Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

40 Persen Pengidap HIV/AIDS di Purwakarta adalah Ibu Rumah Tangga

9 Maret 2019   18:50 Diperbarui: 9 Maret 2019   19:01 75
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Sumber: allevents.in)

Ada fakta yang selalu 'digelapkan' dalam banyak berita HIV/AIDS yaitu tidak memaparkan mengapa banyak ibu rumah tangga yang tertular HIV/AIDS. Yang ditulis hanya 'mereka (ibu-ibu rumah tangga-pen.) tertular dari suaminya. Sebagian menyebut suami mereka sering 'jajan'.

Disebutkan di RSUD Bayu Asih Kabupaten Purwakarta, pasien HIV-AIDS yang rutin berobat ke rumah sakit tsb. mencapai 732 pasien. Dari ratusan pasien itu, 40 persennya merupakan ibu rumah tangga (732 Warga Purwakarta Pengidap HIV-AIDS, republika.co.id, 1/3-2019).

Fakta terkait dengan 40 persen pengidap HIV/AIDS di Purwakarta adalah ibu rumah tangga menunjukkan banyak suami di Purwarkarta yang perilaku seksualnya berisiko tinggi tertular HIV/AIDS.

Persoalan besar terkait dengan ibu-ibu rumah tangga yang terdeteksi mengidap HIV/AIDS adalah perilaku seksual suami mereka. Tidak otomatis karena sering 'jajan' (seks dengan pekerja seks komersial/PSK) karena perilaku seksual yang berisiko tertular HIV/AIDS juga terjadi dalam ikatan pernikahan yang sah jika salah satu dari pasangan tsb. mengidap HIV/AIDS dan suami tidak memakai kondom setiap kali melakukan hubungan seksual.

[Baca juga: Guru Agama Ini Kebingungan Anak Keduanya Lahir dengan AIDS]

Dalam berita misalnya disebutkan: Mayoritas, ibu-ibu yang memeriksakan diri mempunyai suami risiko tinggi terhadap HIV-AIDS atau suaminya sering "jajan" di luar.

Pernyataan di atas menyuburkan mitos (anggapan yang salah) terkait dengan HIV/AIDS, dalam hal ini penularan. Tidak ada kaitan langsung antara 'jajan' di luar dengan penularan HIV/AIDS karena penularan HIV/AIDS melalui hubungan seksual bukan karena sifat hubungan seksual, dalam hal ini 'jajan', tapi karena salah satu dari pasangan tsb. mengidap HIV/AIDS dan laki-laki tidak memakai kondom setiap kali seks. Ini fakta.

Perilaku-perilaku seksual laki-laki yang berisiko tinggi tertular HIV/AIDS, yaitu:

(1). Laki-laki dewasa heteroseksual (secara seksual tertarik dengan lawan jenis) yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual tanpa memakai kondom, di dalam nikah, dengan perempuan yang berganti-ganti karena bisa saja salah satu dari perempuan tsb. mengidap HIV/AIDS,

(2). Laki-laki dewasa heteroseksual (secara seksual tertarik dengan lawan jenis) yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual tanpa memakai kondom, di dalam dan di luar nikah, dengan perempuan yang berganti-ganti karena bisa saja salah satu dari perempuan tsb. mengidap HIV/AIDS,

(3). Laki-laki dewasa heteroseksual (secara seksual tertarik dengan lawan jenis) yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual tanpa memakai kondom dengan perempuan yang sering berganti-ganti pasangan, seperti PSK.

PSK dikenal ada dua jenis, yaitu:

(a). PSK langsung yaitu PSK yang kasat mata, seperti yang mangkal di tempat pelacuran atau mejeng di tempat-tempat umum, dan

(b). PSK tidak langsung yaitu PSK yang tidak kasat mata. Mereka ini 'menyamar' sebagai anak sekolah, mahasiswi, cewek pemijat, cewek pemandu lagu, ibu-ibu, dll. Dalam prakteknya mereka ini sama dengan PSK langsung sehingga berisiko tertular HIV/AIDS.

(4). Laki-laki dewasa heteroseksual (secara seksual tertarik dengan lawan jenis) yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual tanpa memakai kondom, dengan waria. Sebuah studi di Surabaya awal tahun 1990-an menunjukkan laki-laki pelanggan waria umumnya laki-laki beristri. Ketika seks dengan waria mereka justru jadi 'perempuan' (dalam bahasa waria ditempong atau di anal) dan waria jadi 'laki-laki' (dalam bahasa waria menempong atau menganal).

(5). Laki-laki dewasa biseksual (secara seksual tertarik dengan lawan jenis dan sejenis) yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual tanpa memakai kondom, dengan perempuan dan laki-laki yang berganti-ganti.

Jadi, tidak semata-mata karena 'jajan'. Bisa saja Pemkab Purwakarta, Jabar, menepuk dada dengan mengatakan: Di Purwakarta tidak ada pelacuran!

Secar de jure itu benar karena sejak reformasi ada gerakan masif yang menutup lokalisasi pelacuran yang ketika itu dijadikan sebagai tempat rehabilitasi dan resosialisasi PSK. Tapi, secara de facto tetap saja terjadi transaksi seks dalam berbagai bentuk dengan memakai berbagai modus bahkan melalui media sosial.

Dikatakan oleh Direktur Utama RSUD Bayu Asih Purwakarta, Agung Darwis Suriaatmadja, saat ini kesadaran masyarakat akan bahaya HIV-AIDS sudah semakin baik. Salah satu indikatornya, semakin banyak warga yang bersedia melakukan tes antiretroviral (ARV). Selain itu, stigma negatif dari masyarakat juga tidak sedahsyat dulu.

Penyebutan 'tes antiretroviral (ARV)' tidak pas. Yang benar adalah tes HIV. Selain itu penyebutan 'masyarakat' juga tidak objektif karena tidak semua orang perilaku seksualnya berisiko tertular HIV/AIDS.

Yang perlu dipahami adalah kesadaran masyarakat untuk tes HIV ada di hilir yaitu setelah mereka tertular HIV/AIDS. Dalam penanggulangan HIV/AIDS yang diperlukan adalah menurunkan insiden infeksi HIV baru. Ini di hulu yaitu intervensi terhadap laki-laki yang perilaku seksualnya berisiko tinggi tertular HIV.

Yang jadi masalah intervensi di hulu hanya bisa dilakukan kalau praktek PSK dilokalisir. Dengan kondisi sepeti sekarang adalah hal yang mustahil melakukan intervensi karena praktek transaksi seks terjadi di sembarang tempat dan sembarang waktu.

Celakanya, 'hari gini' masih saja ada informasi yang tidak akurat. Misalnya pernyataan Kasi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular, Dinas Kesehatan Kabupaten Purwakarta, Meisera Pramayanti, ini: "Upaya kita untuk meminimalisasi penyebaran ini, yakni dengan melakukan pembinaan dan penyuluhan serta menghimbau masyarakat tidak melakukan perilaku seks menyimpang."

Bukan 'seks menyimpang', tapi hubungan seksual yang berisiko tertular HIV/AIDS, yaitu perilaku nomor 1 - 5. Perilaku berisiko nomor 1 sama sekali tidak 'menyimpang' karena di dalam ikatan pernikahan yang sah. *

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun