Jika bertolak dari fakta di atas, maka kematian Odha di 10 provinsi tsb. ada kemungkinan terkait dengan obat ARV. Dalam laporan "Perkembangan HIV/AIDS dan lnfeksi Menular Seksual (IMS) Triwulan IV Tahun 2018" Ditjen P2P, Kemenkes RI, tanggal 28 Februari 2019, disebutkan jumlah Odha yang gagal follow up (putus obat) mencapai 49.417 (22 persen).
Kemungkinan lain adalah Odha yang meninggal terdeteksi pada masa AIDS dengan IO ketika berobat ke rumah sakit. Ini banyak terjadi karena penjangkauan ke populasi yang selama ini dilakukan oleh LSM (lembaga swadaya masyarakat) sekarang terhenti karena tidak ada lagi dana hibah (grant) dari donor asing. Ini terjadi karena semasa Pemerintah Presiden SBY Indonesia dimasukkan ke kelompk negara maju G-20 sehingga haram menerima hibah.
Akibatnya, deteksi kasus HIV/AIDS sekarang pasif yaitu menunggu warga berobat ke rumah sakit atau sarana kesehatan lain. Ketika dokter melihat ada gejal terkait HIV/AIDS, terutama dengan riwayat perilaku seks berisiko, dianjurkan tes HIV.
Dengan kondisi itu tingkat kematian Odha akan terus tinggi dan penyebaran HIV di masyarakat terus terjadi sebagai 'silent disaster' (bencana terselubung) yang kelak bermuara pada 'ledakan AIDS'. *
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H