Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Penanggulangan AIDS di Hulu Tidak Terkait dengan Stigma dan Diskriminasi

18 Desember 2018   09:01 Diperbarui: 18 Desember 2018   09:14 203
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Maka, sangat disayangkan pernyataan yang menyebutkan bahwa tidak ada penanggulangan epidemi HIV/AIDS tanpa penghapusan stigma dan diskriminasi. Ini jelas provokasi yang justru jadi kontra produktif terhadap upaya-upaya penanggulangan HIV/AIDS yang selama ini dijalankan oleh berbagai kalangan

Disebutkan dalam rilis: LBH Masyarakat mencatat setidaknya terdapat  empat  persoalan mendasar yang menghalangi upaya penanggulangan HIV secara efektif.

Yang pertama disebutkan tentang pembubaran Komisi Penanggulangan AIDS Nasional (KPAN). KPAN disatukan dengan Ditjen P2P, Kemenkes RI. Lagi pula di era otonomi daerah (Otda) masalah kesehatan adalah urusan daerah, dalam hal ini provinsi, kabupaten dan kota. HIV/AIDS bukan, dan tidak akan pernah disebutkan sebagai wabah sehingga tidak ada hak Pusat, dalam hal ini Kemenkes RI, untuk mencampuri penanggulangan HIV/AIDS di pemerintahan daerah.

Persoalan kedua adalah materi komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) yang disampaikan ke masyarakat sejak awal epidemi selalu dibumbui dengan moral sehingga yang ditangkap masyarakat adalah mitos (anggapan yang salah).

[Baca juga: Diskriminasi terhadap Pengidap HIV]

Sedangkan yang terkait dengan peraturan daerah (Perda), dalam rilis sebagai hal yang ketiga,  sudah jelas secara hukum berdasarkan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) pemerintah, dalam hal ini Mendagri, tidak bisa menghapus atau membatalkan perda. Apalagi rencana pemerintah untuk menghapus perda-perda yang menghambat pembangunan justru dimanipulasi banyak kalangan dengan menyebutkan pemerintah akan menghapus perda syariat.

Terkait dengan penolakan dan persekusi terhadap kelompok kunci, salah satu faktor pendorong justru dari kalangan itu sendiri yang mempertontonkan perilaku dan membuat berbagai istilah yang membingungkan masyarakat. 

Secara internasional sudah ada terminologi PLWHA (People Living With HIV/AIDS) yang oleh mendiang Prof Dr Anton M Moeliono, pakar bahasa di Pusat Bahasa, dulu Dekdikbud, disebut sebagai Odha, tidak dengan huruf-huruf kapital karena ini bukan akronim atau singkatan tapi kata yang mengau ke Orang yang Hidup dengan HIV/AIDS. Menurut Prof Anton waktu itu kata ini lebih baik (Pers Meliput AIDS, Syaiful W. Harahap, Penerbit Sinar Harapan/The Ford Foundation, Jakarta, 2000).

Pembentukan istilah atau terminologi baru merupakan eksklusifisme sebagai enclave di masyarakat sehingga menjauhkan Odha dengan masyarakat. Ini yang tidak disadari banyak kalangan. Odha bukan predikat atau titel, tapi sebagai padanan dari PLWHA agar tidak ada lagi simpang-siur dalam pemberian terminologi terkait dengan HIV/AIDS.

Fakta lain yang menyesatkan adalah penyebutan lesbian dalam konteks LGBT yang selalu dikaitkan dengan HIV/AIDS. Seks pada lesbian tidak berisiko tinggi dalam penularan HIV/AIDS karena tidak ada seks penetrasi.

[Baca juga: Kaitkan Lesbian Langsung dengan Penyebaran HIV/AIDS Adalah Hoax]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun