(4). Laki-laki heteroseksual yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual dengan waria dengan kondisi waria tidak memakai kondom. Studi di Surabaya (1990-an) menunjukkan laki-laki heteroseksual jadi 'perempuan' yang dianal (disebut ditempong) oleh waria yang berperan sebagai 'laki-laki' (disebut menempong). Kondisi ini membuat laki-laki heteroseksual berisiko tinggi tertular HIV/AIDS. Laki-laki ini jadi jembatan penyebaran HIV dari komunitas waria ke masyarakat. Â
(5). Laki-laki biseksual (heteroseksual dan homoseksual) yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual tanpa kondom dengan perempuan yang berganti-ganti di dalam dan di luar nikah, denan PSK langsung, dengan PSK tidak langsung, dengan gay dan dengan waria. Laki-laki biseksual jadi jembatan penyebaran HIV dari komunitas PSK, gay dan waria ke masyarakat di wilayah tempat tinggal, di luar wilayah tempat tinggal, dan di luar negeri.
Sedangkan faktor risiko lain adalah: (a). Pernah atau sering memakai jarum suntik secara bersama-sama dengan bergantian pada penyalahguna narkoba (narkotika dan bahan-bahan berbahaya) dengan jarum suntik, Â (b). Pernah menerima transfusi darah yang tidak diskirining HIV, dan (c). Pernah atau sering menyusu pada perempuan pengidap HIV/AIDS.
Maka, yang jadi persoalan besar bukan mengalami gejala-gejala yang disebut-sebut terkait dengan HIV/AIDS, tapi apakah pernah atau sering melakukan salah satu atau beberapa perilaku yang berisiko tertular HIV/AIDS?
Biar pun tidak ada gejala tapi pernah atau sering melakukan perilaku berisiko itu artinya ada risiko tertular HIV. Sebaliknya, biar pun ada gejala yang disebut terkait HIV/AIDS tapi tidak pernah melakukan salah satu atau beberapa perilaku berisiko, maka gejala tsb. tidak ada kaitannya dengan infeksi HIV/AIDS. Ini fakta medis. *
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H