Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Peserta BPJS Kesehatan Kelak Cukup dengan Sidik Jari Ketika Berobat

26 Mei 2019   21:43 Diperbarui: 26 Mei 2019   22:15 291
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Layanan BPJS Kesehatan di sebuah rumah sakit di Manado, Sulut (Sumber: bpjs-kesehatan.go.id)

Pernahkah Anda bayangkan seseorang berobat ke fasilitas kesehatan (Faskes), seperti Puskesmas, klinik dan rumah sakit, tanpa membawa dokumen?

Itulah yang akan dicapai oleh BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) Kesehatan dalam meningkatkan pelayanan program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS). Dalam lima tahun implementasi JKN-KIS dengan skala nasional BPJS Kesehatan menjalankan program dengan dukungan layanan digital.

Aplikasi

Layanan digital yang dikembangkan BPJS Kesehatan mulai mengubah tatanan sistem pelayanan kesehatan di Indonesia. Ini sejalan dengan ekosistem teknologi informasi yang secara alamiah terbentuk di tengah tantangan revolusi industri 4.0.

Layanan digital sebagai pendukung program JKN-KIS disebutkan oleh Direktur Utama BPJS Kesehatan, Fachmi Idris, dalam acara Public Expose "Capaian Kinerja BPJS Kesehatan Tahun 2018" di Jakarta (24/5-2019). Menurut Fachmi BPJS Kesehatan sedang menuju digitalisasi seluruh sistem administrasi sampai pelayanan secara bertahap yang kelak bermuara pada big data. "Kita tidak bisa melawan arus perkembangan teknologi informasi, menghindar atau bahkan menolaknya. Berbagai layanan digital yang tumbuh di era JKN-KIS akan mendobrak dan mengubah cara berpikir masyarakat, lebih jauh akan membawa revolusi besar dalam tatanan sistem pelayanan kesehatan di Indonesia," ujar Fachmi dengan nada yakin.

Pemanfaatan teknologi informasi mendukung Program JKN-KIS dalam hal sistem pembiayaan dan pelayanan kesehatan yang berkualitas dengan tetap efektif dan efisien dari sisi pembiayaan. Menurut Fachmi, teknologi informasi dengan digitalisasi dalam program JKN-KIS sudah harus mulai diadaptasi oleh pihak-pihak yang terkait dengan Program JKN-KIS. Yaitu peserta, Faskes, tenaga kesehatan dan seluruh pemangku kepentingan yang terkait langsung dengan program JKN-KIS. Dalam bahasa lain Fachmi mengatakan: "Kita harus siap berubah menuju digitalisasi pelayanan kesehatan."  

Lebih jauh Fachmi mengatakan BPJS Kesehatan mengembangkan berbagai aplikasi untuk mendukung keberlangsungan program JKN-KIS. Ada lima ekspektasi yang diharapkan peserta dari pelayanan JKN-KIS yaitu: kemudahan memperoleh informasi terkait Program JKN-KIS, kemudahan dan kecepatan mendaftar, kemudahan dan kepastian membayar iuran, mendapat jaminan di fasilitas kesehatan, serta menyampaikan keluhan dan memperoleh solusi.

Terkait dengan digitalisasi, Fachmi memberi contoh tebal lembaran kertas laporan dari Faskes. Setiap hari rata-rata 640.822 peserta memanfaatkan layanan kesehatan di berbagai Faskes. Kalau dihitung sejak tahun 2014 sampai tahun 2018 sudah 874,1 juta peserta yang memanfaatkan Faskes. Tapi, dengan digitalisasi lembaran kertas itu tidak ada lagi karena semua data disimpan melalui sistem komputasi awan (cloud) sehingga tidak lagi memakai kerjas (paperless).

Itu artinya kelak semua berkas dan dokumen yang berkaitan dengan BPJS Kesehatan dibuat digital, termasuk riwayat kesehatan atau rekam medis seorang pasien. Semua disimpan dalam komputasi awan sehingga dapat diakses oleh berbagai fasilitas kesehatan berbeda di daerah mana saja di Indonesia.

Rekam Medis

Saat ini BPJS Kesehatan bermitra dengan 23.292 Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) yaitu: Puskesmas, Dokter Praktik Perorangan (DPP), Klinik TNI/Polri, Klinik Pratama, Rumah Sakit D Pratama, dan dokter gigi praktik perorangan. Di tingkat Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL) ada 2.455 rumah sakit dan klinik utama. Menurut Fachmi, dengan jaringan kerja yang melibatkan 221 juta peserta dan hampir 30.000 Faskes di seluruh Indonesia, "Mutlak harus memakai system teknologi informasi," kata Fachmi.

Public Expose BPJS Kesehatan “Capaian Kinerja BPJS Kesehatan Tahun 2018” di Jakarta (24/5-2019). Keempat dari kiri Dirut BPJS Kesehatan Fachmi Idris yang didamingi para direktur serta Rektor IPB Bogor, Dr Arif Satria SP, MSi (keempat dari kanan). (Sumber: health.detik.com/Dok BPJS Ketenagakerjaan)
Public Expose BPJS Kesehatan “Capaian Kinerja BPJS Kesehatan Tahun 2018” di Jakarta (24/5-2019). Keempat dari kiri Dirut BPJS Kesehatan Fachmi Idris yang didamingi para direktur serta Rektor IPB Bogor, Dr Arif Satria SP, MSi (keempat dari kanan). (Sumber: health.detik.com/Dok BPJS Ketenagakerjaan)
Bahkan BPJS Kesehatan akan memanfaatkan akses biometrik berupa sidik jari (finger print) dalam pelayanan di Faskes. Peserta tidak lagi membawa dokumen, tapi hanya menyentuh layar semua informasi akan terbaca. Pemakaian sidik jari jadi pembuktian kepemilikan data sehingga tidak terjadi penyalahgunaan. Untuk itu Fachmi mengatakan akan melakukan koordinasi dengan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil), Kementerian Dalam Negeri, untuk pertukaran data biometrik yang sudah terekam dalam KTP-el.

Peserta sudah mulai merasakan manfaat digitalisasi. Misalnya, sekarang tidak perlu antre di loket pendaftaran karena rujukan dari Faskes bisa didaftarkan ke Faskes rujukan melalui SMS, WhatsApp dan telepon. Peserta tinggal datang pada hari, tanggal dan jam yang sudah ditetapkan Faskes. "Saya hanya pakai WA (WhatsApp-pen.) untuk daftar," kata seorang peserta JKN-KIS di Jakarta Timur. Ini berbeda dengan tahun-tahun awal yang harus antre di loket pendaftaran sehingga harus datang subuh bahkan dini hari agar dapat nomor kecil. Sedangkan bagi pemangku kepentingan pun digitalisasi memotong waktu karena sekarang hanya butuh 15 hari untuk memeriksa laporan dari Faskes.

Rekam medis (medical record) milik pasien, tapi faktanya disimpuan di fasilitas kesehatan termpat pasien berobat. Hal ini menyulitkan jika seorang peserta BPJS Kesehatan terdaftar di Jakarta tiba-tiba sakit di Papua. Tapi, jika kelak semua sudah digital dan dismpian di awan maka tidak ada lagi kesulitan karena fakses di Papua bisa mengakses rekam medis pasien hanya dengan sidik jari untuk mengunduh rekan medis yang ada di awan.

Menurut Fachmi pihaknya berharap peserta tidak perlu datang ke kantor BPJS Kesehatan karena sudah ada aplikasi Mobile JKN yang merupakan one stop service untuk memperoleh informasi, mendaftar kepesertaan, membayar iuran, mengetahui informasi kepesertaan, informasi kesehatan (tele consulting), dan ke depan akan dikembangkan sistem antrean pelayanan kesehatan.

"Maaf, makakan yang Anda pesan tidak bisa kami kirim." Ini bisa terjadi ketika kelak BPJS Kesehatan terhubung, misalnya dengan platform Go-Food, karena ketika pesanan makanan masuk langsung tertuju kepada data pemesan. Rupanya, data kesehatan pemesan menunjuk ada penyakit diabetes sehingga makanan yang dipesan ditolak karena bisa memperburuk kesehatan si pemesan. Ini dikatakan oleh Rektor IPB Bogor, Dr Arif Satria SP, MSi, yang hadir pada acara public expose. IPB sendiri bermitra dengan BPJS Kesehatan karena mempunyai visi dan misi yang sama serta menyiapkan tenaga aktuaria dan pengolah data. Fachmi timpali, bisa juga ada warning 'Anda menunggak iuran'.

E-Voting

IPB sendiri, seperti dikatakan Dr Arif, perlu mendapat data kesehatan mahasiswa sebagai bagian dari upaya meningkatkan kesehatan mahasiswa. IPB merupakan perguruan tingg pertama di Indonesia yang memberikan perlindungan kesehatan mahaswa melalui kewajiban mahasiswa jadi peserta JKN-KIS.

Bagi Dr Arif, langkah BPJS Kesehatan yang akan memanfaatkan sidik jari merupakan embrio e-voting (electronic voting) yang memanfaatkan teknologi informasi pada pemungutan suara, seperti pemilu legislatif (Pileg) dan pemilu presiden (Pilpres). "Ini kata Dr Arif, ya, bukan saya," kata Fachmi karena khawatir dituding berpolitik. Tentu saja Dr Arif tidak mengada-ada karena ada 221.580.743 warga, dalam hal ini peserta JKN-KIS, yang bersentuhan langsung dengan sistem sidik jari.

Kemajuan teknologi informasi, menurut Dr Arif, sangat eksplosif, tapi regulasi linear. Untuk itu Fachmi menyebut perlu ada penyesuaian regulasi untuk mendukung sistem digitalisasi layanan kesehatan seperti yang diharapkan oleh BPJS Kesehatan.

Dengan langkah-langkah yang dijalankan BPJS Kesehatan indeks kepuasan peserta terhadap Program JKN-KIS mencapai 79,7 persen. Sedangkan indeks kepuasan fasilitas kesehatan yang melayani pasien JKN-KIS secara total mencapai 75,8 persen. *

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun