Dari 24 kasus temuan baru tersebut sebagian besar teridentifikasi ibu rumah tangga yang tertular dari suaminya yang terlebih dahulu positif HIV/AIDS. Ini terjadi di Kabupaten Lebak, Provinsi Banten yang disebut dalam berita "Penderita HIV/AIDS Di Lebak Ditemukan 24 Kasus" di banten.antaranews.com (22/11-2018).
Laporan Ditjen P2P, Kemenkes RI, tanggal 1 Oktober 2018, menunjukkan dari tahun 1987 sd. 30 Juni 2018 jumlah kumulatif kasus HIV/AIDS di Provinsi Banten mencapai 10.351yang terdiri atas 7.502 HIV dan 2.849 AIDS. Jumla ini menempatkan Banten pada peringkat ke-9 secara nasional.
Fakta di atas menunjukkan ada laki-laki dewasa, dalam hal ini suami, yang melakukan perilaku berisiko, al. hubungan seksual berisiko baik di wilayah Kabupaten Lebak, di luar Lebak atau di luar negeri.
Perilaku seksual berisiko tsb., yaitu:
(a). Laki-laki  yang sering melakukan hubungan seksual tanpa kondom, di dalam nikah (kawin-cerai) dan di luar nikah (selingkuh, dll.), dengan perempuan yang berganti-ganti,  dan
(b). Laki-laki yang sering melakukan hubungan seksual dengan perempuan yang sering berganti-ganti pasangan, seperti pekerja seks komersial (PSK),
Yang perlu diingat bahwa PSK ada dua jenis, yaitu:
(1). PSK langsung adalah PSK yang kasat mata yaitu PSK yang ada di lokasi atau lokalisasi pelacuran atau di jalanan.
(2). PSK tidak langsung adalah PSK yang tidak kasat mata yaitu PSK yang menyaru sebagai cewek pemijat, cewek kafe, cewek pub, cewek disko, anak sekolah, ayam kampus, cewek gratifikasi seks (sebagai imbalan untuk rekan bisnis atau pemegang kekuasaan), PSK high class, cewek online, dll.
Pemkab Lebak boleh saja menepuk dada dengan mengatakan: Di Lebak tidak ada pelacuran!
Secara de jure itu benar adanya. Tapi, apakah Pemkab Lebak bisa menjamin di wilayah Kab Lebak 100 persen tidak ada transaksi seks dalam bentuk perzinaan yang juga sama dengan praktek pelacuran?