"Pemprov Sumut akan menyurati kabupaten dan kota agar ikut melakukan sosialisasi informasi HIV/AIDS dan kepada masyarakat yang terjangkit. Dia (Wakil Gubernur Sumut Musa Rajekshah --pen.) berharap segera melaporkan diri untuk didata dinas terkait." Ini ada dalam berita "200 Bayi di Kota Medan Terinfeksi HIV/AIDS", kompas.com, 23/12-2020.
Informasi dan sosialisasi HIV/AIDS sudah berjalan 33 tahun di Indonesia sejak kasus HIV/AIDS pertama terdeteksi di Bali (1987) diakui pemerintah. Celakanya, pemahaman tentang HIV/AIDS sebagai fakta medis sangat rendah. Hal ini terjadi antara lain karena materi KIE (komunikasi, informasi dan edukasi) HIV/AIDS dibalut dan dibumbui dengan norma, moral dan agama sehingga fakta medis hilang yang muncul hanya mitos (anggapan yang salah).
Baca juga: Menyoal (Kapan) 'Kasus AIDS Pertama' di Indonesia
Seperti pada pernyataan Wakil Gubernur Sumut itu yang menyebut 'sosialisasi informasi HIV/AIDS dan kepada masyarakat yang terjangkit'.
Pertama, penularan HIV/AIDS tidak terjadi kepada komunitas atau kelompok serta masyarakat tapi para individu yaitu orang per orang terkait langsung dengan perilaku seksual, dan
Kedua, sosialisasi bukan kepada orang yang terjangkit HIV/AIDS karena mereka sudah menerima penjelasan sebelum dan sesudah tes HIV.
Ada lagi pernyataan 'Dia (Wakil Gubernur Sumut Musa Rajekshah --pen.) berharap segera melaporkan diri untuk didata dinas terkait'. Ini juga menunjukkan pemahaman terhadap HIV/AIDS yang sangat rendah karena orang-orang yang terdeteksi HIV/AIDS melalui tes HIV di klinik-klinik, Puskesmas dan rumah sakit yang menerapkan asas VCT (tes HIV sukarela dengan konseling) sudah otomatis terdata di dinas kesehatan dan KPA.
Yang jadi masalah besar pada epidemi HIV/AIDS adalah orang-orang yang sudah tertular HIV/AIDS tapi tidak terdeteksi. Warga yang mengidap HIV/AIDS tapi tidak terdeteksi terjadi karena tidak ada tanda-tanda, gejala-gejala atau ciri-ciri yang khas AIDS pada fisik dan keluhan kesehatan. Tapi, mereka bisa menularkan HIV/AIDS. Mereka inilah yang jadi mata rantai penyebaran HIV/AIDS di masyarakat, terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.
Celakanya, pemerintah tidak mempunyai program yang komprehensif untuk mendeteksi warga yang mengidap HIV/AIDS di masyarakat. Akibatnya, penyebaran HIV/AIDS terus terjadi tanpa disadari oleh warga yang menularkan dan yang tertular.
Disebutkan pula oleh Wakil Gubernur Sumut ".... Penting kita lakukan adalah bagaimana orang yang terjangkit mau melaporkan diri, supaya bisa didata. Diberi informasi dan pengobatan." Orang-orang yang jalani tes HIV sukarela di Klinik VCT otomatis sudah terdata dan ditangani pada pasca tes HIV.
Wakil Ketua KPAD Sumut Ikrimah Hamidy sebut: "Infeksi paling banyak persentasenya adalah kalangan milenial, anak sekolah hingga mahasiswa. Perlu dilakukan sosialisasi kepada kaum milenial mulai anak sekolah dan guru-guru."
Adalah hal yang realistis kasus HIV/AIDS terbanyak pada kalanan milenial karena pada usia tersebut dorongan seksual tinggi sedangkan informasi tentang cara mencegah penularan HIV/AIDS melalui hubungan seksual tidak akurat.
Baca juga: AIDS pada Usia Produktif di Yogyakarta bukan Ironis tapi Realistis
Misalnya, disebut jangan lakukan seks bebas, jangan zina, jangan seks sebelum menikah, dll. Ini mitos karena tidak ada kaitan langsung antara sifat hubungan seksual dengan penularan HIV/AIDS.
Disebutkan pula: ada usul rancangan peraturan daerah (Ranperda) penanggulangan HIV/AIDS kepada DPRD Sumut. Salah satu poinnya adalah tentang tes HIV/AIDS untuk calon pengantin. Tujuannya, apabila ada calon pengantin yang terinfeksi bisa segera ditangani dan diambil tindakan. Hal ini dinilai bisa mengurangi kasus penularan dari orangtua kepada bayinya.
Baca juga: Tes HIV sebelum Menikah (yang) Akan Sia-sia
Tes HIV bukan vaksin. Biar pun hasil tes HIV sebelum menikah negatif itu tidak bisa jadi jaminan selamanya akan negatif HIV karena bisa saja tertular HIV setelah menikah. Risiko tertular HIV setelah menikah tetap ada jika ada di antara pasangan tsb. yang melakukan perilaku-perilaku tinggi tertular HIV/AIDS.
Tanpa langkah-langkah yang konkret di hulu yaitu untuk mencegah insiden infeksi HIV baru, terutama pada laki-laki dewasa melalui hubungan seksual dengan pekerja seks komersial (PSK), maka penyebaran HIV/AIDS akan terus terjadi di Kota Medan khususnya dan di Sumut umumnya.
Penyebaran HIV/AIDS di masyarakat bagaikan 'bom waktu' yang kelak bermuara pada 'ledakan AIDS'. ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H