Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

AIDS di Kota Depok, "Tembak" LGBT Abaikan Heteroseksual

8 Januari 2019   06:23 Diperbarui: 8 Januari 2019   06:31 352
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Sumber: livemint.com]

WALI Kota Depok Mohammad Idris Abdul Shomad meminta warga melaporkan aktivitas kaum Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender (LGBT) di wilayahnya. Dia mengatakan, instruksi ini dikeluarkan untuk mencegah penularan penyakit HIV/AIDS dan memutus aksi kekerasan terhadap anak. Pernyataan ini ada dalam berita "Cegah Penularan HIV/AIDS, Wali Kota Depok Minta Warga Laporkan Aktivitas LGBT" di wartakota.tribunnews.com (7/1-2019).

Pertama, seks lesbian tidak termasuk perilaku berisiko tinggi penularan HIV/AIDS karena tidak ada seks penetrasi,

Kedua, belum ada kasus HIV/AIDS yang dilaporkan pada lesbian dengan faktor risiko seks,

Ketiga, yang kasat mata dari LGBT hanya transgender yaitu waria, sedangkan lesbian, gay dan biseksual tidak kasat mata,

Keempat, aktivitas seks LGBT tidak bisa diawasi karena mereka lakukan dengan cara yang tidak terbuka, kecuali pada kegiatan-kegiatan tertentu yang melibatkan banyak orang,

Kelima, biseksual tidak bisa dikenali dari fisiknya dan tidak pula bisa diawasi perilaku seksualnya,

Keenam, yang potensial menyebarkan HIV/AIDS adalah biseksual dan laki-laki heteroseksual, termasuk laki-laki beristri.

Maka, langkah yang dipakai Wali Kota Depok untuk 'mencegah penularan penyakit HIV/AIDS' dengan mematai-matai kegiatan LGBT tidak tepat sasaran karena yang menyebarkan HIV/AIDS adalah laki-laki heteroseksual yang bisa dilihat dari kasus HIV/AIDS pada ibu rumah tangga dan bayi.

Jumlah kasus kumulatif HIV/AIDS di Kota Depok dilaporkan 340.

Permintaan Wali Kota Depok ini bisa jadi pemicu persekusi karena masyarakat dapat angin sehingga mereka main hakim sendiri terhadap orang-orang yang mereka curigai sebagai LGBT. Padahal, lesbian, gay dan biseksual tidak kasat mata. Itu artinya sasaran empuk masyarakat adalah transgender atau waria. Waria sendiri tidak bisa disamaratakan karena tidak semua waria melakukan kegiatan yang melawan norma, moral, hukum dan agama.

Tapi, karena ada 'perintah' dari Wali Kota Depok bisa saja membuat banyak orang menempatkan diri sebagai 'hakim' dan melakukan persekusi hanya berdasarkan anggapan  atau kecurigaan. Pemkot Depok berpijak pada Instruksi Nomor 2 Tahun 2018 tentang Pelaksanaan Penguatan Ketahanan Keluarga terhadap Perilaku Menyimpang Seksual yang diterbitkan tanggal 8 Maret 2018.

Dok Pribadi
Dok Pribadi
Disebutkan aturan ini sebagai landasan anti LGBT di Kota Depok. Ini jelas ngawur karena LGBT sebagai orientasi seksual ada di alam pikiran. Adalah hal yang mustahil melarang setiap warga Kota Depok berpikir terkait dengan orientasi seksual.

[Baca juga: LGBT Sebagai Orientasi Seksual Ada di Alam Pikiran]

Yang dikhawatirkan warga akan bertindak hanya bedasarkan ciri-ciri yang mereka asosiasikan dengan ukuran moralitas mereka sebagai LGBT. Ini yang membuat persoalan jad kisruh.

Pertanyaan yang sangat mendasar adalah: Apakah Pemkot Depok bisa menjamin bahwa 100 persen warganya, terutama laki-laki dewasa, tidak ada yang melakukan perilaku seksual yang berisiko tertular HIV/AIDS?

Perilaku seksual yang berisiko tertular HIV/AIDS, al.:

(1). Laki-laki dewasa heteroseksual yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual tanpa kondom, di dalam nikah (kawin-cerai) dan di luar nikah (selingkuh, dll.) dengan perempuan yang berganti-ganti di wilayah Kota Depok, di luar wilayah Kota Depok atau di luar negeri.

(2). Perempuan dewasa heteroseksual yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual dengan kondisi laki-laki tidak kondom, di dalam nikah (kawin-cerai) dan di luar nikah (selingkuh, dll.) dengan laki-laki yang berganti-ganti di wilayah Kota Depok, di luar wilayah Kota Depok atau di luar negeri.

(3). Laki-laki dewasa heteroseksual yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual tanpa kondom dengan perempuan yang sering berganti-ganti pasangan, seperti pekerja seks komersial (PSK) di wilayah Kota Depok, di luar wilayah Kota Depok atau di luar negeri.  

PSK sendiri dikenal dua tipe, yaitu:

(1). PSK langsung adalah PSK yang kasat mata yaitu PSK yang ada di lokasi atau lokalisasi pelacuran atau di jalanan, dan

(2). PSK tidak langsung adalah PSK yang tidak kasat mata yaitu PSK yang menyaru sebagai cewek pemijat, cewek kafe, cewek pub, cewek disko, anak sekolah, ayam kampus, cewek gratifikasi seks (sebagai imbalan untuk rekan bisnis atau pemegang kekuasaan), PSK high class, cewek online, dll.

(4). Laki-laki dewasa biseksual yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual tanpa kondom, di dalam nikah (kawin-cerai) dan di luar nikah (selingkuh, dll.) dengan perempuan dan laki-laki yang berganti-ganti di wilayah Kota Depok, di luar wilayah Kota Depok atau di luar negeri.

Adalah hal yang mustahil Pemkot Depok bisa mengawasi perilaku seksual nomor 1, 2, 3 dan 4 yang melibatkan warganya.

Lagi pula berapa sih jumlah gay, biseksual dan waria yang melakukan perilaku seksual berisiko dibandingkan dengan perilaku seksual nomor 1,2,3 dan 4 setiap hari?

Yang juga luput dari perhatian Pemkot Depok adalah penyebaran HIV di kalangan gay terbatas pada komunitas gay. Sedangkan penyebaran HIV di kalangan waria justru melibatkan laki-laki heteroseksual yang beristri. Sebuah survei di Surabaya, Jatim (1990-an) menunjukkan pelanggan waria adalah laki-laki beristri dan mereka jadi 'perempuan' (ditempong atau dianal) ketika seks dengan waria yang jadi 'laki-laki' (menempong atau menganal).

Dengan langkah 'memata-matai' LGBT dalam penularan HIV/AIDS Pemkot Depok menutup mata terkait dengan perilaku seksual nomor 1,2,3 dan 4 yang justru potensial sebagai penyebar HIV/AIDS di masyarakat Kota Depok.

Penyebaran HIV/AIDS yang melibatakan pelaku perilaku seksual berisiko nomor 1,2,3 dan 4 terjadi secara diam-diam karena warga yang tertular HIV/AIDS tidak menyadari dirinya sebagai pengidap HIV/AIDS. Ini terjadi karena tidak ada gejala-gejala yang khas AIDS pada fisik dan keluhan kesehatan mereka.

Itu artinya penyebaran HIV/AIDS di Kota Depok terus terjadi bagaikan 'bom waktu' yang kelak berakhir pada 'ledakan AIDS'. *

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun