Beberapa negara, seperti Thailand, sudah membuktikan bahwa penyebarluasan informasi HIV/AIDS yang akurat melalui media massa jadi salah satu kunci keberhasilan penanggulangan HIV/AIDS. Dari lima program yang dicanangkan Thailand dengan skala nasional yang pertama adalah penyebaran informasi HIV/AIDS yang akurat melalui media massa.
Celakanya, di Indonesia media massa dan media online banyak yang justru menyebarkan informasi yang tidak akurat tentang HIV/AIDS. Bahkan, sebagian besar dibumbui dengan moral sehingga yang muncul hanya mitos (anggapan yang salah) tentang HIV/AIDS.
Lihat saja 'tips untuk terhindar dari virus HIV' yang disebarkan oleh jateng.tribunnews.com (9/10-2018) ini, yaitu: 1. A (abstinance) adalah tidak berhubungan seks di luar nikah (yang merupakan bagian dari Program ABCDE Kementerian Kesehatan RI).
Selain mitos tips nomor 1 itu menyesatkan karena tidak ada hubungan antara hubungan seksual di luar nikah dengan penularan HIV/AIDS.
[Baca juga: Risiko Penularan HIV/AIDS Bukan karena Sifat Hubungan Seksual]
Pengalaman guru agama di sebuah daerah di Pulau Sumatera yang tertular HIV/AIDS dari istrinya menunjukkan bahwa penularan HIV bukan karena hubungan seksual di luar nikah. Istri kedua guru agama itu ternyata seorang perempuan yang pernah menikah. Dia tertular dari suaminya. Ketika cerai dia tidak menyadari kalau dirinya tertular HIV. Ketika menikah dengan guru agama tadi dia pun menularkan HIV ke guru agama yang jadi suaminya tanpa dia sadari.
[Baca juga: Guru Agama Ini Kebingungan Anak Keduanya Lahir dengan AIDS]
Dalam berita disebutkan oleh Ketua Warga Peduli Aids (KPA) Kelurahan Krapyak, Semarang Barat, Kota Semarang, Jateng: "Sebelum dilakukan tes VCT, warga ditanya terlebih dahulu oleh petugas kesehatan Puskesmas Manyaran, apakah pernah melakukan hubungan badan selain dengan pasangan."
Pertanyaan ini adalah mitos karena risiko tertular HIV juga bisa dari pasangan. Buktinya, ibu-ibu rumah tangga yang terdeteksi mengidap HIV/AIDS. Mereka ini tertular dari pasangan tetap yang sah secara agama dan hukum. Lagi pula tidak jelas warga yang ditanya itu perempuan (istri) atau laki-laki (suami).
Disebutkan: 20 warga Krapyak mengitu tes VCT (konseling dan tes HIV sukarela), hasil tes mereka dinyatakan negatif HIV/ AIDS.
Bukan 'tes VCT', tapi tes HIV. VCT adalah sistem atau model terkait dengan tes HIV yaitu tes HIV sukarela dengan konseling.
Sesuai dengan rekomendasi WHO (Badan Kesehatan Dunia PBB) setiap tes HIV harus dikonfirmasi dengan tes lain. Misalnya, kalau 20 warga menjalani tes HIV dengan reagen ELISA, maka hasil tes diuji lagi dengan tes lain, misalnya Western Blot. Tapi, WHO memberikan opsi yaitu konfirmasi dengan tiga kali tes ELISA tapi dengan teknik berbeda dan reagen yang berbeda pula.
Apakah hasil tes HIV terhadap 20 warga tsb. dilakukan tes konfirmasi?
Yang perlu dijelaskan adalah hasil tes HIV negatif hanya berlaku sampai darah diambil. Setelah itu tidak ada jaminan ybs. akan bebas HIV/AIDS seumur hidup karena bisa saja setelah tes HIV ybs. melakukan perilaku berisiko tertular HIV.
Dengan menyebarkan informasi yang menyesatkan tentulah jadi penghalang program penanggulangan HIV/AIDS karena masyarakat tidak mengetahui cara-cara penularan dan pencegahan HIV/AIDS yang akurat. *
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H