35 LGBT Di Riau Terjangkit HIV/AIDS. Ini judul berita di riauonline.co.id (19/12-2018).
Di saat serangan moral menerpa komunitas LGBT judul berita ini jadi sensasional dan bombastis tapi juga sekaligus hoaks atau informasi yang ngawur karena dalam berita tidak dirinci jumlah kasus HIV/AIDS pada lesbian, gay, biseksual dan transgender.
Disebutkan kasus HIV/AIDS pada LGBT 35, tapi tidak ada perincian jumlah kasus pada lesbian, gay, biseksual dan transgender. Sedangkan Ditjen P2P, Kemenkes RI, tanggal 1 Oktober 2018, menyebutkan jumlah kasus kumulatif HIV/AIDS di Provinsi Riau dari tahun 1987 sd. 30 Juni 2018 mencapai 6.965 yang terdiri atas 4.696 HIV dan 2.269 AIDS. Jumlah ini menempatkan Riau pada peringkat ke-13 secara nasional.
Kalau jumlah kasus HIV/AIDS pada LGBT disebutkan 35, angka ini sangat kecil karena hanya 0,5 persen dari jumlah kasus kumulatif HIV/AIDS di Riau. Dalam berita juga tidak ada perbandingan jumlah kasus pada kelompok lain, seperti ibu rumah tangga, sehingga tidak bisa dilihat proporsi perilaku seksual berisiko di masyarakat Riau.
Lagi pula yang potensial menyebarkan HIV/AIDS di masyarakat bukan LGBT, tapi laki-laki heteroseksual yang perilaku seksualnya berisiko, al. sering seks tanpa kondom dengan pekerja seks komersial (PSK) baik PSK langsung maupun PSK tidak langsung. PSK dikenal dua tipe, yaitu:
(1). PSK langsung adalah PSK yang kasat mata yaitu PSK yang ada di lokasi atau lokalisasi pelacuran atau di jalanan.
(2). PSK tidak langsung adalah PSK yang tidak kasat mata yaitu PSK yang menyaru sebagai cewek pemijat, cewek kafe, cewek pub, cewek disko, anak sekolah, ayam kampus, cewek gratifikasi seks (sebagai imbalan untuk rekan bisnis atau pemegang kekuasaan), PSK high class, cewek online, dll.
[Baca juga: Bukan LGBT, Tapi Heteroseksual Penyebar HIV/AIDS yang Potensial]
Tidak ada kasus HIV/AIDS yang dilaporkan dengan faktor risiko seks pada lesbian. Seks pada lesbian bukan faktor risiko tinggi penularan HIV/AIDS karena tida ada seks penetrasi. Itu artinya menyebut-nyebut lesbian dalam terminologi LGBT terjangkit HIV/AIDS jelas kabar bohong.
[Baca juga: Kaitkan Lesbian Langsung dengan Penyebaran HIV/AIDS Adalah Hoax]
Ini di lead berita: Jumlah Lesbias, Gay, Biseksual dan Transgender (LBGT) di Provinsi Riau terus saja bertambah dari tahun ke tahun. Jumlah ini sebanding dengan LGBT yang terjangkit HIV/AIDS.
Pernyataan di lead ini jelas ngawur karena dalam berita tidak disebutkan jumlah lesbian, gay, biseksual dan transgender. Selama ini angka-angka terkait dengan LGBT bukan dari kalangan LGBT, tapi dari sumber sekunder, bahkan sumber-sumber yang tidak kompeten karena tidak semua kasat mata. Hanya transgender yang kasat mata yang dikenal sebagai waria. Informasi tentang seseorang didapat dari teman atau orang yang mengetahui bahsa di "A" lesbian, si "B" gay, dst.
[Baca juga: LGBT Sebagai Orientasi Seksual Ada di Alam Pikiran]
Disebutkan "Jumlah ini sebanding dengan LGBT yang terjangkit HIV/AIDS". Pernyataan ini jelas salah besar karena tidak ada data yang akurat tentang jumlah kasus HIV/AIDS pada lesbian dengan faktor risiko seks.
Dalam berita disebutkan: Data ini (35 LGBT-pen,) menurutnya diambil dari jumlah penderita yang pengidap HIV/AIDS yang sudah melaporkan diri. Tidak bagi para penderita yang belum terpapar atau hanya menderita HIV.
Pernyataan ini tidak jelas maksudnya. Selama ini kasus HIV/AIDS terdeteksi melalui survailans tes HIV terhadap kalangan tertentu, melalui tes HIV pada penyalahguna narkoba (narkotika dan bahan-bahan berbahaya), melalui tes pada ibu hamil, melalui skirining HIV pada darah donor di PMI, dan pada pasien yang berobat ke fasilitas kesehatan dengan indikasi penyakit terkait HIV/AIDS.
Pengidap HIV/AIDS yang terdeteksi tidak perlu melapor karena data mereka otomatis sudah ada di fasilitas kesehatan yang melakukan tes HIV, kecuali PMI karena memakai sistem unlinked anonymous (yang dites darah donor bukan donor darah) pada skirining HIV darah donor.
Pernyataan ini lebih ngaco lagi: Tidak bagi para penderita yang belum terpapar atau hanya menderita HIV.
Orang-orang yang tertular HIV tidak otomatis menderita sehingga pernyataan di atas salah. Orang-orang yang sudah terdeteksi mengidap HIV/AIDS melalui tes HIV sesuai dengan standar prosedur operasi yang baku sudah jelas terpapar HIV.
Di saat epidemi HIV/AIDS sudah ada di depan pintu, apakah kita masih harus berkutat dengan segudang mitos (anggapan yang salah) yang hanya mengedepankan sensasi?
Yang diperlukan adalah informasi yang akurat tentang cara-cara penularan dan pencegahan HIV/AIDS agar setiap orang bisa melindungi diri dari risiko tertular dan menularkan HIV/AIDS.
Tanpa informasi yang akurat, maka banyak orang yang tidak menyadari perilaku seksualnya berisiko tertular HIV sehingga mereka jadi mata rantai penyebar HIV di masyarakat sebagai 'bom waktu' yang kelak bermuara pada 'ledakan AIDS'. *
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H