Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Banten di Peringkat Ke-9 Kasus HIV/AIDS Tingkat Nasional

8 April 2019   16:12 Diperbarui: 8 April 2019   16:22 429
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Sumber: doctor.ndtv.com)

Dalam laporan "Perkembangan HIV/AIDS dan lnfeksi Menular Seksual (IMS) Triwulan IV Tahun 2018" yang dikeluarkan oleh Ditjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P), Kemenkes RI, tanggal 28 Februari 2019 jumlah kumulatif kasus HIV/AIDS di Provinsi Banten sd. 31 Desember 2018 mencapai 11.238 yang terdiri atas 8.249 HIV dan 2.989 AIDS dengan 268 kematian.

Jumlah kasus kumulatif itu menempatkan Banten pada peringkat ke-9 dari 34 provinsi secara nasional. Sedangkan peringkat provinsi berdasarkan kasus AIDS juga menempatkan Banten pada peringkat ke-9 secara nasional dengan 2.989 kasus.

Secara nasional jumlah kasus kumulatif HIV/AIDS dari tahun 1987 sd. 31 Desember 2018 adalah 441.347 yang terdiri atas 327.282 HIV dan 114.065 AIDS dengan 16.473 kematian.

Disebutkan oleh Jordan Jempormase, Koordinator Program di Komisi Penanggulangan Aids (KPA) Banten, sejak tahun 1998 sampai Oktober 2018 terdapat 6.108 Odha, dengan rincian 4.099 HIV dan 2019 AIDS. Jordan mengatakan bahwa 75 persen kasus HIV/AIDS di Banten terdeteksi di wilayah Tangerang Raya yaitu Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang dan Kota Tangerang Selatan (wartakota.tribunnews.com, 8/12-2018).

Jika angka 75 persen dipakai patokan, maka jumlah kasus HIV/AIDS di Kota Serang, Kabupaten Serang, Kota Cilegon, Kabupaten Pandeglang dan Kabupaten Lebak adalah 2.809. Jika dilihat dari epidemi HIV/AIDS angka 2.809 untuk 2 kota dan 3 kabupaten bukan angka yang kecil.

Pertama, angka itu tidak menggambarkan kasus yang sebenarnya di masyarakat karena epidemi HIV/AIDS erat kaitannya dengan fenomena gunung es. Kasus yang terdeteksi (2.809) digambarkan sebagai puncak gunung es yang muncul ke atas permukaan air laut, sedangkan kasus yang tidak terdeteksi digambarkan sebagai bongkahan gunung es di bawah permukaan air laut.

Kedua, pengidap HIV/AIDS yang terdeteksi (2.809) bisa jadi sudah menularkan HIV ke orang lain sebelum terdeteksi. Setelah terdeteksi melalui tes HIV yang baku di fasilitas kesehatan yang dirujuk Kemenkes RI pengidap HIV/AIDS sudah berjanji akan menghentikan penyebaran HIV mulai dari dirinya.

Ketiga, jika di antara 2.809 pengidap HIV/AIDS itu ada pekerja seks komersial (PSK), maka jumlah laki-laki yang berisiko tertular HIV/AIDS sebelum seorang PSK terdeteksi mengidap HIV/AIDS adalah  180 (1 PSK x 3 laki-laki/malam x 20 hari/bulan x 3 bulan). Kalau PSK itu terdeteksi mengidap HIV/AIDS di masa AIDS, maka jumlah laki-laki yang berisiko tertular HIV dari seorang PSK adalah 3.600 -- 13.500 ( 1 PSK x 3 laki-laki/malam x 20 hari/bulan  x 5 tahun atau 15 tahun). Variabel 3 bulan adalah masa inkubasi HIV minimum setelah tertular agar tes HIV akurat, sedangkan masa AIDS secara statistik terjadi antara 5 -- 15 tahun setelah tertular HIV.

Keempat, jika ada laki-laki dewasa pengidap HIV/AIDS itu artinya ada perempuan (istri) yang berisiko tertular HIV. Bahkan, ada laki-laki yang beristri lebih dari satu sehingga jumlah perempuan yang berisiko tertular HIV kian banyak.

Kelima, jika ada istri yang tertular HIV maka ada pula risiko penularan dari-ibu-ke-bayi yang dikandungnya terutama pada saat persalinan dan menyusui dengan air susu ibu (ASI).

Pemprov Banten bisa saja berkelit dengan mengatakan bahwa di Banten, khususnya di luar Tangerang Raya, tidak ada pelacuran. Secara de jure ini benar karena sejak reformasi ada gerakan masif yang menutup lokalisasi pelacuran yang didukung dengan peraturan daerah (Perda) syariah.

Tapi, secara de facto praktek pelacuran dengan berbagai modus transaksi seks, bahkan dengan media sosial, tetap saja terjadi. Pemprov Banten juga tidak bisa menjamin tidak (akan) ada laki-laki dewasa penduduk Banten di luar Tangerang Raya yang melakukan hubungan seksual dengan PSK di luar Banten.

Melalui reportase "Liku-liku Prostitusi Online di Kota Serang" (radarbanten.co.id,11/2-2019) terbukti di wilayah Banten ada pelacuran terselubung yang dikenal sebagai prostitusi online karena transaksi melalui media sosial. Disebutkan bahwa di Kota Serang, hal itu juga dapat ditemui. Mayoritas wanita yang membuka BO (booking order) ini memasang tarif kisaran Rp 800 ribu sampai Rp 1 juta untuk short time (ST) dengan waktu tiga jam. Atau untuk long time (LT) Rp 2 juta sampai Rp 2,5 juta per enam jam.

Sedangkan Perda AIDS Banten juga tidak bekerja karena tidak menukik ke akar persoalan terkait dengan penyebaran HIV/AIDS.

[Baca juga: Perda AIDS Prov Banten: Menanggulangi AIDS dengan Pasal-pasal Normatif]

Mungkin ada laki-laki yang menganggap cewek prostitusi online bukan PSK. Anggapan ini salah besar karena cewek prostitusi online juga PSK yaitu PSK tidak langsung yaitu PSK yang tidak kasat mata dan tidak beroperasi di lokasi atau lokalisasi pelacuran.

Maka, PSK tidak langsung juga perempuan yang berisiko tinggi tertular HIV/AIDS karena sering melakukan hubungan seksual tanpa kondom dengan laki-laki yang berganti-ganti. Bisa saja ada di antara laki-laki tsb. yang mengidap HIV/AIDS sehingga PSK berisiko tertular HIV.

Itu artinya ada selalu ada insiden infeksi HIV baru, khususnya pada laki-laki dewasa yang melakukan hubungan seksual tanpa kondom dengan pekerja seks komersial (PSK) dengan modus transaksi seks dengan alat komunikasi dan media sosial.

Prostitusi online ini jadi persoalan besar yang dihadapi Pemprov Banten untuk menanggulangi penyebaran HIV/AIDS karena tidak bisa diintervensi untuk menjalankan program pencegahan. Maka, kasus baru HIV/AIDS di Banten akan terus terjadi yang selanjutnya terjadi penyebaran HIV di masyarakat, terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.

Maka, tanpa program penanggulangan yang konkret, penyebaran HIV/AIDS di Banten yang tidak terdeteksi itu ibarat 'bom waktu' yang kelak bermuara pada 'ledakan AIDS'. *

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun