) disebut: Pencegahan penularan HIV melalui hubungan seksual dilakukan dengan 4 (empat) kegiatan yang terintegrasi meliputi:
a. peningkatan peran pemangku kepentingan;
b. intervensi perubahan perilaku;
c. manajemen pasokan perbekalan kesehatan pencegahan; dan
d. penatalaksanaan IMS.
Empat langkah ini mustahil dilakukan karena laki-laki dewasa warga Kab Serang yang melakukan perilaku seksual berisiko tidak bisa dijangkau karena praktek PSK tidak dilokalisir. Transaksi melalui media sosial dan eksekusi terjadi di sembarang tempat dan sembarang waktu.
Terkait dengan poin b intervensi perubahan perilaku, siapa yang jadi sasaran? Masyarakat? Tentu sangat luas dan membutuhkan waktu, sementara warga yang belum diintervensi bisa saja melakukan perilaku berisiko. Selain itu tentu butuh waktu untuk mengubah perilaku, bisa saja terjadi pada rentang waktu pemberian sosialasi sampai perilaku berubah tejadi warga melakukan perilaku berisiko tertular HIV/AIDS.
Itu artinya pasal-pasal di Perda ini sama sekali tidak ada intervensi yang menukik ke pintu masuk HIV/AIDS melalui perilaku seksual berisiko, yaitu:
(1). Laki-laki dewasa heteroseksual (secara seksual tertarik dengan lawan jenis) yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual tanpa memakai kondom, di dalam nikah, dengan perempuan yang berganti-ganti karena bisa saja salah satu dari perempuan tersebut mengidap HIV/AIDS sehingga ada risiko terjadi penularan HIV/AIDS;
(2). Perempuan dewasa heteroseksual (secara seksual tertarik dengan lawan jenis) yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual tanpa memakai kondom, di dalam nikah, dengan laki-laki yang berganti-ganti karena bisa saja salah satu dari laki-laki tersebut mengidap HIV/AIDS sehingga ada risiko terjadi penularan HIV/AIDS;
(3) Laki-laki dewasa heteroseksual (secara seksual tertarik dengan lawan jenis) yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual tanpa memakai kondom, di luar nikah, dengan perempuan yang berganti-ganti (seperti perselingkuhan, perzinaan, dll.) karena bisa saja salah satu dari perempuan atau laki-laki tersebut mengidap HIV/AIDS sehingga ada risiko terjadi penularan HIV/AIDS;
(4) Perempuan dewasa heteroseksual (secara seksual tertarik dengan lawan jenis) yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual tanpa memakai kondom, di luar nikah, dengan laki-laki yang berganti-ganti (seperti perselingkuhan, perzinaan, dll.) karena bisa saja salah satu dari laki-laki tersebut mengidap HIV/AIDS sehingga ada risiko terjadi penularan HIV/AIDS;
(5) Perempuan dewasa heteroseksual (secara seksual tertarik dengan lawan jenis) yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual dengan gigolo, dengan kondisi gigilo tidak memakai kondom, karena bisa saja gigolo itu mengidap HIV/AIDS sehingga ada risiko terjadi penularan HIV/AIDS;
(6). Laki-laki dewasa heteroseksual (secara seksual tertarik dengan lawan jenis) yang melakukan hubungan seksual tanpa memakai kondom dengan perempuan yang sering berganti-ganti pasangan, seperti pekerja seks komersial (PSK), karena bisa saja salah satu dari PSK tsb. mengidap HIV/AIDS sehingga ada risiko terjadi penularan HIV/AIDS.
(7). Laki-laki dewasa heteroseksual (secara seksual tertarik dengan lawan jenis) yang melakukan hubungan seksual tanpa memakai kondom dengan waria karena ada waria yang sering ganti-ganti pasangan sehingga bisa jadi waria tsb. mengidap HIV/AIDS sehingga ada risiko terjadi penularan HIV/AIDS.
(8) Laki-laki dewasa biseksual (secara seksual tertarik dengan lawan jenis dan sejenis) yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual tanpa memakai kondom dengan laki-laki dan perempuan yang berganti-ganti bisa jadi laki-laki dan perempuan tsb. mengidap HIV/AIDS sehingga ada risiko terjadi penularan HIV/AIDS.
Dalam Perda AIDS Kab Serang tidak ada pasal yang mengintervensi 8 pintu masuk HIV/AIDS di atas. Itu artinya insiden infeksi HIV baru di kalangan warga Kab Serang akan terus terjadi sebagai 'bom waktu' yang kelak bermuara pada 'ledakan AIDS.' *Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H