Peserta sudah mulai merasakan manfaat digitalisasi. Misalnya, sekarang tidak perlu antre di loket pendaftaran karena rujukan dari Faskes bisa didaftarkan ke Faskes rujukan melalui SMS, WhatsApp dan telepon. Peserta tinggal datang pada hari, tanggal dan jam yang sudah ditetapkan Faskes. "Saya hanya pakai WA (WhatsApp-pen.) untuk daftar," kata seorang peserta JKN-KIS di Jakarta Timur. Ini berbeda dengan tahun-tahun awal yang harus antre di loket pendaftaran sehingga harus datang subuh bahkan dini hari agar dapat nomor kecil. Sedangkan bagi pemangku kepentingan pun digitalisasi memotong waktu karena sekarang hanya butuh 15 hari untuk memeriksa laporan dari Faskes.
Rekam medis (medical record) milik pasien, tapi faktanya disimpuan di fasilitas kesehatan termpat pasien berobat. Hal ini menyulitkan jika seorang peserta BPJS Kesehatan terdaftar di Jakarta tiba-tiba sakit di Papua. Tapi, jika kelak semua sudah digital dan dismpian di awan maka tidak ada lagi kesulitan karena fakses di Papua bisa mengakses rekam medis pasien hanya dengan sidik jari untuk mengunduh rekan medis yang ada di awan.
Menurut Fachmi pihaknya berharap peserta tidak perlu datang ke kantor BPJS Kesehatan karena sudah ada aplikasi Mobile JKN yang merupakan one stop service untuk memperoleh informasi, mendaftar kepesertaan, membayar iuran, mengetahui informasi kepesertaan, informasi kesehatan (tele consulting), dan ke depan akan dikembangkan sistem antrean pelayanan kesehatan.
"Maaf, makakan yang Anda pesan tidak bisa kami kirim." Ini bisa terjadi ketika kelak BPJS Kesehatan terhubung, misalnya dengan platform Go-Food, karena ketika pesanan makanan masuk langsung tertuju kepada data pemesan. Rupanya, data kesehatan pemesan menunjuk ada penyakit diabetes sehingga makanan yang dipesan ditolak karena bisa memperburuk kesehatan si pemesan. Ini dikatakan oleh Rektor IPB Bogor, Dr Arif Satria SP, MSi, yang hadir pada acara public expose. IPB sendiri bermitra dengan BPJS Kesehatan karena mempunyai visi dan misi yang sama serta menyiapkan tenaga aktuaria dan pengolah data. Fachmi timpali, bisa juga ada warning 'Anda menunggak iuran'.
E-Voting
IPB sendiri, seperti dikatakan Dr Arif, perlu mendapat data kesehatan mahasiswa sebagai bagian dari upaya meningkatkan kesehatan mahasiswa. IPB merupakan perguruan tingg pertama di Indonesia yang memberikan perlindungan kesehatan mahaswa melalui kewajiban mahasiswa jadi peserta JKN-KIS.
Bagi Dr Arif, langkah BPJS Kesehatan yang akan memanfaatkan sidik jari merupakan embrio e-voting (electronic voting) yang memanfaatkan teknologi informasi pada pemungutan suara, seperti pemilu legislatif (Pileg) dan pemilu presiden (Pilpres). "Ini kata Dr Arif, ya, bukan saya," kata Fachmi karena khawatir dituding berpolitik. Tentu saja Dr Arif tidak mengada-ada karena ada 221.580.743 warga, dalam hal ini peserta JKN-KIS, yang bersentuhan langsung dengan sistem sidik jari.
Kemajuan teknologi informasi, menurut Dr Arif, sangat eksplosif, tapi regulasi linear. Untuk itu Fachmi menyebut perlu ada penyesuaian regulasi untuk mendukung sistem digitalisasi layanan kesehatan seperti yang diharapkan oleh BPJS Kesehatan.
Dengan langkah-langkah yang dijalankan BPJS Kesehatan indeks kepuasan peserta terhadap Program JKN-KIS mencapai 79,7 persen. Sedangkan indeks kepuasan fasilitas kesehatan yang melayani pasien JKN-KIS secara total mencapai 75,8 persen. *
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H