Memang, Menkes Nila Farid Moeloek sudah menerbitkan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 29 tahun 2019 tanggal 26 Agustus 2019 tentang Penanggulangan Masalah Gizi Bagi Anak Akibat Penyakit. Celakanya, Permenkes ini tanpa petunjuk teknis (juknis) sehingga tidak bisa diimplementasikan.
Obat ARV
Dalam kaitan inilah, Prof Damayanti berharap agar petunjuk teknis mengenai peraturan dan komitmen pemerintah pusat hingga daerah segera diterbitkan oleh pemerintah. "Ini untuk menjamin agar hak anak-anak dengan penyakit langka berupa pemenuhan nutrisi medis sehari-hari terjamin sepanjang hidup mereka," kata Prof Damayanti kepada blogger alumni DBA Batch 1 dan 2 -- Danone Indonesia pada acara diskusi media dan blogger di kegiatan HUT "100 Tahun RSCM" di Ruang Kenanga 2, Istora Senayan, Jakarta Pusat, 21/12-2019.
Celakanya, tidak ada dukungan pemerintah. Padahal, pemerintah menganggarkan dana yang besar untuk membeli obat antiretroviral (ARV) untuk pengidap HIV/AIDS, disebut Odha (Orang dengan HIV/AIDS) yang jumlahnya ratusan ribu di Indonesia. Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kementerian Kesehatan, Anung Sugihantono, mengatakan pemerintah menyediakan dana Rp 400 miliar untuk obat ARV (kompas.com, 16/12-2019).
Odha mendapat obat ARV gratis sepanjang hidupnya. "Pasien dengan penyakit langka hanya puluhan, tidak akan membuat kantong BPJS Kesehatan jebol," kata Prof Damayanti membandingkan pengeluaran untuk berbagai penyakit yang mencapai triliunan rupiah.
Presiden Jokowi selalu mengatakan bahwa di Kabinet Indonesia Maju yang diharapkan adalah program yang tersampaikan (delivered) bukan hanya program kerja sebatas yang terkirim (sent). Analoginya adalah tidak hanya sebatas menerbitkan Permenkes, tapi juga membuat regulasi agar Permenkes tsb. bisa diimplementasikan secara riil untuk mengatasi PMKM anak-anak dengan penyakit langka.
Kalau Menkes Terawan Agus Putranto di Kabinet Indonesia Maju tidak menerbitkan juknis Permenkes No 29/2019 itu artinya harapan Presiden Jokowi sirna karena program hanya sebatas sent (terkirim) belaka. *
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H