(3). Pernah atau sering melakukan hubungan seksual tanpa kondom dengan waria di Aceh, di luar Aceh atau di luar negeri, dan
(2). Pernah atau sering melakukan hubungan seksual tanpa kondom dengan laki-laki yang berganti-ganti di Aceh, di luar Aceh atau di luar negeri,
Bagi laki-laki yang pernah atau sering melakukan salah satu atau beberapa perilaku di atas itu artinya berisiko tinggi menularkan HIV ke istri. Mereka ini dianjurkan untuk menjalani konseling tes HIV di Klinik VCT di Puskesmas atau rumah sakit umum daerah.
Jumlah kumulatif kasus HIV/AIDS dari tahun 2004 -- 2018 dilaporkan 780. Sebelum tahun 2004 survailans tes HIV dan sarana tes HIV tidak ada di Aceh. Setelah tsunami, 26 Desember 2004, organisasi-organisasi internasional mendukung fasilitas terkait HIV/AIDS di Aceh sehingga kasus HIV/AIDS mulai terdeteksi (Lihat Tabel).
Yang jadi persoalan besar pada epidemi HIV adalah laki-laki heteroseksual yang perilaku seksualnya berisiko. Mereka inilah yang jadi mata rantai penyebaran HIV di masyarakat, terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah dengan pasangan tetap (istri), pasangan tidak tetap (selingkuhan) atau pasangan siri.
[Baca juga: AIDS di Aceh, Sebatas Penyangkalan dan Mencari Kambing Hitam]
Dalam berita disebutkan: kasus HIV/AIDS wanita penjaja seks (WPS), lebih dikenal sebagai PSK, sebesar 7-8 persen.
Ada fakta yang digelapkan dalam penyebaran informasi baik melalui ceramah, diskusi, dan berita tentang kasus HIV/AIDS pada PSK yaitu tidak dijelaskan bahwa secara factual yang menyebarkan HIV ke PSK justru laki-laki heteroseksual dan biseksual. Dalam kehidupan sehari-hari laki-laki yang menularkan HIV ke PSK bisa sebagai istri sehingga ada risiko penularan HIV ke istri (horizontal). Selanjutnya kalau istri mereka tertular HIV maka ada pula risiko penularan HIV ke bayi yang mereka kandung (vertical) terutama saat persalinan dan menyusui dengan air susu ibu (ASI).
Yang jadi persoalan besar adalah kalau Aceh bersikukuh mengatakan tidak ada transaksi seks dalam bentuk perzinaan atau pelacuran, maka pertanyaannya adalah: Bagaimana laki-laki dewasa warga Aceh (bisa) tertular HIV/AIDS?
Penyangkalan merupakan salah satu faktor yang mendorong penyebaran HIV/AIDS karena tidak ada program yang riil untuk menanggulangi faktor risiko insidin infeksi HIV di hulu. Itu artinya penyebaran HIV/AIDS di Aceh akan terus terjadi sebagai 'bom waktu' yang kelak bermuara pada 'ledakan AIDS'. *