Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Mustahil Menghentikan Penyebaran HIV/AIDS di Kabupaten Belu

25 November 2020   18:57 Diperbarui: 25 November 2020   19:05 217
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pemerintah Kabupaten Belu berharap kepada masyarakat agar bersinergi dalam upaya pencegahan HIV dan AIDS. Ini ada dalam berita "Pemkab Belu Harap Masyarakat Sinergi Cegah HIV/AIDS" di kupang.tribunnews, 13/11-2020.

Jumlah kumulatif kasus HIV/AIDS di Kabupaten Belu, NTT, dari tahun 2013 sampai Oktober 2020 dilaporkan sebanyak 734 kasus. Namun, kasus yang dilaporkan (734) tidak menggambarkan jumlah kasus yang sebenarnya di masyarakat karena epidemi HIV/AIDS erat kaitannya dengan fenomena gunung es. Kasus yang terdeteksi (734) digambarkan sebagai bongkahan gunung es yang muncul ke atas permukaan air laut, sedangkan kasus yang tidak terdeteksi di masyarakat digambarkan sebagai bongkahan gunung es di bawah permukaan air laut (Lihat Gambar).

Dok Pribadi
Dok Pribadi

Harapan Pemkab Belu, NTT, itu merupakan salah satu langkah dalam penanggulangan penyebaran HIV/AIDS. Persoalannya adalah selama ini masyarakat dicekoki dengan materi KIE (Komunikasi, Informasi dan Edukasi) tentang HIV/AIDS yang dibalut dan dibumbui dengan norma, agama dan moral. Akibatnya, yang sampai ke masyarakat hanya mitos (anggapan yang salah).

Misalnya, mengait-ngaitkan penularan HIV/AIDS dengan zina, pelacuran, dll. Padahal, penularam HIV/AIDS melalui hubungan seksual bukan karena sifat hubungan seksual (zina, melacur, dll.), tapi karena kondisi saat terjadi hubungan seksual (salah satu atau kedunya mengidap HIV/AIDS dan laki-laki tidak memakai kondom) setiap melakukan hubungan seksual (Lihat gambar).

Dok Pribadi
Dok Pribadi

Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Belu, dr Joice Manek, dalam sambutan di pembukaan Workshop Pencegahan dan Penanggulangan HIV dan AIDS secara Terpadu dan Berbasis Masyarakat (13/11/2020), mengatakan sinergi dalam upaya pencegahan HIV/AIDS. Harapan bersama yang perlu diperhatikan dan dilaksanakan adalah mewujudkan target three zero penanganan HIV dan AIDS di Kabupaten Belu hingga 2030.

Three zero yang dimaksudkan adalah (1) Tidak ada lagi penularan infeksi baru HIV/AIDS, (2) Tidak ada lagi kematian akibat HIV dan AIDS dan (3) Tidak ada lagi stigma dan diskriminasi pada Odha (Orang dengan HIV/AIDS).

Adalah hal yang mustahil mengatakan "Tidak ada lagi penularan infeksi baru HIV/AIDS" karena banyak pintu masuk HIV/AIDS ke masyarakat Belu melalui hubungan seksual yang juga mustahil ditutup karena terkait dengan perilaku seksual orang per orang.

Apa yang bisa dilakukan oleh Pemkab Belu untuk mencegah warga Belu tidak melakukan salah satu atau beberapa dari lima pintu masuk HIV/AIDS ini? Sama sekali tidak ada karena perilaku seksual berisiko tertular HIV/AIDS ini merupakan perilaku seksual yang bersifat pribadi.

Lokasi Kab Beli, NTT (Sumber: google.com/maps)
Lokasi Kab Beli, NTT (Sumber: google.com/maps)

Lima pintu masuk HIV/AIDS melalui hubungan seksual, yaitu:

(1). Laki-laki dan perempuan dewasa heteroseksual (secara seksual tertarik dengan lawan jenis) tidak melakukan hubungan seksual tanpa memakai kondom, di dalam nikah, dengan perempuan dan laki-laki yang berganti-ganti karena bisa saja salah satu dari perempuan atau laki-laki tersebut mengidap HIV/AIDS sehingga ada risiko terjadi penularan HIV/AIDS;

(2). Laki-laki dan perempuan dewasa heteroseksual (secara seksual tertarik dengan lawan jenis) tidak melakukan hubungan seksual tanpa memakai kondom, di luar nikah, dengan perempuan atau laki-laki yang berganti-ganti (seperti perselingkuhan, perzinaan, dll.) karena bisa saja salah satu dari perempuan atau laki-laki tersebut mengidap HIV/AIDS sehingga ada risiko terjadi penularan HIV/AIDS;

(3). Perempuan dewasa heteroseksual (secara seksual tertarik dengan lawan jenis) tidak melakukan hubungan seksual dengan laki-laki yang sering berganti-ganti pasangan, seperti gigolo, dengan kondisi gigilo tidak memakai kondom, karena bisa saja salah satu dari gigolo itu mengidap HIV/AIDS sehingga ada risiko terjadi penularan HIV/AIDS;

(4). Laki-laki dewasa heteroseksual (secara seksual tertarik dengan lawan jenis) tidak melakukan hubungan seksual tanpa memakai kondom dengan perempuan yang sering berganti-ganti pasangan, seperti pekerja seks komersial (PSK), karena bisa saja salah satu dari PSK tsb. mengidap HIV/AIDS sehingga ada risiko terjadi penularan HIV/AIDS.

PSK dikenal ada dua jenis, yaitu:

(a). PSK langsung yaitu PSK yang kasat mata, seperti yang mangkal di tempat pelacuran (dulu disebut lokalisasi atau lokres pelacuran) atau mejeng di tempat-tempat umum, dan

(b). PSK tidak langsung yaitu PSK yang tidak kasat mata. Mereka ini 'menyamar' sebagai anak sekolah, mahasiswi, cewek pemijat, cewek pemandu lagu, ibu-ibu, cewek (model dan artis) prostitusi online, dll. Dalam prakteknya mereka ini sama dengan PSK langsung sehingga berisiko tertular HIV/AIDS.

(5). Laki-laki dewasa heteroseksual (secara seksual tertarik dengan lawan jenis) tidak melakukan hubungan seksual tanpa memakai kondom dengan waria karena ada waria yang sering ganti-ganti pasangan sehingga bisa jadi waria tsb. mengidap HIV/AIDS sehingga ada risiko terjadi penularan HIV/AIDS.

Di beberapa negara, seperti Thailand, insiden infeksi HIV baru bisa ditekan melalui program 'wajib kondom 100 persen' bagi laki-laki yang melakukan hubungan seksual dengan PSK. Tapi, praktek PSK harus dilokalisir, sedangkan di Indonesia sejak reformasi ada gerakan yang mengatasnamakan moral menutup semua tempat pelacuran.

Maka, sekarang lokalisasi pelacuran atau prostitusi ada di media sosial yang disebut sebagai prostitusi online. Ini pun jelas tidak bisa dijangkau oleh Pemkab Belu untuk menjalankan program 'wajib kondom 100 persen' karena transaksi seks terjadi di sembarang tempat dan sembarang waktu.

Itu artinya program 'wajib kondom 100 persen' tidak bisa dijalakan di Belu khususnya dan di Indonesia umunnya. Maka, insiden infeksi HIV baru pada laki-laki melalui hubungan seksual tanpa kondom dengan PSK akan terus terjadi yang selanjutnya akan ditularkan ke istri atau pasangan seks lain di masyarakat.

Penyebaran HIV/AIDS yang terjadi masyarakat Belu bagaikan 'bom waktu' yang kelak bermuara pada 'ledakan AIDS'. ***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun