Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Dinkes Menjaring Pengidap HIV/AIDS di Kabupaten Semarang

23 Januari 2020   11:00 Diperbarui: 23 Januari 2020   11:10 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Maka, untuk mendeteksi (bukan menjaring) 2.000 warga yang mengidap HIV/AIDS tapi tidak terdeteksi, maka diperlukan sistem yang komprehensif yang tidak melawan hukum dan tidak melanggar hak asasi manusia (HAM).

Misalnya, membuat regulasi, seperti peraturan bupati (Perbub) atau peraturan daerah (Perda), yang mewajibkan suami perempuan yang hamil menjalani konseling tes HIV. Jika hasil konseling menunjukkan perilaku seksual suami berisiko tertular HIV/AIDS, maka dilakukan tes HIV. Jika hasilnya positif, selanjutnya istrinya yang hamil menjelani konseling dan tes HIV. Ini perlu untuk mencegah penularan HIV dari ibu-ke-bayi yang dikandungnya.

Bisa juga Perbub atau Perda yang mewajibkan peserta BPJS Kesehatan yang iurannya dibayar pemerinah pusat dan daerah yaitu penerima bantuan iuran (PBI) menjalani konseling dan tes HIV setiap kali berobat ke sarana kesehatan pemerintah.

Sekarang di beberapa daerah yang dilakukan adalah anjuran kepada ibu hamil untuk tes HIV, tapi banyak suami yang menolak tes HIV sehingga suami-suami itu akan jadi mata rantai penyebaran HIV di masyarakat, terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.

Dok Pribadi
Dok Pribadi
Yang perlu diingat adalah tes HIV merupakan langkah di hilir. Artinya, warga Kab Semarang dibiarkan dulu tertular HIV/AIDS baru dideteksi melalui penjaringan. Ini benar-benar konyol.

Walaupun 2.000 kasus yang tidak terdeteksi akhirnya bisa terdeteksi itu tidak berarti semua kasus sudah terdeteksi karena di hulu terus terjadi insiden infeksi HIV baru, terutama pada laki-laki dewasa melalui hubungan seksual dengan pekerja seks komersial (PSK).

Pemkab Semarang, dalam hal ini Dinkes Kab Semarang dan KPA Kab Semarang, membusungkan dada dengan mengatakan: Di wilayah Kab Semarang tidak ada pelacuran!

Secara de jure itu benar karena sejak reformasi semua lokalisasi pelacuran ditutup. Tapi, secara de facto apakah Pemkab Semarang bisa menjamin tidak ada transaksi seks dalam berbagai modus di wilayah Kab Semarang?

Tentu saja tidak bisa karena transaksi seks tetap saja terjadi dalam berbagai modus, bahkan dengan memakai media sosial yang melibatkan prostitusi online.

Itu artinya penyebaran HIV/AIDS di wilayah Kab Semarang akan terus terjadi yang kelak akan bermuara pada 'ledakan AIDS'. *

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun