Ketika pemerintah membangun bandar udara (bandara) baru menggantikan Bandara Adi Sutjipto Yogyakarta di wilayah Kabupaten Kulon Progo, bagian barat DI Yogyakarta, disebut nama bandara itu sebagai New Yogyakarta International Airport.
Nama ini tidak mendunia karena ada kata "new" yang sangat mengganggu. Salah satu kelemahan penamaan bandara di Indonesia adalah nama yang dicatelkan ke bandara itu tidak dikenal luas secara global, karena hanya nama tokoh atau pahlawan lokal/nasional. Ada pula nama daerah yang tidak dikenal luas di dunia karena tidak ada keistimewaannya.
[Baca juga: Mengapa Nama-nama Bandara di Indonesia Tidak Mendunia?]
Melihat pemberian nama pada bandara-bandara baru yang tidak membahana secara global, penulis sudah khawatir nama bandara baru Yogyakarta itu tetap akan memakai New Yogyakarta International Airport (NYIA). Singkatan ini sangat sulit diucapkan karena bunyi ucapan tidak ada dalam kosa kata berbagai bahasa.
Lagi pula secara empiris nama-nama dan petunjuk di bandara hanya memakai 3 karakter yang dimulai dengan huruf dan dua karakter berikutnya berupa angka. Misalnya, A13 akan lebih mudah diingat calon penumpang kapal terbang daripada 213 atau 113.
Itu artinya nama bandara itu singkat sehingga mudah diingat dan bisa dijadikan akronim yang berbunyi.
Ketika pemerintah meresmikan bandar baru pengganti Polonia, Medan, yaitu bandara di Kecamatan Kuala Namu, Kabupaten Deli Serdang, Provisi Sumatera Utara, yaitu sekitar 22 km arah timur Kota Medan, diberinama Kuala Namu International Airport. Ini jelas tidak mendunia karena tidak dikenal luas.
Padahal, dengan menyebut Medan International Airport atau Deli International Airport gaungnya akan jauh mendunia karena dua nama itu dikenal luas secara internasional.
[Baca juga: Kuala Namu, Nama Bandara Medan yang Tidak Mendunia]
Banyak nama bandara yang memakai nama tokoh lokal yang sama sekali tidak dikenal. Padahal, ada nama secara geografis (ada dalam peta atau atlas) dan antroplogis yang dikenal luas.
[Baca juga: Nama Bandara di Indonesia (yang) Tidak Mendunia]
Tidak semua nama tokoh dan pahlawan dikenal luas, apalagi hanya tokoh lokal. Mengharga tokoh dan pahlawan dengan memberi nama mereka pada bandara sah-sah saja, tapi apakah gaungnya mendunia?
Tunku Abdul Rahman yang dikenal luas sebagai Perdana Menteri Malaysia pertama tidak dipakai jadi nama bandara internasional di Kuala Lumpur. Malaysia justru memakai nama ibu kota untuk nama bandar udara mereka yaitu Kuala Lumpur International Airport dengan singkatan KLIA. Orang Malaysia sangat bangga menyebut bandara ini dengan ucapan ki-el-ai-e.
Pemprov Sumbar memilih nama Minangkabau International Airport (MIA) sebagai nama bandara baru di Padang. Nama ini antropologis dan dikenal dalam khasanah ilmu pengetahuan.Â
Celakanya, nama Bandara Internasional Lombok akan diganti dengan nama tokoh lokal. Padahal, Lombok terkait dengan geografis dan antropologis yang dikenal luas. Apakah nama yang diusulkan bernuansas global?
Tidak banyak nama tokoh yang diabadikan jadi nama bandara di dunia. Yang terkenal adalah Bandara Charles de Gaulle (CDG) di Paris, Perancis dan Bandara John F. Kennedy (JFK) di New York AS. Nama Perdana Menteri Inggris Winston Churchill yang terkenal di dunia terutama pada Perang Dunia II tapi tidak dijadikan nama bandara di Inggris.
Tentu saja banyak negara yang memperhitungkan implikasi pemberian nama dengan memakai nama tokoh atau pahlawan negara mereka secara global.
Dalam dua artikel terdahulu penulis mengusulkan nama bandara di Yogyakarta adalah Jogjakarta International Airport yang disingkat JIA. Tapi, Ngarso Dalem (Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X), seperti dikatakan Menhub Budi Karya Sumadi, menyarankan nama bandara baru di Kulon Progo sebaga Yogyakarta International Airport (YIA) (finance.detik.com, 24/4-2019).
Tidak bisa dibayangkan kalau saja nama bandara itu memakai nama tokoh lokal yang sama sekali tidak dikenal luas di internasional. Yogyakarta tentu saja dikenal luas karena merupakan daerah tujuan wisata (DTW) utama setelah Bali. Sayang, bandara di Bali pun tidak memakai nama geografis yang dikenal secara global. *
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H