Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Duka Derita Anak-anak dengan Penyakit Langka di Indonesia

22 Desember 2019   10:27 Diperbarui: 23 Desember 2019   06:08 87
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ilustrasi (Sumber: arhiva.republika.mk)
Ilustrasi (Sumber: arhiva.republika.mk)
Karina Astari, seorang ibu dengan anak yang hidup dengan penyakit langka hanya bisa berharap agar Pemerintahan Presiden Jokowi Widodo (Jokowi) dan Wapres Ma'rif Amin mau mendengarkan keluhan orang tua anak-anak yang hidup dengan penyakit langka. "Setiap bulan saya harus mengeluarkan uang Rp 20 juta untuk membeli susu nutrisi medis dan perawatan," kata Karina dengan penuh harap.

Memang, Menkes Nila Farid Moeloek sudah menerbitkan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 29 tahun 2019 tanggal 26 Agustus 2019 tentang Penanggulangan Masalah Gizi Bagi Anak Akibat Penyakit. Celakanya, Permenkes ini tanpa petunjuk teknis (juknis) sehingga tidak bisa diimplementasikan.

Obat ARV

Dalam kaitan inilah, Prof Damayanti berharap agar petunjuk teknis mengenai peraturan dan komitmen pemerintah pusat hingga daerah segera diterbitkan oleh pemerintah. "Ini untuk menjamin agar hak anak-anak dengan penyakit langka berupa pemenuhan nutrisi medis sehari-hari terjamin sepanjang hidup mereka," kata Prof Damayanti kepada blogger alumni DBA Batch 1 dan 2 -- Danone Indonesia pada acara diskusi media dan blogger di kegiatan HUT "100 Tahun RSCM" di Ruang Kenanga 2, Istora Senayan, Jakarta Pusat, 21/12-2019.

Karina Astari, Prof. DR. dr. Damayanti Rusli Sjarif, Sp.A(K), Sashi (anak dengan penyakit langka) dan Tantri (ibu Sashi) (dari kiri ke kanan) dalam acara diskusi media dan blogger di kegiatan HUT. Dokpri
Karina Astari, Prof. DR. dr. Damayanti Rusli Sjarif, Sp.A(K), Sashi (anak dengan penyakit langka) dan Tantri (ibu Sashi) (dari kiri ke kanan) dalam acara diskusi media dan blogger di kegiatan HUT. Dokpri
Di Indonesia pemenuhan nutrisi anak-anak dengan penyakit langka menjadi sebuah tantangan tersendiri karena biaya PKMK yang sangat besar, seperti harga susu nutrisi medis dan obat-obatan. Susu nutrisi medis, misalnya, ada yang berharap Rp 1 juta/kaleng, Karina, misalnya, memerlukan enam kaleng susu setiap bukan untuk bayinya. Susu itu mereka beli melalui toko online. Sedangkan obat ada yang harganya miliaran rupiah.

Celakanya, tidak ada dukungan pemerintah. Padahal, pemerintah menganggarkan dana yang besar untuk membeli obat antiretroviral (ARV) untuk pengidap HIV/AIDS, disebut Odha (Orang dengan HIV/AIDS) yang jumlahnya ratusan ribu di Indonesia. Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kementerian Kesehatan, Anung Sugihantono, mengatakan pemerintah menyediakan dana Rp 400 miliar untuk obat ARV (kompas.com, 16/12-2019).

Odha mendapat obat ARV gratis sepanjang hidupnya. "Pasien dengan penyakit langka hanya puluhan, tidak akan membuat kantong BPJS Kesehatan jebol," kata Prof Damayanti membandingkan pengeluaran untuk berbagai penyakit yang mencapai triliunan rupiah.

Presiden Jokowi selalu mengatakan bahwa di Kabinet Indonesia Maju yang diharapkan adalah program yang tersampaikan (delivered) bukan hanya program kerja sebatas yang terkirim (sent). Analoginya adalah tidak hanya sebatas menerbitkan Permenkes, tapi juga membuat regulasi agar Permenkes tsb. bisa diimplementasikan secara riil untuk mengatasi PMKM anak-anak dengan penyakit langka.

Kalau Menkes Terawan Agus Putranto di Kabinet Indonesia Maju tidak menerbitkan juknis Permenkes No 29/2019 itu artinya harapan Presiden Jokowi sirna karena program hanya sebatas sent (terkirim) belaka. *

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun