Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Penanggulangan HIV/AIDS di Kulon Progo adalah Langkah di Hilir

28 Maret 2019   17:54 Diperbarui: 28 Maret 2019   18:15 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Untuk mencegah penyebaran HIV/ADIS, Dinkes bekerja sama dengan Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) melakukan beragam cara, salah satunya dengan cara aktif menemukan dan membantu pengobatan bagi penderita baru. Ini ada dalam berita "Jumlah Penderita HIV/AIDS di Kulon Progo Meningkat Drastis" (regional.kompas.com, 25/3-2019).

.... mencegah penyebaran HIV/AIDS bisa di hulu dan di hilir. Yang dilakukan oleh Dinkes dan KPA Kulon Progo yaitu "aktif menemukan dan membantu pengobatan bagi penderita baru" adalah langkah di hilir. Artinya, dibiarkan dulu warga tertular HIV/AIDS baru ditemukan dan ditangani dengan pengobatan.

Memang, pengidap HIV/AIDS yang meminum obat antiretroviral (ARV) sesuai dengan anjuran dokter, pada tahap tertentu virus (HIV) tidak terdeteksi melalui tes HIV. Tapi, bukan mati hanya 'pingsan' atau bersembunyi di kelenjar. Dengan kondisi ini pengidap HIV/AIDS tadi tidak lagi menularkan HIV/AIDS melalui hubungan seksual. Tapi, ini jelas di hilir karena ybs. Sudah tertular HIV/AIDS.

Dari matriks di bawah ini jelas bawah tes HIV dan pengobatan ada di hilir yaitu ketika ybs. sudah tertular HIV/AIDS.

Gambar: dokpri
Gambar: dokpri

Langkah mencegah penyebaran HIV/AIDS, yang lebih pas adalah menurunkan insiden infeksi HIV baru terutama pada laki-laki dewasa melalui hubungan seksual tanpa kondom dengan PSK, Dinkes dan KPA bisa melakukan intervensi. Yang harus dilakukan adalah memaksa laki-laki memakai kondom setiap kali melakukan hubungan seksual dengan PSK. Program ini sudah dijalankan Thailand dan berhasil dengan baik, al. indikatornya adalah jumlah calon taruna angkatan yang terdeteksi HIV/AIDS terus berkurang.

Tapi, program tsb. hanya bisa dijalankan dengan efeksi jika praktek transaksi seks PSK dilokalisir. Celakanya, sejak reformasi lokalisasi pelacuran di Indonesia ditutup sehingga transaksi seks terjadi di sembarang tempat dan sembarang waktu tanpa bisa dikontrol karena dilakukan dengan berbagai macam modus bahkan memakai media sosial.

Langkah lain yang bisa dilakukan adalah menganjurkan suami-suami yang perilaku seksualnya di luar rumah berisiko tinggi tertular HIV/AIDS agar memakai kondom jika sanggama dengan istri.

Perilaku laki-laki yang berisiko tertular HIV/AIDS adalah:

(1). Laki-laki dewasa heteroseksual (secara seksual tertarik dengan lawan jenis) yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual tanpa memakai kondom, di dalam nikah, dengan perempuan yang berganti-ganti karena bisa saja salah satu dari perempuan tsb. mengidap HIV/AIDS,

(2). Laki-laki dewasa heteroseksual (secara seksual tertarik dengan lawan jenis) yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual tanpa memakai kondom, di dalam dan di luar nikah, dengan perempuan yang berganti-ganti karena bisa saja salah satu dari perempuan tsb. mengidap HIV/AIDS,

(3). Laki-laki dewasa heteroseksual (secara seksual tertarik dengan lawan jenis) yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual tanpa memakai kondom dengan perempuan yang sering berganti-ganti pasangan, seperti PSK.

PSK dikenal ada dua jenis, yaitu:

(a). PSK langsung yaitu PSK yang kasat mata, seperti yang mangkal di tempat pelacuran atau mejeng di tempat-tempat umum, dan

(b). PSK tidak langsung yaitu PSK yang tidak kasat mata. Mereka ini 'menyamar' sebagai anak sekolah, mahasiswi, cewek pemijat, cewek pemandu lagu, ibu-ibu, dll. Dalam prakteknya mereka ini sama dengan PSK langsung sehingga berisiko tertular HIV/AIDS.

(4). Laki-laki dewasa heteroseksual (secara seksual tertarik dengan lawan jenis) yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual tanpa memakai kondom, dengan waria. Sebuah studi di Surabaya awal tahun 1990-an menunjukkan laki-laki pelanggan waria umumnya laki-laki beristri. Ketika seks dengan waria mereka justru jadi 'perempuan' (dalam bahasa waria ditempong atau di anal) dan waria jadi 'laki-laki' (dalam bahasa waria menempong atau menganal).

(5). Laki-laki dewasa biseksual (secara seksual tertarik dengan lawan jenis dan sejenis) yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual tanpa memakai kondom, dengan perempuan dan laki-laki yang berganti-ganti.

Persoalannya adalah sosialisasi HIV/AIDS selalu diberikan kepada perempuan dan PSK. Padahal, kuncinya ada pada laki-laki.

Jika langkah pertama (pakai kondom seks dengan PSK) dan langkah kedua (suami perilaku seksual berisiko pakai kondom seks dengan istri) tidak bisa diterapkan, maka langkah terakhir adalah program pencegahan HIV dari-ibu-ke-bayi yang dikandungnya. Cuma, tidak ada mekanisme yang komprehensif untuk melakukan tes HIV terhadap ibu hamil. Yang ada hanya anjuran tanpa kekuatan hukum.

Disebutkan prediksi jumlah kasus HIV/AIDS di Kulon Progo 459, tapi yang terdeteksi baru 10-15 persen. Baning Rahayujati, Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit di Dinkes Kulon Progo, mengatakan: "Baru sedikit yang bisa kami temukan, sedangkan yang belum terungkap masih sangat banyak. Target kami adalah menemukan kasusnya dan mencegah risiko penularannya pada daerah-daerah yang berpotensi terjadi penularan melalui kontak darah maupun seksual."

Memang, epidemi HIV/AIDS seperti fenomena gunung es. Kasus yang terdeteksi digambarkan sebagai puncak gunung es yang muncul ke atas permukaan air laut, sedangkan kasus yang tidak terdeteksi digambarkan sebagai bongkahan es di bawah permukaan air laut.

Persoalannya adalah: Apakah langkah kongkret Dinkes dan KPA Kulon Progo mencari kasus HIV/AIDS yang belum terdeteksi?

Sementara Perda AIDS Yogyakarta pun tidak menyentuh akar persoalan sehingga tidak bisa diandalkan sebagai 'alat' untuk menanggulangi (penyebaran) HIV/AIDS di wilayah DI Yogyakarta.

[Baca juga: Tanggapan terhadap Perda AIDS Daerah Istimewa Yogyakarta]

Kunci penanggulangan HIV/AIDS adalah menemukan semua warga yang mengidap HIV/AIDS (hilir) dan menurunkan insiden infeksi HIV baru khususnya pada laki-laki dewasa melalui hubungan seksual dengan PSK (hulu).

Dua langkah di atas tidak dijalankan di Kulon Progo. Itu artinya penyebaran HIV/AIDS terus terjadi sebagai 'bom waktu' yang kelak bermuara pada 'ledakan AIDS'. *

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun