Biar pun ada bukti kerusakan Teluk Maya, tapi selama bertahun-tahun pihak yang berwewenang di Thailand enggan menutup kawasan wisata itu karena setiap tahun pemasukan dari turis mencapai 400 juta baht atau setara dengan Rp 181,52 miliar.
Laporan "CNN Travel" menyebutkan sejak tahun lalu dikabarkan sudan ditanam lebih dari 10.000 terumbu karang sebagai bagian dari perbaikan habitat karang di teluk itu. Penutupan teluk untuk pariwisata sebagai bagian dari upaya memberikan ruang bagi pertumbuhan terumbu karang agar ekosistem di teluk kian baik.
Perbaikan lingkungan membawa angin segar. Seperti diberitakan oleh "BBC" sejak ditutup tahun lalu hiu karang sirip hitam (blacktip reef sharks) mulai terlihat berenang di perairan teluk. Tentu saja ini kabar gembira yang menandakan ekosistem mulai pulih sehingga ikan hiu pun berenang di teluk bisa jadi mencari makanan di terumbu karang.
Pengelola kawasan wisata itu merencanakan dermaga apung agar tidak merusak pantai. Jalur jalan raya dan kamar mandi pun akan dibangun dengan konsep ramah lingkungan.
Untuk memastikan jumlah pengunjung sesuai dengan daya dukung yang tidak merusak lingkungan pengelola akan menerapkan sistem tiket elektronik. Soalnya, kelak pengunjung dibatasi hanya 1.200 wisatawan setiap hari yang dibagi dalam empat blok waktu berkunjung. Padahal, sebelum ditutup setiap hari teluk ini dikunjungi sekitar 5.000 wisatawan.
Pelajaran yang sangat berharga dari langkah Thailand dalam menyelamatkan ekosistem sebagai kekayaan sumber daya alam. Bagaimana dengan Indonesia? (Sumber: CNN Travel, The Guardian, BBC, dan sumber lain). *
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H